1 - BEGINNING

3.7K 242 21
                                    

Merapikan topi hitam yang warnanya telah luntur menjadi abu-abu gelap di kepalanya. Setelan kemeja hitam yang lengannya ia lipat. Celana jeans juga sepatu sneakers hitam. Helaian rambut sedikit gondrong, menampakan bahwa ia bukan merupakan penyandang status mahasiswa dengan tampilan rapih. Namun hal-hal itu tak menyurutkan wajah tampan yang ia miliki. Dapat dipersingkat, ia tampan namun urakan.

Senyumnya mengembang lebar dengan tas ransel yang ia selempangkan berisi satu buku, satu pena, dan satu set kaos serta celana santai untuknya bermain basket, bola, atau sekadar olahraga ringan yang biasa ia dan kawan-kawannya lakukan jika kelas sore telah selesai. Itu pun jika ia libur dari kerja sampingannya.

Kakinya bergerak santai membelah trotoar jalan. Terbiasa menaruh motor kesayangannya di bengkel tempatnya bekerja. Karena bengkel yang letaknya tak begitu jauh dari area kampus, ia selalu menitipkan motornya di sana. Dan berjalan untuk memasuki area kampus. Selalu seperti itu.

Mulutnya menyapa kepada penjual siomay, tukang parkir fotokopian yang ia lewati, juga beberapa manusia sibuk di senin pagi lainnya. Pintar dalam bersosialisasi, berteman dengan siapapun, dan menjaga silaturahmi tanpa pandang bulu. Tak heran jika ia sesekali bergabung untuk sekadar menyeruput kopi hitam bersama warga lokal di warung-warung kecil pinggir kampus miliknya.

Baghawira Gentha, atau yang biasa teman-temannya panggil sebagai Bagha. Dengan postur tubuh semampai dan ideal meski tak kekar dan berotot. Bagha, anak tunggal dari sosok Ibu yang membesarkannya sendiri tanpa suami yang menemani. Terlahir dari keluarga sederhana, Ibunya hanyalah seorang guru Sekolah Dasar. Ayahnya yang sudah meninggal sejak Bagha berusia 3 bulan di dalam kandungan, Bagha tak pernah tahu wujud asli dari sang Ayah. Hanya bermodalkan foto-foto lama yang Ibunya masih miliki. Meski begitu, Bagha selalu merasa bangga memiliki mendiang Ayah yang merupakan anggota dari kepolisian.

Jika pemuda masa kini saling adu kepemilikan otomotif masing-masing. Berbeda dengan Bagha, dirinya memilih untuk menekuni bidang bongkar pasang otomotif. Ya, ia bekerja sambilan di bengkel milik pamannya, Om Dimas. Bengkel motor dan bengkel mobil yang letaknya bersebelahan, yang juga dijadikan sebagai tempat berkumpul bersama teman-teman kampusnya. Tak heran jika ia merupakan salah satu mahasiswa jurusan Teknik Mesin. Kegemarannya pada benda-benda rumit itu ia lakukan sejak ia menginjak Sekolah Dasar, mengikuti kegiatan pamannya menjaga bengkel hampir setiap hari sepulang sekolah.

Selain menekuni bidang bongkar pasang otomotif, Bagha juga menekuni dunia musik. Ia bermain bass untuk Blue Band, band yang ia bangun bersama kawannya saat ia berada di Sekolah Menengah Atas. Dari panggung yang satu menuju panggung lainnya, Bagha menikmati penghasilan yang tak seberapa dari jerih payah keringatnya sendiri. Setidaknya ia tak begitu membebani sang Ibu perihal uang jajan, pikir lelaki itu.

"Minimal dibunyiin peluitnya kalau jadi wasit Mang!!" seru Bagha kencang. Senyumnya semakin melebar ketika kakinya tepat berada di depan gerbang kampus yang rata-rata parkirannya dipenuhi dengan motor dan mobil mewah. Sapaannya kepada satpam di kampusnya pun terdengar oleh siapapun yang kini berada di area gerbang.

Mang Bail, satpam Universitas Nusantara pun dengan lantang terkekeh. Kumis tebal juga perut buncitnya begitu khas di diri Mang Bail, tak lupa peluit yang selalu menggantung di dadanya. Sayangnya peluit itu tak pernah digunakan, lupa, itulah alasan yang biasa Mang Bail keluarkan.

"Nonton pertandingan semalem, Gha? Kurang ajar! Wasitnya kaya dibayar ya!!" balas Mang Bail menggebu-gebu, perihal pertandingan bola antar universitas semalam. Yang mengakibatkan Universitas Nusantara kalah telak 6-2.

Bagha terkekeh, kepalanya mengangguk-angguk "Tapi kualitas pemain dari kita juga gak begitu oke, Mang. Semalem Bagha nonton sampe pihak lawan ambil point ke 4. Langsung cabut, bosen" tutur Bagha pelan.

BAGHAWIRAWhere stories live. Discover now