CHAPTER 8

3.6K 816 208
                                    

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka tiba di markas yang dimaksud oleh Hamada.

Markas itu berlokasi di kota bawah tanah yang dibangun oleh Hamada bertahun-tahun lamanya. Kota yang dibentuk oleh Hamada saat belum perdamaian karena saat itu fungsi kubah hologram tidak bisa menembus ke bawah tanah.

Di kota bawah tanah terdapat 3 pos utama, pos 1 untuk kebutuhan amunisi, pos 2 eksperimen, camp penjaga, dll, dan pos 3 markas utama Hamada.

Untuk tiba di kota bawah tanah, mereka menggunakan alat transportasi khusus menyerupai kapsul. Haruto pernah melihatnya saat di medan tempur bulan lalu.

"Sudah sampai, silakan masuk." Hamada mempersilahkan Haruto.

Sementara itu dia memerintahkan beberapa ghoul untuk menahan 5 hunter yang ditahan karena berbuat ulah.

Sesuai perkataan Hamada, Haruto masuk ke sebuah ruangan yang menyerupai ruang tengah. Ruangan itu begitu luas, nyaris seperti sepetak rumah ukuran 40×40 meter. Difasilitasi sofa berukuran besar, layar transparan yang melayang di atas meja, serta beberapa rak di salah satu tembok.

Ini sih namanya bertamu ke rumah pamannya untuk pertama kalinya alih-alih menginterogasi 5 hunter pembuat onar tadi.

Sejujurnya Haruto begitu takjub, ini pertama kalinya dia bertamu di kediaman Hamada, itu pun di bawah tanah.

Saking kagumnya, Haruto mangap.

"Duduk dulu, tidak capek berdiri?" tegur Hamada.

Haruto menyengir setelah tersadar dari kekagumannya.

"Kamu mau minum apa?" tanya Hamada. "Susu? Kopi? Teh impor dari Bumi?"

"Boba ada, Om?" gurau Haruto.

"Boba? Apa itu?" tanya Hamada serius.

Maklum, di Tearth nggak ada boba.

"Minuman, Om. Cuma dikasih boba, nah bobanya ini bentuknya bulat-bulat," jelas Haruto.

"Enak?"

"Bagi manusia normal sih enak, Om. Tapi kalo Om sama bangsa Om yang minum, rasanya agak...."

Entah kenapa Hamada merasa terdiskriminasi.

"Nggak usah repot-repot, Om," kata Haruto sambil tersenyum tidak enakan. "Saya ke sini kan cuma buat interogasi 5 hunter itu bareng Om."

"Tidak, saya tidak suka kalau kamu bertamu ke rumah saya untuk pertama kalinya tapi tidak mau disajikan sesuatu."

Haruto bergidik, pasalnya raut wajah Hamada begitu mencekam.

"K-kalau gitu es teh deh, Om."

"Okay, tunggu saya hubungi teman saya."

Haruto menganggukk kikuk. Dilihatnya Hamada tengah memainkan ipad sekarang.

"Saya sudah menyuruhnya membuatkan kamu es teh, tunggu sebentar, ya."

"I-iya, Om."

Sembari menunggu teman Hamada ini datang, Hamada terus-terusan mengajak Haruto ngobrol.

Haruto yang sebenarnya canggung itu, berusaha mengimbangi percakapan.

"Begitu ya," ujar Hamada, menanggapi ucapan Haruto yang membahas tentang masa-masanya di Bumi.

"Saya juga mengirim mata-mata untuk mengawasi Asahi di sana saat itu, dan mata-mata itu adalah kaki-tangan sekaligus orang-orang yang saya anggap teman sekarang."

Haruto makin penasaran siapa sebenarnya spy itu.

Bisa saja spy itu menyamar dan Haruto mengenalnya.

Jujur saja sebuah nama terlintas di kepalanya, tapi apa mungkin?

Drkkk.

Haruto dan Hamada menoleh bersamaan ketika sliding doors terbuka, dua pemuda seumuran Haruto berdiri di depan sana.

Tidak seperti Hamada yang tersenyum hangat menyambutnya, Haruto membatu di tempat duduknya.

"J-Jeongwoo?"

Gelas es teh di tangan Jeongwoo nyaris jatuh jika saja Jaehyuk tidak sigap menangkapnya.

"H-Haruto...."

Hamada yang melihat itu terlihat bingung sejenak, kemudian tersenyum senang.

"Wah, jadi kalian sudah saling kenal?"

Jeongwoo tidak menjawab, terlampau kaget. Jaehyuk juga terkejut tapi tidak separah Jeongwoo.

Lagipula, Jaehyuk sudah memprediksi hal ini akan terjadi cepat atau lambat karena bagaimana pun hunter dan ghoul telah berdamai, jadi ke depannya pasti akan ada lebih banyak interaksi antara kedua kubu ini.

Jaehyuk menarik Jeongwoo untuk mendekat.

"Kalian sudah saling kenal, ya?"

Jeongwoo dan Haruto tidak menjawab, tidak seperti Jeongwoo yang merasa canggung dan bersalah telah berbohong pada Haruto selama ini, Haruto merasa kecewa.

Tapi Haruto menyamarkan kekecewaannya itu dengan muka dingin.




















"Kalau begitu saya pamit, Om." Haruto berdiri dari duduknya.

Jeongwoo melirik ke arahnya, tapi Haruto tidak menanggapinya.

"Kenapa cepat sekali?"

"Saya baru ingat ada urusan lain, Om," balas Haruto, bohong.

Dia ingin cepat-cepat pergi dari sini gara-gara Jeongwoo.

"Terus lima hunter itu bagaimana?" tanya Hamada.

"Saya serahin ke Om karena Om yang paling berwenang buat itu."

Setelah berpamitan, Haruto lekas berjalan pergi. Jeongwoo menyusul Haruto da menahan pemuda itu.

Begitu menyadari Jeongwoo lah yang menahan tangannya, Haruto lantas menepis.

"Jauh-jauh lo dari sekitar gue," ucapnya dingin. "Penipu."

Jeongwoo tersentak, kata-kata Haruto seperti anak panah yang menusuk tepat ke ulu hatinya.

"Gue minta maaf karena udah bohongin lo-"

"Gak perlu, udah telat!"

"Gue tahu gue salah, tapi kenapa lo semarah ini?" tanya Jeongwoo.

Haruto diam sesaat, ia juga sebenarnya bingung kenapa dia bisa semarah ini?

Jihoon dan Asahi juga pernah menipunya, tapi kenapa saat Jeongwoo yang melakukannya rasa kecewanya begitu besar?

Apa ini perasaan kecewa karena telah dibohongi oleh bestie?

Haruto menunduk, tidak membalas tatapan Jeongwoo.

"Marah? Entahlah. Gue cuma kecewa, orang yang gue anggap sahabat udah bohongin gue selama ini."

Bahkan saat kedua kubu saling berdamai, Jeongwoo dan Jaehyuk tidak memunculkan diri dan masih saja merahasiakan wujud asli mereka, dan itu menambah rasa kecewa Haruto.

"Kalo lo ngerasa bersalah, kedepannya, anggap aja kita gak saling kenal."
































"Hm?"

Ghoul 2 | TREASUREWhere stories live. Discover now