Bab 22

1.9K 112 7
                                    

Semilir angin malam menerpa wajah cantiknya, membuatnya memejamkan matanya perlahan.
Dinginnya malam seolah tak ia pedulikan. Duduk dengan tatapan kosong sambil menatap langit yang bertabur  ribuan bintang menambah cantiknya langit angkasa dan bulan  malu-malu tampakkan diri.

Kedua kelopak matanya terbuka perlahan mendongakkan kepalanya ke atas kamar.

"Hhh ...." hembusan napasnya terdengar begitu berat dan memilukan.

Rambut panjangnya berterbangan karena angin berbisik pelan padanya.

"Sampai kapan?" lirihnya pilu. Setitik air mata terlihat mengenang disana. Namun, sebisa mungkind ia menahannya.

"Kamu kenapa, El?" tanya Yasmin saat melihat anak semata wayangnya terus berdiam.

Ia melirik sang ibu dan menghampirinya dengan langkah gontai, ia peluk Yasmin dan menangis di bahunya. Wajah wanita separuh baya itu menatap anaknya dengan heran.

"El, apa ada masalah? Ayo, berbagi sama ibu."  Yasmin melonggarkan pelukannya.

El duduk diatas brankar dengan pandangan kosong. "Aku udah buat anak orang celaka, Bu." Seketika pertahanannya luruh.

"Anak siapa, Nduk?"

"Syifa. Anak Pak Al," jawab El gugup.

"Astagfirullah, ko bisa?!"

"Aku sudah lalai menjaganya, ini semua salahku, Bu."

Yasmin  melihat El yang terus merasa bersalah membuat ia ikut merasakan apa yang anaknya rasakanya. "Sini cerita sama, ibu. Bagaimana kejadiannya?"

El mulai menceritakannya dari awal sampai akhir dimana ia di usir oleh bosnya itu.

"Suttt... kamu jangan merasa bersalah. Lagian ini bukan salah kamu juga, Nduk. Ini murni, bukan salah kamu atau Syifa,  semuanya sudah takdir Allah. Jangan terlalu dipikirin, In Sya Allah Syifa bakal sembuh seperti sediakala. Untuk bosmu itu, kamu tetap optimis mungkia dia marah karena syok melihat anaknya masuk rumah sakit, jangan berpikir terlalu jauh. Jadikan ini sebuah pelajaran, tanpa kesalahan kamu tidak akan pernah tau apa yang perlu diperbaiki." Yasmin memeluk El dengan erat setelah mendengarkan ia bercerita.

"Tapi kenapa rasanya sakit sekali, bu?" tanya El dengan sesak di dadanya.

"Sakit liat Syifa masuk rumah sakit atau sakit karena dibentak oleh Pak Al?"

"Dua-duanya," cicit El menunduk.

Yasmin tersenyum. "Kamu punya rasa sama bosmu itu?"

"Gak, kata siapa?" tanya El menghapus air matanya.

"Kata ibu,"  balas Yasmin sambil tertawa melihat raut wajah anaknya.

"Tidak ada yang melarang kamu jatuh cinta ke siapapun, tapi kita juga harus liat drajat kita beda jauh sama mereka, kalau boleh ibu minta kamu jauhin perasaan itu," ucap Yasmin membuat El terdiam.

"Kenapa, bu? Apa salah ya, kita jatuh cinta," tanya El, dirinya tak mengerti.

"Gak ada yang salah, El. Ibu hanya memperingati kamu agar kamu mainnya tidak terlalu jauh," jawab Yasmin mengelus rambut El.

"Aku udah dewasa, bu. Aku bukan anak kecil lagi,"

"Ibu tau. Kalau kamu udah dewasa, kamu pasti paham apa yang ibu maksud,"

"Ini salah takdir! Kenapa El harus ketemu sama dia sih, dan kenapa semuanya harus kacau, Tuhan lagi marah ya? Sampai-sampai hukum aku seperti ini," ucap El  kesal sambil cemberut.

"Takdir gak pernah salah, jangan salahin takdir untuk apa pun yang terjadi," ujar Yasmin.

Yasmin tau, anaknya sudah dewasa bahkan sudah mengenal cinta sejak umur belasan, dirinya hanya takut kisah cintanya seperti dulu, berakhir dengan kesedihan yang membuatnya trauma.

My Duda [HIATUS]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ