Part 37. Perseteruan 💕

Start from the beginning
                                        

Abi terus bergumam merutuki dirinya sendiri. Ia bernafas lega saat melihat ujung tangga. Tinggal turun lalu belok kiri, berjalan lalu berjalan menuju gerbang sekolah.

Namun hak itu tak terjadi. Saat hampir mencapai tangga, sebuah tangan terlebih dahulu membekapnya. Abi memberontak kala seseorang itu memyeretnya memasuki laboratorium kimia.

"Kurang ajar!"

Plak

"Ramon?!" Abi terpekik kaget kala tahu siapa yang baru saja di tamparnya. Ramon meringis memegang pipinya, tak terlalu kuat memang tamparan Abi, tapi tetap saja perih rasanya.

"Sakit Abi," keluh Ramon.

"Y-yang salah siapa?! Abi mana tahu itu Ramon!" elak Abi. Ia bersedekap tangan seraya memalingkan wajah dari tatapan Ramon.

Ramon terkekeh pelan. Mengusap pipi Abi. "Maafin, ya?  Kalo enggak gini pasti Abi gak mau ketemu."

"Abi mau pulang," kata Abi. Sedikit mendorong tubuh Ramon agar memberinya jalan.

"Kita perlu bicara, Abi." Ramon menahan pinggang Abi dengan kedua tangannya. Mendorongnya ke dindin dan mengurung pergerakannya.

"Ramon ..."

"Jangan menjauh Abi. Jangan pernah!" Abi meneguk saliva susah payah. Kalimat itu terdengar seperti perintah yang tak boleh di bantah. Penuh dengan ketegasan dan penekanan setiap katanya.

Ramon merebut paksa handphone dalam gengangam Abi. Mengangkatnya tepat di depan mata Abi.

"Ini," tunjuk Ramon dengan lirikan mata pada handphone ditangannya.

"Gak guna kalau chat dan telepon Ramon Abi abaikan!" tidak ada lagi wajah lembut Ramon. Wajahnya mengeras seiring deru nafasnya yang menderu kencang.

"Berapa puluh kali dalam sehari Ramon telepon. Gak ada satu pun yang Abi angkat. Berapa ratus pesan yang Ramon kirim, gak ada satu pun yang Abi balas. Jangankan balas, baca pun Abi tidak. Apa maksudnya begitu? Hm?"

Abi tak berani membalas tatapan Ramon yang menusuk tepat di maniknya. Wajah marah Ramon sungguh membuat nyali Abi ciut.

"B-bukan salah Abi. Ramon duluan yang-"

"Yang apa Abi?! Jangan mencari kesalahan orang lain untuk menutupi kesalahan Abi sendiri!"

Sungguh, tak tahan Abi untuk tidak menangis. Satu demi satu bulir air menetes dari pelupuk matanya. Mati-matian Abi menahan isakannya.

"Abi gak salah!" suara Abi yang tadinya pelan, sedikit meninggi.

"Masih belum mau ngaku salah Abi?!" Dicengkramnya dagu Abi agar mendongak menatapnya. 

Ramon mendekatkan wajahnya pada wajah Abi. Tatapannya fokus pada bibir Abi yang kecil. Hampir saja kedua bibir mereka bersentuhan, Abi lebih dulu memalingkan wajah.

"Abi?!" Ramon menggeram marah.

"Ramon nyalahian Abi, padahal Ramon yang menghilang duluan tanpa kasih kabar. Ramon gak tahu apa yang alamai selama Ramom gak ada. Mommy sama daddy udah tentuin tanggal pernikahan Abi sama Gael. Abi kesal, Abi butuh Ramon, tapi Ramon gak ada. Ramon kemana? Ramon menghilang!" Abi menangis sejadi-jadinya. Keluh kesah di hati sudah ia keluarkan. Itu membuat Abi sedikit lega.

Ramon menghela nafas gusar. Apa yang Abi katakan benar adanya. Tak seharusnya ia menghilang tanpa kabar seperti itu. Namun ada hal penting yang harus ia urusi.

Ramon menarik Abi dalam pelukan. Mengusap punggung Abi yang bergetar. Mencium puncak kepala Abi.

Abi mendongak dalam pelukan Ramon. Masih dengan derai air mata. "Abi harus gimana Ramon? Abi gak mau sama Gael. Abi gak mau ramon hiks ..."

"Abi tenang dulu, ya? Kita bakal pikirkan caranya," ucap Ramon, mencoba menghentikan tangis Abi.

"Gimana caranya Ramon? Gimana?! Dari dulu Ramon cuma bisa berucap tanpa tindakan. Tiga hari lagi Abi bakal menikah Ramon!" Abi berteriak frustrasi. Tangisnya semakin menjadi. Untung saja ruangan laboratorium ini kedap suara.

Ramon hanya dapat menunduk. Ia pun bingun harus melakukan apa. Di satu sisi ia tak mau Abi bersama Gael, tapi di sisi lain ia tak tahu cara mencegah pernikahan itu. Terlebih restu kedua orang tua Abi tak ada yang memperumit segalanya.

"Tiga hari. Cuma itu waktu Ramon untuk pertahanin Abi. Jangan buat Abi kecewa."

Setelahnya Abi meninggalkan Ramon dengan segala perasaan frustrasinya. Ia kecewa sekali pada Ramon yang tak bisa berbuat apa-apa. Sekarang yang bisa Abi lakukan hanya berdoa. Semoga masalah ini segera berakhir.

******

See you next part.....








PenulisRR:')
Senin 11 April 20222 (21:10)

.

I'm YoursWhere stories live. Discover now