6

817 88 6
                                    

Rendi terbatuk-batuk kecil dan segera lagi bangkit tak menyerah untuk bisa memasukan garam yang ia genggam kedalam mulut Naka.

"Ark.." Rendi meringis merasakan sakit ditubuhnya. Namun usahanya tak sia-sia, ia sudah berhasil memasukan garam kedalam mulut Naka.

Hantu itu berteriak kesakitan tak lama ia keluar digantikan oleh kesadaran Naka, namun kesadaran itu tak berselang lama. Naka hanya membuka mata untuk memuntahkan isi perutnya setelah itu ia kembali tak sadarkan diri. Naka pingsan.

Hantu itu marah, ia memberantak kan semua isi yang ada di dalam kelas kosong itu. Bahkan lemari kayu besar dijatuhkannya dan hampir menimpa mereka berempat. Tak sampai disitu tubuh mereka berempat terbanting secara bersamaan membentur lantai dan tembok.

Tubuh Rendi melayang, ia merasa tercekik dilehernya ia tau bahwa hantu itu yang melakukannya. Ini akan jauh lebih sulit karena ia menghadapi sesuatu yang tak bisa mereka lihat, hanya mengandalkan insting dan saling melindungi.

Haekal yang melihat itu segera melemparkan garam ketempat sekiranya hantu itu berada, sesaat terdengar jeritan melengking dari hantu perempuan itu lalu tubuh Rendi jatuh kebawah dari ketinggian sekitar dua meter dari lantai. Nafas rendi terengah-engah kekurangan pasokan oksigen. Bukannya selesai kini giliran Haekal yang mendapat bantingan pada tubuhnya keatas tumpukan kursi dan meja di pojok ruangan. Haekal hampir pingsan dibuatnya, namun ia masih mampu untuk mempertahankan kesadarannya.

"Aku hampir mati" Haekal melirih dipojok ruangan masih setia tergeletak di atas tumpukan kursi dan meja kayu. Menghembuskan nafas perlahan meresapi rasa sakit yang ia terima ditubuhnya.

"Jeano kuatkan auramu buat hantu itu takut" Rendi berucap setelah berhasil menetralkan nafasnya.

"Aku akan berusaha fokus" Jeano menyahuti, ia masih terduduk dengan memeluk tubuh adik kembarnya berusaha untuk melindungi tubuh lemah itu. Belum begitu sempat menfokuskan diri Jean beserta Naka yang berada di pelukannya terlempar jauh hingga membentur pintu kayu kelas kosong itu. Setelah menetralkan sedikit rasa sakitnya Jean kembali memfokuskan diri.

"Dia berada didekat jendela, siramkan cuka dan garam itu cepat Rendi!!" Jeano berteriak saat ia dapat merasakan keberadaan hantu itu. Tak mudah baginya bisa tau keberadaan hantu itu, ia butuh mengeluarkan banyak energi untuk itu belum lagi ia sudah dihajar habis-habisan sebelumnya.

Tak tanggung-tanggung Rendi menyiramkan semua cuka dan garam yang tersisa tak mau melewatkan kesempatan emas ini, sebelum hantu itu kembali menyerang mereka. Jeritan melengking keras dan menyakitkan terdengar. Tak butuh waktu lama suara itu lenyap beserta sang hantu. Mereka tau itu dengan kembalinya atmosfer yang terasa di ruangan itu lebih ringan. Mereka bernafas lega menjatuhkan tubuh kelantai dengan lelah, berusaha sedikit menetralkan rasa pegal yang mereka terima. Naka bahkan sudah pingsan sedari tadi dengan hidung dan kepala yang terus mengeluarkan darah.

"Kita harus segera keluar dari sini" Jeano berusaha bangkit dengan tubuh Naka di gendongan punggungnya. Meski tubuhnya terasa sakit ia harus tetap membawa Naka seperti ini.

Mereka bertiga berjalan terseok segera meninggalkan bangunan sekolah ini. Selama dalam perjalan dalam lorong, bangunan sekolah ini tampak aneh, seperti tak terawat dan tak pernah terjamah manusia. Banyak tanaman merambat yang tumbuh, plafond-plafond pun banyak yang sudah berjatuhan. Mereka saling berpandangan menyalurkan pikiran negatif mereka masing-masing.

"Sepertinya ini bukan gedung sekolah kita" Jeano memecah keheningan.

"Aku rasa memang bukan" Haekal menanggapi.

Mereka bertiga terus berjalan mencari jalan keluar dari gedung ini. Tebakan mereka benar ini bukan sekolah mereka, bukan SMA pelita. Haekal dengan inisiatif nya membuka ponsel dan mencari alamat SMA pelita lewat maps di ponselnya.

"Kita bukan berada di SMA pelita, jaraknya empat kilo dari sini" Haekal berkata menjawab kebingungan mereka.

"Apa kita dipindahkan oleh makhluk itu?" Rendi bertanya.

"Sepertinya begitu"

Beberapa hari telah berlalu, setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit terutama bagi Naka yang mendapat luka serius, mereka berempat memutuskan untuk kembali ke kota asal mereka. Mereka juga memutuskan untuk melanjutkan bersekolah di kota asal mereka dan satu lagi keputusan terbesar yang mereka buat yaitu mereka memutuskan untuk menyembunyikan hal yang mereka alami kepada kedua orang tua mereka masing-masing. Menutup rapat-rapat rahasia yang hanya mereka berempat tau.

Mereka berempat telah mendapat sebuah pengalaman masa remaja yang tidak mengenakkan, dimana hal itu melibatkan nyawa mereka. Cukup trauma jika dibilang, mereka masih terlalu muda untuk mengalami hal semengeri kan itu.





TAMAT





Ga berharap banyak dari book ini, soalnya ini cerita cuma tugas sekolah yg aku up di sini.

Cerita ini mungkin bagi sebagian orang jauh dari kata bagus, yah apa mau di kata?...

Terimakasih buat yg mau baca komen dan vote.

See u the next book~

LAIN SISIWhere stories live. Discover now