Hellowinn 22

8.8K 1.6K 886
                                    

Kabarin aku kalo udah 1k votes + comments supaya bisa langsung update!

Hellowinn 22
__________________

Apocalypse

Mungkin sebuah ujian, atau justru hukuman terhadap kata yang sengaja tak diungkapkan. Suara-suara risau dari alat pendeteksi detak jantung, sesengguk yang tak juga berhenti, serta ketukan heels pada lantai, menemani Gardian selagi pedih duduk menyapa Winnie. Terlalu banyak seharusnya begini, seharusnya begitu. Winnie terkejut pada sakit yang tak hanya menyakiti, bahkan bagai parasit yang meremukkan tulang-tulangnya dengan tak kasatmata.

Ide paling buruk dari Tuhan untuk menutup tahun ini. Winnie harap tidak ada ide yang lebih buruk lagi. Air mata saja tidak cukup untuk menangisi Gardian, atau untuk menyamarkan ngilu di dada Winnie. Satu suara berhenti, mungkin Licia sudah bosan mengetuk lantai dengan heels-nya.

“Itu kan ada sofa, sih,” komentar Licia yang jelas ditujukan pada Winnie. Risih melihat cewek itu duduk di lantai lorong ruangan rawat intensif sambil memeluk lutut, wajah Winnie tertimbun lipatan tangan pula.

Namun, tidak satu hal pun tampak mampu membuat Winnie bangkit kalau bukan keajaiban untuk Gardian. Licia memutar mata malas, dia berdiri lagi dari sofa nyaman di lantai termewah pada rumah sakit ini. Melihat ke dalam ruangan dari kaca pintu, sekilas meringis ngilu. Tim medis tampak sungguhan melakukan segalanya supaya Gardian bertahan; melihat banyaknya alat-alat penunjang hidup tertempel dan masuk di tubuh Gardian yang pucat pilu.

Mungkin dari beberapa sisi Licia mengerti bagaimana tersiksanya Winnie. Sekarang dia jadi tidak bisa lebih tega pada cewek itu lagi. Licia menyuruh dua pria yang berjaga di depan pintu untuk mengantar Winnie pulang saja, tapi cewek itu keras kepala menarik tangannya supaya tidak ditarik berdiri. Lagi, Licia mengalah dibanding cewek itu mengamuk.

Oh. Mungkin rumah sakit sebesar ini, dengan para tim medis hebat yang juga kerabat dekat Licia, masih belum menjanjikan untuk Winnie. Cewek itu masih takut sampai tidak ingin meninggalkan Gardian, di saat jelas cowok itu tidak akan sendirian.

“Kacau lo,” celetuk Licia lagi. Menuju kepada Winnie yang memang terlihat paling hancur dari semua manusia yang Licia tahu. Setelah melihat jam di tangan kanan, Licia menambahkan hal menarik. “Mau tau yang lebih kacau? Kemaren Gardian ulang tahun, dan nggak ada satu pun makhluk di dunia ini yang inget.”

Winnie justru memeluk lutut semakin erat, menenggelamkan tangisnya yang ingin bangkit. Kalau Winnie teriak sekarang, Gardian bisa terganggu. Tapi Winnie takut sekali berada di sini, semakin takut lagi setiap kali dirinya berhasil menghela napas. Selama ini tidak pernah ada satu orang pun yang benar-benar tahu luluh lantak berada di posisi yang Gardian pijaki, tidak akan ada yang tahu seberapa mengekang sakit yang cowok itu rasa kalau tidak berada pada tubuh yang sama.

Aksi Gardian meracuni aliran darahnya sendiri dengan alkohol jelas bukan 100% ketidaksengajaan. Winnie masih tidak terima bahwa jalan ini adalah yang cowok itu pilih di atas segalanya. Di hari ulang tahunnya sendiri pula. Dan Winnie menyesali diri sendiri, Gardian selalu memberikan segala hal padanya, cowok itu juga satu-satunya yang merayakan ulang tahun dengan Winnie. Lantas sekarang, mengucapkan selamat ulang tahun saja Winnie sudah tidak sempat.

“Lagian,” Licia menghentikan kalimatnya untuk beberapa saat. Dia menghirup udara, lantas berdehem pelan. “Apanya yang selamat?”

Hati, jiwa, dan raga Gardian sudah telanjur sekarat. Tidak ada yang selamat.

“Nggak pernah ada perayaan, seolah nggak ada satu pun orang di muka bumi ini yang merasa beruntung buat kelahiran Gardian,” tambah Licia mau tak mau.

HellowinnNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ