Keping 11: Broken Heart

17 4 0
                                    

Gibran pov

Gadisku, sebulan sudah aku membentang jarak, munafik rasanya jika aku tidak merindukanmu. Hidupku terasa hambar, ingin sekali kudatangi rumah atau pun sekolahmu hanya untuk menanyakan rindukah dirimu padaku? Tak pernah aku merasa segalau ini jika berurusan dengan perempuan, tapi gadisku, kau bahkan belum genap 17 tahun. Denganmu aku tak berani bermain lebih, tak seperti perempuan-perempuan yang dekat denganku, tak satupun yang lolos dari cumbuanku. Bersamamu aku merasa berbeda, jangankan mengecup bibirmu menggenggam jemarimu saja aku tak kuasa menahan degup jantungku yang rasanya ingin ke luar dari tempatnya.

"Ya Allah apakah ini namanya jatuh cinta?" ucapku lirih dalam diam.

"Fa, kenapa kamu menghindar dari Kayla? Dia sering nanyain kamu, katanya kamu tiba-tiba menghilang," tegur Ferri padaku yang seketika menyadarkanku dari lamunan.

"Aku sudah jadian sama Ranti," jawabku singkat yang sontak membuat Ferri emosi sedangkan aku masih fokus bermain dengan ponsel, berpura-pura mengacuhkan tegurannya.

"Kamu Gila Fa! Kan sudah aku bilang jangan main-main sama Kayla, apa yang kamu lakukan pada Kayla?" tegur Ferri dengan kedua netra berkilat marah. Tanpa kuduga Ferri menarik kerah kemejaku dengan kasar seraya menatapku tajam penuh ancaman.

"Demi Allah Fer aku tidak pernah menyentuh Kayla, justru aku ingin selalu menjaganya dengan baik. Aku menjauh karena aku menyanyanginya, aku tidak mampu mengontrol diriku saat berdekatan dengannya," balasku dengan tatapan sendu yang seketika membuat Ferri menghempaskan tangannya dari kerah kemejaku dengan kesal.

"Kamu pasti tahu Fer rasannya menahan perasaan rancu seperti ini? Sungguh ironis memang, aku jatuh cinta pada gadis belia berusia 16 tahun," terangku seraya menghela nafas panjang lalu menghembuskan perlahan.

"Klau kamu mencintainya, mengapa kau malah menjauhinya Fa?" ucap Ferri dengan sorot mata meredup. Aku tahu Ferri pasti kecewa karena aku mengingkari janjiku padanya.

"Aku tidak tahu Fer! Aku bingung," balasku sembari menjatuhkan tubuhku di atas sofa. Rasanya hatiku sangat lelah.

Tak lama ponselku berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Ku raih ponselku dan membuka kunci layar. Nama Kayla muncul di sana yang seketika membuat Ferri menatapku penuh curiga. Tanpa memedulikan Ferri kubaca pesan dari Kayla dengan jantung berdebar.

"Assalamualaikum Kak Gibran? Apa kabar?"

Tanpa ingin membalas pesannya kuhempaskan ponselku ke atas meja.

"Terserah loe!" Ucap Ferri lalu beranjak dari tempat duduknya menuju kamarku. Sejak aku memutuskan menghindar dari Kayla, aku sudah jarang datang ke kosan Ferri. Jadi, sekarang Ferri_lah yang berganti sering datang ke tempat kosku.

***

"Jalan yuk Fa, kangen!" rengek Ranti dengan manja padaku.

"Ok nanti selesai kuliah aku tunggu di parkiran ya?" jawabku santai. Kuakui aku sudah sebulan berpacaran dengan Ranti. Dengan Ranti pun aku tidak pernah serius dan ini kesempatan emas untuk aku mengakhiri hubungan tidak jelas ini, bahkan aku tidak tertarik dengannya meskipun dia adalah gadis tipe idamanku.

Kuputuskan akan mengakhiri hubunganku dengan Ranti dan meminta maaf pada Kayla. Tapi semua terjadi di luar rencana. Saat baru akan aku mulai menyampaikan maksudku pada Ranti, tiba-tiba suara siswi SMA ramai di bilik sebelah tempat aku berkencan bersama Ranti dan aku sangat mengenal suara itu. Parahnya saat Ranti memelukku dengan mesra Kayla sudah berdiri di depan bilikku dengan mata berkaca-kaca. Tatapan penuh luka dari kedua netranya membuatku terpaku. Kulihat punggungnya yang semakin menjauh ke luar kafe. Aku beranjak dari tempat dudukku berusaha mengejarnya tanpa menghiraukan pertanyaan Ranti yang bertubi-tubi menyerangku.

Kuraih tangan Kayla dengan paksa lalu menatap wajahnya yang basah oleh air mata. Rasa sesak menghujam dadaku melihatnya terluka seperti ini. "Kay," desisku sembari menggenggam jemarinya erat. Ia menatapku sekilas lalu memalingkannya.

"Kayla aku bisa jelasin semua tapi tolong jangan menangis!" Pintaku lirih sembari mencoba mengusap air mata di pipinya. Tanpa kusangka Kayla menampik tanganku dengan kasar yang hampir menyentuh wajahnya.

"Nggak perlu Kak! Aku nggak punya hak marah, aku bukan siapa-siapa, memang aku sendiri yang ke ge-eran dengan perhatian kakak, aku hanya gadis kecil yang bahkan belum genap 17 tahun, maaf Kak!" ucapnya dengan suara bergetar sedang aku hanya mematung, bibirku tercekat. Bahkan aku pun tak sanggup mengatakan rindu padanya.

"Ayo Kay nggak usah nangisi cowok playboy kayak dia!" ucap Febby dengan tatapan kebencian dan menarik tangan Kayla menjauh dariku sedangkan aku hanya mampu menatap punggungnya tak berdaya yang menjauh dari penglihatanku.

***

Gadisku, tiga tahun berlalu aku masih tak mampu melupakanmu, entah berapa kali aku berganti pacar tapi hatiku masih saja terpenuhi bayangan dirimu. Andaikan ada kesempatan kedua aku tidak akan menyakitimu lagi, aku tidak akan menyia-nyiakan kamu, tapi masih bersediakah kau memaafkan aku? Laki-laki brengsek yang menorehkan cinta pertama sekaligus luka terdalam.

Sekian lama aku mencari kabarmu dan akhirnya aku menemukan harapan baru. Aku mendapatkan alamat kampusmu dan detik ini juga kuarahkan laju mobilku menuju kampusmu.

Dari kejauhan kuperhatikan gadisku, dia semakin cantik dan dewasa, setelan celana jeans dan kemeja navy beserta jilbab pasmina bermotif yang ia kenakan menambah kecantikannya, dia tampak sempurna dengan kaki jenjangnya. Gelak tawanya mengumbar auranya yang semakin matang. Ah gadisku aku jatuh cinta lagi padamu.

Aku bergegas turun dari dalam mobil dengan perasaan tak menentu, sekali lagi kutamatkan senyumku pada kaca spion mobil, berharap gadis pujaanku tidak akan marah dan merajuk lagi. Namun, perlahan senyumanku mengikis bersamaan dengan arah tatapan gadisku pada laki-laki lain di ujung jalan dengan motor sport_nya.

Priarrrr.... Hatiku remuk.
kuputar arah langkah kakiku masuk ke dalam mobil kembali.

Aku hanya bisa memerhatikan mereka saling melempar senyuman. Laki-laki itu mengenakan helm di kepala gadisku dengan tatapan penuh cinta. Tanpa ragu Kayla terlihat nyaman dengan melingkarkan kedua tangannya di perut laki-laki asing itu.

Akhirnya aku sadar. Aku kalah.
Aku hancur bersama egoku sendiri.

Rahasia Antara Aku dan Kakak Ipar (End) Where stories live. Discover now