Rasel mengerut kecewa, angan-angan dia yang berharap dengan tiga kotak pizza yang Marven serta Yaslan berikan akan menjadi bahan untuk memajukan hubungan mereka agar menjadi jauh lebih baik dari sekarang dikecewakan detik ini juga.

Karena tidak mau memaksa dan membuat situasi menjadi canggung, akhirnya Rasel memilih untuk mengalah. Dia berjalan menuju kasur besar disitu dan membuka bungkus pizza dengan senyuman lebar di wajahnya.

Jehan yang sedang asik berkutat dengan ponsel di tangannya sesekali melirik ke arah kasur sekedar untuk melihat kondisi sang istri. Dia juga bisa lihat ekspresi senang di mukanya yang selalu nampak jika perempuan itu bertemu dengan makanan.

Apa yang Lola dan Jisya katakan sebagai saran itu seratus persen benar adanya. Sekedar makanan saja, Rasel bisa sebahagia itu sampe membuat Jehan merasa heran.

Tapi bagi miliader sepertinya membeli makanan sebanyak itu bukanlah masalah yang besar. Bahkan kalau Rasel pengen restorannya pun bakal Jehan jabanin.

Selagi Rasel bahagia dan tidak merasa tertekan dengan kebenaran yang ada, itu sudah lebih dari cukup untuk Jehan seorang.

"Lo beneran engga mau nih?" tanya Rasel tanpa mengalihkan pandangannya dari pizza di depan.

Jehan mematikan ponselnya dan menyimpan lagi sebuah berkas ke atas meja. Tadinya dia rencana mau mengerjakan beberapa urusan kantor, namun ia mengurungkan niatnya setelah menyadari kalau seharusnya tidak mengabaikan dan melewatkan kebahagiaan sang istri begitu saja.

"Engga. Habisin sendiri aja, gue tau tiga box ngga cukup buat lo yang perut karet."

Rasel mendengus kesal namun tidak berniat membalas, tetap sibuk melahap potongan pizza di tangannya.

"Makannya pelan-pelan dong," Jehan menghampiri dan mendudukkan diri tepat di hadapan wanita itu.

Sebelumnya Jehan sempat mengambil beberapa helai tisu, pria ini dengan telaten membersihkan noda saos yang sepertinya tidak sengaja tumpah dan remehan roti pizza di atas kasur.

Meskipun seprai kasur ini berwarna biru gelap, Jehan akan menyuruh pelayan yang pekerjaannya tidak dengan waktu tertentu untuk mengganti seprai.

Rumah besar milik Jehan ini tidak mempunyai pelayan tetap banyak seperti di kehidupan orang kaya pada umumnya. Hanya satu pekerja saja itu juga hanya untuk sekedar membersihkan serta memeriksa keadaan rumah.

Apakah kalian tau kalau Jehan merasa terpukau kepada perempuan berstatus istrinya ketika satu pekerja tersebut mengatakan bahwa ketika Rasel libur, dia lah yang mengerjakan semua pekerjaan rumah mulai dari yang ringan hingga yang berat.

Walaupun status pernikahan mereka hanya sebatas kebetulan nan keterpaksaan, tetapi perempuan itu tetap melakukan kewajibannya sebagai istri.

Hal tersebut sukses membuat seorang Jehan mengintrospeksi dirinya dan dia memutuskan untuk melakukan kewajibannya sebagai suami serta memperlakukan Rasel dengan baik.

Satu hal lagi.

Rumah Jehan memang tidak memiliki banyak asisten rumah tangga, tapi sekeliling area rumah terdapat puluhan pengawal terlatih yang baru mulai ditugaskan semenjak Jehan menikah.

Pengawal itu adalah ide dari Tania dan Kanara yang sempat membuat Jehan heran alasannya namun ia paham itu sekarang.

"Jadi cewek jorok banget sih lo," decaknya kesal karena tempat tidur yang seharusnya bersih kini sedikit kotor akibat Rasel yang terlalu buru-buru.

Rasel menyimpan pizza yang di tangannya, karena dia mengakui kekotoran ini adalah salahnya. Maka tangannya bergerak mengambil tisu dan mengikuti apa yang dilakukan Jehan.

The Fate of Us | JaerosèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang