Tiga: Tangkap ikan!

363 93 6
                                    

"Oma! Opa!"

Suara Nola yang riang terdengar di penjuru rumah besar tersebut.

Gadis itu baru saja pulang dari rumah sakit setelah menjenguk sahabatnya yang sangat cerewet.

Nola tinggal bersama Oma dan opanya. Gadis itu menatap sekeliling mencari keberadaan kedua kakek neneknya tersebut.

"Bi, opa dan Oma di mana?" Gadis itu segera menghentikan seorang asisten rumah tangga dan menanyakan keberadaan dua orang yang sangat dia sayangi tersebut.

"Kalau opanya non lagi di belakang. Biasa mancing ikan."

"Opa beli ikan lagi?"

Bi Sari menganggukkan kepalanya pasrah, membuat Nola hanya bisa menghela napas.

Gadis itu kemudian melangkah ke lantai atas untuk meletakkan tasnya di dalam kamar kemudian turun mencari opanya di halaman belakang.

Opanya sangat menyukai ikan sehingga membangun sebuah kolam ikan di belakang rumah dengan gazebo di atasnya.

Terlalu mencintai ikan, opanya akan selalu menampung banyak ikan kemudian ia akan memancingnya dan mengembalikannya lagi ke kolam. Tidak mengerti dengan konsep opanya, Nola hanya bisa menonton apa yang dilakukan oleh sang opa.

"Opa!" Gadis itu berteriak ketika melihat seorang pria dengan celana kulot selutut dengan topi jerami tengah berjongkok di pinggir kolam memegang pancingan.

Pria tua yang mendengar suara cucunya segera mendongak menatap sang cucu yang berdiri sambil berkacak pinggang ke arahnya.

"Nola, kenapa teriak-teriak? Opa enggak tuli!" balas pria itu ikut berteriak.

Gadis itu memutar bola matanya. "Opa ngapain siang-siang di situ? Panas, Opa!"

Nola berteriak dari seberang membuat pria tua berusia 67 tahun itu memutar bola matanya. "Opa lagi keramas, di sini. Pakai tanya lagi opa ngapain."

Tak mau berbicara dengan suara yang saling berteriak, Nola kemudian menghampiri sang kakek kemudian berdiri di sebelahnya.

"Ini masih panas opa udah mancing aja." Gadis itu melirik ember kosong yang ada di samping sang kakek. "Oma ada di mana? Kenapa aku enggak lihat Oma?"

"Biasa. Oma kamu lagi ke salon. Katanya bareng teman geng-nya."

"Udah lama?"

Nola ikut berjongkok di samping sang opa. Tangannya dengan lihai menangkap seekor ikan yang bergerak di pinggir tempatnya berada. Melihat hal itu, sang kakek tentu saja melebarkan matanya.

"Jangan sentuh ikan opa, Nola!" Segera ia menarik tangan sang cucu yang sudah menggenggam seekor ikan emas berukuran besar miliknya. Namun, gerakannya kalah cepat dengan Nola yang langsung bergerak menjauh dari jangkauannya.

"Nola!" Pria tua itu berteriak panik saat melihat senyum cucu kesayangannya itu. "Kembalikan ikan opa!"

Sayangnya bukannya mengembalikan ikan sang kakek, Nola justru menyeringai lebar. "Siang ini aku mau makan lauk ikan bakar. Jadi, opa harus ikhlas."

"No, Nola!"

Dengan langkah riang, Nola kemudian masuk ke dalam dan mencari Bi Sari untuk membakar ikannya. Gadis itu berterima kasih pada sang kakek karena menyediakannya lauk tanpa harus pergi mencari di luar.

Sore harinya, Oma dari gadis itu pulang ke rumah dengan bau harum merebak di tubuhnya.

Wanita berusia 60 tahun itu melepas kacamatanya dan meletakkan semua barang belanjaan di atas sofa.

"Nola!"

"Cucu Oma, come here, Honey. Oma belikan kamu banyak barang baru. Yuhuuu!"

Mendengar namanya dipanggil, Nola segera melangkah keluar. Gadis itu memang sedang ada di ruang baca miliknya yang berada di lantai dasar. Usai makan, dia tidak langsung kembali ke kamarnya di lantai 2 tapi justru menghabiskan waktunya di ruang baca.

"Oma beli apa?"

Nola dengan santai mendudukkan dirinya di sofa. Sementara sang Oma sibuk membongkar belanjaannya dalam paper bag yang diletakkan di atas meja.

"Oma tadi habis shopping banyak baju baru buat kamu. Pokoknya, kamu harus pakai baju baru dan jangan cuma pakai baju itu-itu aja."

Wanita paruh baya itu tahu dengan sifat cucunya yang hanya mau memakai baju kaos berwarna hitam atau putih dipadukan dengan celana pendek di dalam rumah. Sudah seringkali wanita itu membelikan Nola pakaian yang bagus. Namun, tidak pernah dipakai.

"Oma ngapain 'sih beliin aku baju? Bajuku yang lain aja belum aku pakai dan masih banyak di dalam lemari. Mending Oma sumbangkan aja." Nola berujar dengan santai, menatap tak minat pada semua pakaian yang sudah dikeluarkan Omanya dari dalam paper bag.

Sebagai anak rumahan yang jarang keluar rumah tentu saja ia tidak membutuhkan banyak pakaian. Cukup kaos dan celana pendek saja sebagai kostumnya di rumah.

"Kamu pokoknya harus rajin pakai baju yang Oma belikan untuk kamu. Oma enggak mau tahu, Nola. Kalau kamu sering pakai pakaian gembel kayak gini, kapan coba kamu bisa dapat jodoh? Mau kamu nikah di umur 50 tahun?"

"Kalau memang jodohnya di umur 50 tahun, aku bisa apa?"

"Ish, Nola memang kurang sehati sama oma." Wanita tua itu kemudian duduk dan memangku kepala sang cucu. "Oma dan opa itu semakin tua. Nanti kalau kami udah enggak ada, Nola nanti enggak ada temannya. Makanya, Oma mengusahakan supaya Nola cepat dapat jodoh."

"Ish. Oma kok ngomongnya begitu." Nola cemberut menatap Omanya sambil menggenggam tangan sang oma. "Pokoknya Nola enggak mau tahu, Oma sama opa harus sehat. Jangan ngomong sembarangan lagi."

Nola hanya memiliki kedua Oma dan opanya saja. Sementara papanya sudah meninggal dunia sejak ia berusia 5 tahun. Nola sendiri ikut dengan Oma dan opa dari pihak papanya. Sementara mamanya sendiri sudah memiliki keluarga baru dan ia tidak berniat untuk berhubungan lagi dengan wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Kan, kita enggak tahu takdir, Sayang. Jadi, yah, sebelum itu kita harus mempersiapkan diri."

"Oma," rengek gadis itu tidak terima.

Tak lama seseorang masuk dengan topi jerami di kepalanya. Dia adalah opanya Nola yang masuk dengan wajah masam melihat istri dan cucunya di ruang keluarga.

"Kenapa wajah mas cemberut begitu? Sudah enggak tampan, ditambah cemberut begitu, makin jelek lah." Oma Nola menegur suaminya yang masuk dengan wajah masam.

"Jangan bilang aku jelek. Tanya sama cucumu itu apa yang dia lakukan tadi." Opa berniat untuk duduk sebelum ia dihentikan oleh istrinya.

"Jangan duduk di sofa. Kamu bau amis, Mas. Mandi dan ganti baju sana."

Bibir pria itu mengerucut kesal dengan tingkah laku istrinya yang menyebalkan. Pria paruh baya itu kemudian melangkah masuk dan meninggalkan cucu serta istrinya dengan wajah tertekuk.

Setelah melihat suaminya pergi, Oma menundukkan kepalanya dan menatap cucunya yang saat ini sedang tersenyum.

"Kenapa sama mukanya opa? Kelihatannya dia masam."

"Tadi aku ambil ikannya di dalam kolam. Habis aku gemas, ikannya dekat-dekat aku."

Mendengar jawaban cucunya, Oma mengacungkan jempol. Tidak hanya cucunya yang suka mencuri ikan di dalam kolam, ia pun sering mencuri ikan-ikan tersebut lalu dimasak.

"Bagus. Malam minggu oma berniat untuk mengadakan acara barbeque. Pokoknya Nola harus ikut."

"Siap, Oma. Kita habiskan ikan di dalam kolam punya opa."

Keduanya tersenyum satu sama lain memikirkan rencana mereka untuk menjarah ikan-ikan kesayangan opa.

Noah & NolaWhere stories live. Discover now