8. RASA DAN WAKTU

Start from the beginning
                                    

"Bunda.."

"Udah, udah jalan dulu sana." Rangkul Bundanya sambil menuntun Arak e mobil yang suaminya sengaja design sendiri.

"Masuk, terus jangan lupa makan. Pulang jangan malam-malam ya," ujar Bundanya.

Ara hanya tersenyum, memeluk sesaat Bundanya. "Aku jalan bun," ucap Ara.

"Iya, hati-hati sayang."

Ara pun masuk ke kursi kemudi, menyalakan mesin. Dirinya menurunkan kaca gelap sedikit. Dan perlahan mobil itu mundur, memutar rodanya dan perlahan menghilang di balik pagar utamanya.

Sementara, di tempat tadi Bunda Ara masih terdiam. Tidak bisa mengerti bagaimana nanti ia akan jelaskan dengan putrinya. Ia tahu, apa yang putrinya cari di bawah pohon cemara.

*

Sesampainya di gedung a.k.a kantor barunya saat ini Ara pun tersenyum. Untung saja jalanan pagi ini tidak begitu padat. Jadi ia tidak terkena macet. Begitu turun dari mobil, Ara menuju ke resepsionis yang ada di lobby gedung tersebut.

"Selamat pagi mba. Ada yang bisa saya bantu?" seorang perempuan dibalik meja itu menyambut Ara. Senyum pun tidak ketinggalan dibibirnya. Sedikit menilai bahwa perempuan di depannya ini cantik hanya saja make up yang terlalu tebal mengesankan sedikit lebih dewasa.

"Saya mau bertemu dengan Pak Angga Aldrelic.." Ucapan Ara terhenti.

Mengapa namanya hampir sama seperti Kay? Apa Angga ada hubungan dengan Kay?

Ara menggeleng, menyakinkan diri ini pasti hanya kebetulan. Ya, Hanya nama bosnya saja yang sedikit mirip dengan Kay.

"Ini mba ada titipan buat mba dari Pak Angga," ujar Resepsionis yang Ara ketahui bernama Lita.

"Ini apa mbak Lita?" Tanya Ara balik.

"Ini ID card mba. Selamat bergabung mba. Nanti bisa langsung naik lift, dan menuju ke lantai 32 ya mba. Di sana ruangan Pak Angga."

"Terima kasih mba," ujar Ara dan berbalik.

Ara pun berjalan menuju lift, menekan tombol lift yang terdapat beberapa.

Ting.

1 pintu lift terbuka, Ara pun langsung masuk. Dia pun menempelkan ID card yang sudah ia kalungkan. Dan setelah itu menekan tombol 32.

Tinggi? Sangat. Tapi inilah sebenarnya yang Ara inginkan. Kerja di gedung tinggi, sehinggga jika ia sudah merasa resah. Hanya perlu berjalan sebentar untuk menuju rooftop.

Menikmati angin dan pretichor sehabis hujan. Aroma kesayangannya sejak ia pindah. Berawal saat ia kehujanan di tengah taman saat sedang duduk. Aroma tanah kering yang tersiram air membuatnya menjadi kecanduan.

Setiap hujan, ia selalu melihat rintikan dan menghirup aromanya. Dan saat salju turun, maka ia akan membiarkan tangannya tersentuh salju. Karena Angin, Hujan, dan Salju tidak lain adalah hati Ara saat ini. Begitu dingin, kaku, tapi sebenarnya masih terlalu lemah.

Ting.

Angka di atas pintu menujukkan 32, beriringan dengan pintu lift yang terbuka. Ara pun keluar dari lift, dan berjalan turun. Hanya ada 1 pintu besar di depannya. Dan 2 meja yang berada disamping pintu tersebut.

"Selamat pagi, mbak Ara?" Panggil seseorang dari belakang Ara.

Ara pun berbalik ke belakang. Ia melihat perempuan yang begitu tinggi dihadapannya.

"Salam kenal mbak, aku Rani. Sekretaris Pak Angga." Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya. Tentu saja Ara membalasnya dengan senyumnya.

Tapi, kalau perempuan ini sekretarisnya? Lalu dia sebagai apa? Menurut email dari Angga dia menjadi sekretaris.

Unless YouWhere stories live. Discover now