BAGIAN 27. [RASA PENAT]

En başından başla
                                    

Mama berjalan didepan Jeffin. Jujur saja wanita itu juga merasakan lelah jika harus dua puluh empat jam berada dirumah sakit menemani si sulung. Namun mau bagaimana lagi? Tidak mungkin dirinya menyuruh Nana untuk menemani kakaknya ditempat itu.

Saat menginjakkan kaki di ruang keluarga, kedua manik tertuju pada sebuah jaket yang sebelumnya ia gunakan ketika tragedi kecelakaan itu terjadi. Jaket tersebut terletak pada lantai rumah, diatas ubin lantai yang terasa dingin.

Karena tidak ingin orang lain melihat benda yang sudah berlumuran darah tersebut, lelaki itu langsung mengambilnya dari lantai dan berniat membawanya ke kamar atas.

Sejauh ini dirinya sama sekali tidak melihat keberadaan Nana. Entah dimana anak itu berada saat ini. Mungkin Nana sudah tidur di dalam kamarnya.

"Ini Jeff obat kamu dibawa, jangan ditinggalin gitu. "

Kedua matanya beralih ke arah mama yang berada di atas kursi sofa tersebut. Wanita itu memberikan beberapa pil obat untuk Jeffin agar dapat mengurangi penyakit yang bersarang pada tubuhnya, walaupun Jeffin tahu jika dirinya tidak akan dapat terbebas dari rasa sakit ini.

"Iya mah. "
Kedua tangannya bergerak untuk mengambil benda yang terdapat dalam plastik tersebut yang berada di atas meja. Lelaki itu kemudian segera beranjak menaiki tangga untuk segera sampai di ruangan atas.

Kedua kakinya berjalan cukup pelan karena tubuhnya yang belum sepenuhnya terasa fit. Lelaki itu kemudian membuka pintu kamar yang terbuat dari kayu tersebut secara pelan-pelan, takut membangunkan seseorang yang berada didalam sana.

Hal pertama yang ia lihat adalah tubuh sang adik yang terlihat tengah tidur. Namun sebuah suara seperti seseorang yang tengah gemetaran membuat kedua alis nya bertaut karena penasaran.

"Nana? "

Jeffin kemudian segera berjalan menuju ke arah sang adik yang terlihat tengah gemetaran. Betapa terkejut dirinya ketika melihat wajah Nana yang sudah pucat, bak seperti mayat saat ini.

Jeffin mencoba untuk membaringkan menghadap ke langit-langit kamar agar adiknya dapat terlihat lebih jelas. Disana tubuh yang terlihat seperti menahan sakit sangat amat membuat hati Jeffin bergoyah.

Apa yang tengah terjadi selama dirinya tidak berada dirumah?

"Nana, kamu kenapa? Badan kamu panas. Terus ini, di bajumu juga ada darah. Siapa yang giniin kamu?! "

Nana tidak menjawab. Ia terus menerus mencoba untuk menahan rasa sakit yang terdapat ditubuhnya.

Sedangkan Jeffin yang masih terkejut dengan keadaan itupun, hanya bisa menepuk pelan pipi adiknya agar segera memberikan jawaban. Rasa panas yang terdapat di kulit Nana, sangat terasa di telapak tangannya.

Hal yang membuat dirinya histeris adalah, beberapa darah yang terdapat di baju kaus miliknya. Belum lagi dengan tubuh bergetar Nana yang semakin membuat pikiran negatif di kepala Jeffin semakin menghinggap.

"Na! Kamu bisa denger Abang kan? "

Jeffin sudah kehabisan akal. Lelaki itu langsung berlari ke arah dapur dibawah sana untuk mengambil air hangat yang akan dikompres kan di kepala Nana.

Dengan gerakan cepat, ia mengambil baskom dengan air dingin yang ia dapatkan dari wastafel dapurnya. Tidak lupa dengan sebuah kain untuk pengompresan kepala adiknya.

Saat berbalik, kedua matanya tidak sengaja melihat ke arah meja yang memperlihatkan bercak darah terdapat diatasnya. Jeffin terus menggeleng, tidak mungkin jika itu adalah darah Nana yang tercecer disana.

Karena tidak ingin membuang waktu untuk memikirkan hal itu. Jeffin lantas segera berjalan kembali menuju ke kamarnya untuk mengatasi kondisi sang adik.

Namun ketika dirinya sampai di ruang keluarga, tiba-tiba saja mamanya berada didepannya.

"Kamu ngapain, Jeff? Sakit? "

Lelaki itu menggeleng. "ini buat Nana, ma. Dia demam tinggi dikamar, ada da—"

"Adekmu itu cuman demam biasa, Jeff... Kemaren aja mama lihat dia habis makan di dapur. "

Jeffin sudah tidak mempedulikan dengan ucapan mamanya. Lelaki itu kemudian segera berjalan cepat menuju ke tempat yang telah ia rencanakan. Sungguh demi apapun, Nana adiknya tengah sakit, dan itu tentu saja membuatnya sangat khawatir. Belum lagi dengan kulit putih yang terasa panas itu, dan juga dengan darah yang terdapat dibaju Nana.

Sesampainya didalam kamar, Jeffin langsung mengambil kain yang semula berada didalam baskom. Kemudian ia memeras benda tersebut dan langsung menempelkannya di kening sang adik yang terasa panas.

Jeffin menempelkan telapak tangannya di kedua pipi Nana. Ia kehabisan akal saat ini, tidak tahu apa yang bisa diperbuatkannya lagi untuk mengurangi rasa panas di badan sang adik.

"B-bang... Di-ngin... "
Suara rintihan itu terdengar dari mulut Nana yang mencoba untuk berbicara.

Jeffin sadar jika jendela yang terdapat di ruangan ini masih terbuka. Lelaki itu kemudian segera menutup jendela yang membuat beberapa air hujan masuk kedalam.

"Perut ku... Juga sakit, bang... "

Nana yang mencoba mempertahankan kesadaran nya itu hanya bisa merintih dengan suara yang nyaris menghilang. Namun bisa Jeffin dengar dengan jelas jika adiknya itu tengah berbicara.

"Na, yang giniin kamu siapa? Kenapa ada darah di baju? "

Pemuda itu menggeleng. Tubuhnya masih bergetar karena sibuk menghalau rasa dingin yang terus hinggap di tubuhnya. Jeffin yang melihat hal itu dibuat tidak tega karenanya. Lelaki itu kemudian mengambil selimut miliknya yang terdapat di ranjangnya, ia taruh benda itu di atas tubuh Nana yang semula bahkan sudah terdapat selimut diatasnya.

Wajah pucat dan bibir memutih milik adiknya mampu membuat lelaki itu khawatir. Sejak kapan Nana sakit? Lalu siapa yang merawatnya?

"Abang ada disini, jangan nangis... "
Jeffin memeluk erat tubuh adiknya yang sudah terbaluti dengan dua selimut disana. Tubuh itu terus bergetar, kedua matanya saja sudah mengeluarkan sebuah cairan bening disana.

Bukan karena dirinya yang cengeng atau takut. Tapi semua itu karena tubuhnya yang terasa amat sakit hingga membuat kedua matanya harus mengeluarkan cairan liquid tersebut.

Jeffin yang melihat jika Nana semakin tak dapat menghirup udara dengan benar tersebut, langsung melepaskan tautan pelukan diantara keduanya. Ia pegang kepala Nana yang masih terasa panas, dan tak lupa juga menghapus jejak air mata yang terlibat disana.

Semua tubuhnya terasa amat remuk. Untuk digerakkan saja ia tidak mampu. Nana lelah, untuk seharian ini biarkanlah ia mengistirahatkan rasa penatnya.



°°°









Wkwkwk ngetiknya nahan ngantuk😭👍

~ See you ~

Forgotten Nana [END]✓Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin