Dunia yang Berlari

290 4 0
                                    

SAJ

Kasur putih yang menjulang tinggi bukanlah hal yang asing untuknya ketika matanya terbuka di pagi hari. Bahkan ini kelima kalinya dalam seminggu terakhir terjadi kepadanya. Entah karena dia tidur terlalu ke ujung atau hanya kesialan belaka.

Namun bukan itu yang membuatnya mengernyitkan dahi hari ini, tetapi adalah keheningan pagi yang menurutnya sudah sirna semenjak tetangga sebelah memelihara ayam.

Tidak, bukan itu juga.

Di luar dia mendengar kebisingan namun bukanlah pekikan ayam berkokok menyambut langit biru dengan sedikit ungu. Namun suara monyet–monyet yang mulai bisa bicara; bercakap–cakap menanyakan kabar dalam bahasa mereka sendiri.

"Monyet – monyet itu telah belajar untuk terbang!". Dia mendengar seseorang berteriak di ujung paru – parunya dari luar.

Dasur tidak percaya apa yang dia dengar, melawan kemalasan yang mengikat badannya ke lantai dan perlahan melangkahkan kaki ke luar kamar ke depan balkon. Dia harus mengucek matanya berkali–kali, karena apa yang dia lihat benar–benar tidak masuk akal.

Mereka berterbangan ke sana kemari layaknya burung, namun menggunakan ekor mereka sebagai baling–baling. Hewan yang dianggap kerabat jauh manusia itu telah menguasai angkasa dengan ekor berbulu putih kecoklatan mereka.

Tidaklah seekor monyet kalau ia tidak mencuri. Mereka terbang masuk melewati jendela–jendela yang terbuka dari rumah orang–orang yang masih terlelap tidur. Tiga ekor monyet masuk ke rumah tetangga Dasur sekaligus kawannya, satu keluar membawa seekor ayam goreng utuh bekas kemarin sore selepas syukuran, satu lagi keluar mengenakan pakaian dalam wanita sebagai kacamata, dan yang paling terakhir kesusahan keluar karena ia mencoba membawa kabur sebuah televisi yang terlalu besar untuk jendela itu.

"Apa – apaan ini?" bisik Dasur melihat sekelilingnya, monyet – monyet saling kejar mengejar berebutan rampasan perampokan subuh.

Priit! Sebuah makhluk bundar keluar dari dalam sebuah mobil hitam besar mengenakan topi polisi. Di sebuah lubang gelap yang mungkin itu mulutnya, sebuah benda kecil mirip peluit terdengar melengking mengikis telinga. Ia tidak bermata dan tidak berhidung pula, hanya ada sepasang kentang kecil berlubang berfungsi sebagai alat dengarnya disampingnya, aroma khas darinya tercium mirip bau kentang dan daging yang digoreng.

"Itu kan polisi perkedel! Syukur Tuhan kita terselamatkan!".

Dasur menggumam dan yakin dunia sudah menjadi gila, atau setidaknya dia sendiri. Monyet terbang, polisi perkedel, apa yang sebenarnya terjadi di Jakarta?

Setelahnya kejar–kejaran antara polisi perkedel dan kawanan monyet terbang tak terhindarkan. Sayang kawanan monyet itu lebih banyak jumlahnya dibanding Polisi Kentang itu,ketika monyet itu terbang mereka menumpahkan saus sambal ke kepalanya. Asap panas keluar dari kepalanya, ia mengambil sebuah perangkat yang berbentuk balok hitam dari kantong celananya dan mulutnya komat - kamit sambil mengeluarkan bau harum kentang daging goreng di dekat lubang yang ada di bagian bawah balok hitam itu. Tak lama, dari segala arah datang lagi mobil hitam besar lainnya, membawa polisi perkedel lainnya.

Di tangan Polisi Kentang itu sebenarnya ada senapan yang siap ditembakkan. Sayangnya, senapan itu dipegang oleh makhluk tak bermata. Sehingga tatkala senapan itu ditembakkan dan mengeluarkan jaring–jarring perangkap menjadi tak terarah. Malah menjadi salah sasaran mengenai kursi plastik dan kucing yang terlelap di teras.

Dasur menutup kembali pintu balkonnya dan berjalan ke depan pintu kamar mandi. Tangannya bergemetar membuka pintu perlahan. Telunjuk kirinya menekan saklar lampu menerangi kamar mandi berdinding ubin motif ikan itu. Di depannya, kumpulan sabun dan shampoo berdiri tegak berjajaran di atas meja putih tak berkaki. Air di dalam bak mandi masih berwarna jernih seperti kemarin. Gayung kuning mengambang di atasnya bak kapal perang di lautan.

CERFIKS (CERITA FIKSI)Where stories live. Discover now