Denouement

134 4 0
                                    

Zalfa Rania Hawa

"Kak! Kakak!" panggil gadis kecil dengan nada riang.

"Adek!" sahut sang kakak lalu berlari ke arah adiknya.

"Hai kakak, kenapa sedih?" Tanya sang adik, Lula.

Tio hanya terdiam sambil menatap Lula, ia menarik Lula ke dalam pelukannya. Cukup lama Tio memeluk, akhirnya Lula yang melepaskannya lebih dulu.

"Aku nggak tau kakak lagi sedih karena apa, tapi aku bakal bikin Kakak seneng lagi! Ayo ikut aku main di sana Kak." Ajak Lula sambil menunjuk danau yang di kelilingi taman yang indah, yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Ayo, kamu mau main apa?" Tanya sang kakak sambil tersenyum.

"Di sana ada ayunan tau Kak. Nanti Kakak duduk di sana, aku yang dorong!" Lula berkata sambil tertawa membayangkan bagaimana ia mendorong sang kakak yang tubuhnya jauh lebih besar darinya.

"Emangnya kamu bisa? Kamu kan kecil." Goda sang Kakak.

"Jangan remehin aku ya! Ayo cepet Kakak duduk, aku yang dorong." Lula menyuruh Tio duduk di ayunan yang akan ia dorong. Tio akhirnya mengikuti ucapan Lula, ia duduk di ayunan tersebut. Lula berdiri di belakang sang kakak bersiap untuk mendorongnya.

Mereka berdua terlihat sangat bahagia, tergambar jelas dengan banyaknya tersenyum, tawa, saat menghabiskan waktu bersama. Tio dan Lula bergantian menaiki ayunan tersebut, sekarang Lula yang naik dan Tio mendorong nya. Tio tersenyum melihat Adiknya tertawa bahagia, ia merasa bahwa dirinya telah hidup kembali. Ia berharap semua ini tidak cepat berlalu.

"Aku mau mancing deh, ayo kita mancing kak."

Mereka berdua berjalan menuju pinggir danau, ternyata di sana sudah ada peralatan memancing lengkap, entah punya siapa. Akhirnya mereka memancing ikan, berharap mendapatkan ikan yang banyak dan jika beruntung bisa dibawa pulang untuk santapan di rumah

"Lul, liat kakak bakal dapet ikan yang besar."

"Aku juga bakal dapet ikan yang ga kalah besar dari punya kakak!" balas Lula tidak mau kalah.

"Kalo kakak dapet ikan yang lebih besar, Lula gak usah capek mincing lagi. Gak akan habis dimakan berdua,"

"Kakak...." Panggilnya lirih menunjuk umbul-umbul pancingan yang bergerak.

Benar saja benang pancing yang meluncur ke sana-sini. Namun naas, Lula tidak cukup kuat untuk menahannya, sampai akhirnya ia tertarik oleh pancingannya ke dalam danau.

"KAKAK!" Teriak Lula sebelum masuk ke dalam air.

Tio yang menyadarinya bergegas langsung melompat masuk ke dalam danau untuk menyelamatkan adik tercintanya. Ia menarik tubuh adiknya untuk mendekat padanya, lalu Tio membawa tubuhnya menepi ke daratan. Meskipun baru tercebur sebentar, dikarenakan kepanikan yang melanda Lula serta riwayat tubuhnya yang ringkih, ia tak sadarkan diri.

Beruntungnya Tio yang sigap segera menolong dengan pertolongan pertama yang ia pelajari di Mapala. Namun tetap saja badan Lula lemas meski masih sadar ia hanya sedikit kehabisan nafas. Denyut nadi Lula mulai membaik dan napasnya mulai teratur. Tio tertohok dan merasa anehnya, sekujur badan Lula memiliki banyak lebam.

Dari mana luka ini berasal? Pikir Tio

"Lul, ini sakit?" Ia memegang pelan luka tersebut. "Apakah tadi kamu terbentur batu atau ranting pohon?"

Lula hanya diam.

Setelah nafasnya kembali normal, Lula menjawab pertanyaan Tio.

"Kak, maaf. Ini luka yang aku dapat waktu itu, maaf aku nggak pernah bilang ke kakak. Aku gamau kakak khawatir, tapi ternyata aku salah udah menyembunyikan ini semua." Suara Lula bergetar.

"Lula..." Panggil Tio lirih seraya air matanya mulai menetes.

"Aku takut Kak waktu itu, sangat takut. Aku nggak bisa cerita karena aku sendiri belum siap. Aku takut bakal bikin kakak khawatir, makanya sampai kini aku nggam pernah cerita. Aku kira dengan aku diam, semuanya bisa selesai sampai situ aja, ternyata aku salah mereka ngelakuin hal yang lebih parah. A-aku.." Lula tidak bisa melanjutkan kata-katanya, ia menangis.

Dengan segera Tio menarik Lula ke dalam pelukannya. Ia memeluknya erat, tidak ingin melepaskan adik tersayangnya. Ia menangis membayangkan bagaimana takutnya sang adik kala itu.

"Maaf, kakak minta maaf. Kakak belum bisa jadi kakak yang baik, yang bisa lindungin kamu. Maaf kalo kamu harus menanggung ini semua sendirian. Maaf, Lula."

Lula mengangguk. Mereka saling melepaskan beban yang ada. Setelah di rasa lega, mereka melepaskan pelukan tersebut.

Tio menatap adiknya. "Siapa yang melakukan ini?"

Dari kejauhan terlihat beberapa orang mengenakan baju putih, mereka mendekat ke arah Lula dan Tio. Takut, itulah yang Tio rasakan. Ia takut akan kehilangan Lula lagi.

"Lula, udah waktunya pulang." ucap salah satu dari mereka dengan ramah.

Lula melihat ke arah Tio.

"Kakak, sedihnya jangan terlalu berlarut ya. Kakak harus bahagia tanpa aku, aku seneng di takdirkan bisa punya kakak yang baik banget. Jangan lupain aku. Let come what comes, let go what goes, see what remains. Aku jagain kakak dari atas ya."

Mereka berpelukan untuk yang terakhir kalinya. Rasa sesak, sakit, dan tidak ingin kehilangan memenuhi dada Tio. Namun jika sudah takdirnya, siapa yang bisa melawan? Lula dan orang yang berpakaian putih tersebut menjauh dari pandangan Tio, lalu menghilang. Tempat yang tadinya cerah berangsur gelap seakan hujan akan turun, penglihatan Tio semakin gelap dan tak lama setelah itu semuanya benar-benar gelap tidak bisa melihat apapun.

Tio terbangun dari tidurnya. Ia berkeringat cukup banyak, dan di ujung matanya terdapat air mata yang menetes. Hal pertama yang ia lakukan saat beranjak dari kasurnya adalah menyeka matanya.

"Lula..." lirihnya. "Siapa pun dia, Kakak janji akan kejar sampai liang lahat. Kakak bakal temuin pelakunya. Pasti!"

Langkah pertama memang selalu sulit, beberapa manusia akan kehilangan arah, termasuk Tio. Tadinya ia ingin coba menyelesaikan semuanya sendiri. Namun semakin ia melangkah batinnya melemah apalagi kestabilan emosinya yang kerap tak terkendali akibat usianya yang masih muda.

Atas beberapa pertimbangan dan hasil renungannya Tio meminta bantuan kepada kedua orangtua mereka untuk menindaklanjuti kasus Lula. Ia juga bantu menyelidiki kasus Lula di sekolahnya. Namun, tanpa sepengetahuan Tio kedua orang tuanya sudah melakukan penyelidikan dibantu dengan kolega Ayahnya untuk mengusut tindakan pelecehan dan perundungan di sekolah. Menurut penuturan Ayahnya, tersangka sudah diketahui dengan mengerucut kepada ekskul yang diikuti Lula yaitu Renang.

Dibukanya CCTV sekolah menjadi titik terang perihal kejadian yang menimpa Lula. Dan, seperti sebuah domino yang bergulir, masih banyak korban-korban lainnya hingga akhirnya tersangka pun ditangkap. Kasus Lula terpecahkan begitu juga dengan sekelumit rahasia yang tersimpan. Tio merasa lega, karena pelaku yang membuat adiknya menderita kini sudah di hukum berat. Tio hanya ingin semuanya berakhir sampai sini dan tak ada lagi korban selanjutnya. Hal ini jelas akan menghancurkan korban beserta sanak keluarganya.

CERFIKS (CERITA FIKSI)Where stories live. Discover now