Delapan Belas: Dahlia

414 77 8
                                    

Nola menyantap hidangan di hadapannya dengan santai. Seperti biasa ia tidak akan pernah menyisakan sedikitpun makanan di dalam piring. Meskipun seringkali ditatap aneh oleh orang lain ataupun dicap sebagai perempuan rakus, dia tidak masalah. Lagi pula hak setiap orang untuk menghabiskan makanannya atau tidak. Namun, baginya adalah sebuah kewajiban untuk menyantap habis hidangan yang sudah tersedia.

"Ngomong-ngomong, Mas Noah enggak punya pacar?"

Mereka sudah selesai menyantap hidangan. Ini saatnya untuk duduk sambil mencerna makanan dan berbincang membahas hal-hal random seputaran mereka tentunya.

"Enggak." Noah menggeleng kepalanya. Ia hanya pernah suka dengan perempuan satu kali itupun langsung ditolak. Jadi, selama ini ia lebih memfokuskan pada karir dan bisnisnya.

"Kenapa enggak punya pacar? Mas Noah ini ganteng, punya banyak penggemar perempuan. Salah satunya sahabat saya, contohnya. Dia mengidolakan Mas Noah." Nola menatap Noah curiga. Gadis itu kemudian mendekatkan tubuhnya ke meja untuk berbisik. "Mas Noah enggak suka dengan laki-laki 'kan?"

Bola mata Noah bergerak mendengar apa yang ditanyakan oleh gadis di depannya. Andai saja itu orang lain, mungkin ia akan memberi tatapan tajamnya. Sayangnya, yang bertanya adalah Nola, dengan raut wajah polos dicampur dengan penasaran hingga membuatnya tidak bisa marah dan justru merasa geli.

"Saya suka dengan perempuan. Cuma belum menemukan perempuan yang tepat aja."

"Hah. Syukurlah kalau begitu."

"Kenapa?" Noah mengembangkan sedikit senyum di wajahnya. "Kamu takut kalau saya bukan laki-laki yang lurus?"

"Iya, lah! Memangnya siapa yang mau menikah dengan laki-laki yang enggak suka perempuan? Bisa-bisa saya enggak akan punya keturunan."

Noah menyukai gadis blak-blakan seperti Nola. Tidak pernah menyimpulkan apa yang ada di dalam pikirannya sendiri dan menebak-nebak. Gadis seperti ini lebih nyaman untuk diajak bersama sehingga ia tidak akan pusing jika harus menebak apa yang terjadi jika Nola mendiamkannya.

"Kamu tenang aja kalau soal itu. Saya masih di jalan yang lurus."

Noah mengangguk dan mulai menyantap dessert miliknya yang sudah terhidang. Begitu juga dengan Nola yang sudah menunduk untuk menyantap habis hidangan dalam wadah yang tersaji.

"Noah, kamu di sini juga?"

Noah menoleh ke sisi samping saat mendengar suara yang cukup ia kenali menyapa gendang telinganya.

"Dahlia?"

Gerakan Nola menyendok dessert di dalam wadah berhenti beberapa detik saat mendengar nama yang sudah lama tidak ia dengar. Namun, meski sudah menebak dari nama dan mendengar suaranya, gadis itu tahu siapa yang datang dan ia juga tidak akan peduli.

"Iya. Kamu di sini juga? Sama siapa? Tadi aku habis makan siang sama klien dan enggak sengaja ketemu kamu di sini." Dahlia melempar tatapannya ada sosok gadis yang duduk di hadapan Noah. Ia tidak bisa melihat wajah gadis itu karena gadis itu terus menunduk sejak tadi.

"Oh, saya dengan Nola. Nola, kenalkan ini sahabat saya, Dahlia."

Noah memperkenalkan Dahlia pada Nola. Sebagai perempuan yang akan menjadi calon istrinya tentu saja Noah ingin calon istrinya mengenal Dahlia sebagai sahabatnya.

Nola yang sudah siap segera mengangkat kepalanya. Matanya langsung bertemu pandang dengan wajah terkejut yang ditampilkan oleh Dahlia. Sebuah senyum dingin muncul di bibirnya kala melihat seseorang yang sebenarnya tidak ia sukai berdiri di dekat mejanya.

"N-Nola?"

Suara Dahlia sedikit nyaring saat menyebutkan nama gadis ini. Sungguh hal yang tidak pernah ia sangka jika ia akan bertemu dengan sosok gadis yang sudah lama tidak pernah terlihat oleh matanya. Gadis yang selalu menatapnya dengan dingin, dan juga penuh kebencian padanya dan keluarganya.

Noah & NolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang