BAGIAN 6 [FOTOGRAFI]

Start from the beginning
                                    

"Iya ma... "

Setelah kepergian mamanya menuju keluar ruangan dapur, lelaki itu lantas meletakkan kembali pisau diatas talenan yang sempat ia gunakan tadi. Padahal belum ada sepuluh menit dirinya berada ditempat ini, namun mama malah menyuruhnya untuk segera pulang.

Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti ucapan mamanya. Toh memang benar bagaimana nanti jika Jeffin tiba-tiba pulang dan sama sekali tidak ada orang didalam rumah, yang ia takutkan adalah kakaknya itu yang tiba-tiba saja kambuh didalam rumah, namun sama sekali tidak ada orang yang mengetahuinya.

Langkah kaki pemuda itu berjalan mengambil sebuah tas dan topi yang semula ia taruh di paku yang tersedia disana. Nana langsung memakai benda-benda yang ia butuhkan untuk keluar itu, lalu langkahnya berjalan menuju ke luar dapur.

Disana tercium jelas bau khas dari bakso yang mama buat. Ingin sekali ia mencicipi bakso tersebut namun tidak mungkin mamanya akan memberikannya begitu saja, mengingat bahwa disini banyak sekali para pelanggan yang datang dan tentunya tidak akan ada sisa sedikitpun untuk dirinya.

Lelaki itu lantas segera berjalan pergi dari tempat ini, namun sebelum melangkah ia terlebih dahulu mengucapkan salam kepada mama dan juga beberapa karyawan yang berada disana, walaupun tidak ada sama sekali yang mendengarkan karena keadaan saat ini bisa terbilang cukup ramai.

Nana lantas segera berjalan menjauh dari tempat ini. Lelaki itu memakai masker, topi dan berbalut dengan Hoodie yang sedari tadi ia gunakan. Rasa gerah sudah biasa ia rasakan, namun entah mengapa Nana masih belum terbiasa dengan panas yang berada di tubuhnya. Begitupun keringat yang menyembul di pelipisnya karena dirinya merasakan hawa panas didalam tubuh.

Bagi semua orang pasti sinar matahari sangatlah baik untuk kesehatan, terutama pada tulang yang dapat memberikan vitamin D. Tentu saja hal itu sangat baik karena mampu membuat tubuh lebih terasa sehat.

Namun berbeda dengan dirinya yang sedari kecil harus terus menghindari sinar matahari itu. Alerginya terhadap sinar Surya yang sudah ia rasakan selama delapan belas tahun ini sangatlah menyiksanya.

Untuk keluar saja dirinya harus menggunakan pakaian berat yang mampu membuat dirinya gerah.

Dulu sewaktu ia masih duduk dibangku SMP, Nana pernah pergi keluar hanya dengan pakaian ringan berupa kaus putih berlengan pendek dengan celana kolor yang hanya berukuran sampai ke lutut saja.

Kata bang Jeffin sinar matahari mampu membuat tulang menjadi kuat dan sehat. Tanpa pikir panjang dan mengingat larangan orang tuanya, Nana langsung mengikuti kemana arah abangnya pergi.

Namun dirinya tidak mampu menahan rasa panas yang menjalar ditubuhnya. Alhasil kulitnya melepuh menjadi merah dan bahkan sampai membuat napasnya sesak tidak karuan.

Untung saja dengan bantuan cepat Jeffin langsung menggendong tubuh adiknya tersebut diatas punggungnya. Sesampainya di rumah Nana langsung dibawa kerumah sakit karena saat itu adiknya hampir tidak sadarkan diri.

Dokter memberikan sebuah obat yang harus dioleskan ke setiap kulit Nana hingga ruam merah itu semakin mengecil. Untungnya tidak ada hal lain yang terjadi hingga tidak memerlukan dirinya untuk terus menginap ditempat yang serba putih ini.

Semenjak saat itu, Nana tidak lagi berani keluar dengan pakaian terbuka. Ia terus memakai Hoodie yang sudah ayah belikan untuknya. Bukan hanya itu, ia juga harus mengonsumsi obat yang mampu membuat alerginya tidak menjadi lebih parah.

Entah sampai kapan hal seperti ini terjadi. Nana semakin bosan jika ia terus memakai pakaian panjang serta menutupi wajahnya itu dengan masker dan topi yang terpasang di kepalanya.

Setiap kali ada pelajaran olahraga disekolahan. Pemuda itu hanya melakukan didalam ruangan untuk mempraktekkan setiap peragaan yang guru berikan.

Terkadang sinar matahari yang mampu menembus sampai ke kulitnya itu membuat dirinya terasa seperti dibakar. Saat ia lupa untuk mengoleskan sebuah obat ke setiap inci kulitnya, Nana selalu merasakan jika sinar matahari itu bisa menembus sampai ke dalam tubuhnya.

Rasanya gatal, perih, panas, sakit. Semuanya menjadi satu. Tidak jarang juga ia selalu bersin ketika terlalu lama berada diluar ruangan.

Dari sekian banyaknya teman sekelasnya, mungkin hanya dia saja yang memiliki nilai rendah dimata pelajaran penjas.






°°°




Kedua kaki jenjangnya sudah sampai didepan pekarangan rumah yang selalu ia tempati. Lelaki itu lantas segera berjalan masuk kedalam berniat untuk segera melepas Hoodie yang ia bawa. Rasanya sangat gerah sedari pagi tadi ia hanya memakai pakaian panjang nan tebal itu.

Suara salam kini terdengar jelas menggema didalam ruangan tersebut. Tidak ada yang menjawabnya karena saat ini rumah dalam keadaan yang sepi, tidak ada orang yang berada disana.

Helaan napas terdengar dari mulutnya. Sudah bisa dipastikan jika Jeffin masih belum sampai dirumah. Pria itu masih berada di kampusnya.

Nana melanjutkan langkahnya menuju ke dalam kamar yang selalu digunakan oleh dua orang didalamnya. Lelaki itu melepas Hoodie beserta benda yang tadi ia gunakan dan juga menaruh tas nya di bibir ranjang.

Manik matanya menangkap sebuah kamera yang terdapat diatas nakas dekat dengan ranjangnya. Lelaki itu lantas segera mengambilnya dan mengecek setiap sisinya.

Tangannya gatal ingin segera menangkap pemandangan untuk kameranya. Dilihatnya setiap sisi ruangan kamar yang mungkin dapat menjadi objek untuk karya seni fotografi nya.

Entah mengapa ia ingin sekali menangkap gambar secara berulang-ulang, padahal sebelumnya pemuda itu sudah pernah menangkap objek yang terdapat disetiap sudut kamarnya. Dari foto yang terpajang didinding, rak buku, tempat belajar, semuanya hampir sudah pernah ia foto. Bahkan sang kakak yang tengah belajar diatas ranjang nya sambil tengkurap, dengan isengnya Nana selalu memfoto sang kakak dari arah belakang supaya Jeffin tidak menyadari perbuatannya itu.

Namun suara yang terdapat dari kamera yang ia pegang mampu mengacaukan segalanya. Tentu saja Jeffin mendengar jelas suara jepretan dan juga flas cahaya yang berasal dari kamera kesayangan adiknya.

Untuk pertama kali dulu memang Jeffin menjadi risih jika terus difoto diam-diam oleh adiknya. Namun seiring berjalannya waktu lelaki itu semakin bisa memaklumi kebiasaan Nana yang mungkin sudah tidak dapat dihilangkan.








°°°

Forgotten Nana [END]✓Where stories live. Discover now