"Dasar sinting." Tila mencibir kelakuan Adam yang menurutnya sangat kekanakan. Tak lama, taksi yang dipesan Tila akhirnya tiba. Tila langsung masuk ke taksi dan meminta sopir untuk melaju dengan cepat sebelum ia terlambat ke kantor.

Tak berselang lama Tila akhirnya tiba di kantor dengan selamat tanpa terlambat. Setelah membayar ongkos taksi, Tila segera turun dan memasuki lobby. Banyak karyawan yang menyapa dan memberinya selamat atas pernikahannya. Bahkan beberapa karyawan yang tidak sempat hadir juga memberikan kado sehingga membuat Tila kesulitan membawanya.

Tila tidak kehilangan ide. Wanita itu menitipkan kado yang diberikan karyawan lain pada resepsionis dan berjanji akan diambil saat pulang kerja nanti.

Setelah itu Tila pergi ke ruangannya dan mulai bekerja seperti biasa.

Jam makan siang sudah dimulai membuat Tila yang sejak tadi memfokuskan dirinya pada pekerjaan segera bangkit dari kursinya. Sekretarisnya sudah memberi tahu jika jam makan siang sudah lewat 3 menit yang lalu. Sebagai karyawan perfeksionis, Tila tidak ingin kembali terlambat setelah jam istirahat.

Wanita cantik dengan blouse putih dipadukan dengan blazer kuning melangkah santai menuju kantin yang terletak di lantai dasar. Tila memesan nasi dan sayur sebagai menu makan siangnya. Sementara minuman, wanita itu hanya memesan satu botol air putih.

Tak lama setelah Tila duduk, Randy Aditya datang dan duduk di depan Tila tanpa meminta izin wanita itu. Randy melempar senyum dan menyapa Tila dengan hangat.

"Hey."

Tila mencoba menarik sudut bibirnya mendapat sapaan hangat dari pria yang sudah seringkali ia tolak.

"Selamat atas pernikahanmu. Meskipun aku kecewa karena ternyata kita tidak berjodoh." Randy berkata santai sambil mengangkat bahunya. "Walaupun kamu sudah sering menolakku, kalau untuk menjadi teman, tidak masalah 'kan?" Randi tersenyum tenang menatap perempuan yang ia sukai dan dekati namun tidak membuahkan hasil.

Tila tersenyum. "Kenapa harus menolak ketika ada orang yang ingin berteman?"  Tila mengangkat sebelah alisnya menatap Randy.

Randy mengangkat bahunya acuh. "Siapa tahu kamu tidak ingin berteman denganku?"

"Itu persepsi-mu sendiri."

"Ah, Tila-ku yang selalu cuek." Randy terkekeh melihat sikap acuh dan tak peduli Tila.

"Sorry, boy. I'm not your."

"Yah, lagi-lagi aku ditolak."

"Ehem!"

Suara deheman seorang perempuan membuat Tila dan juga Randy menoleh. Tak jauh dari mereka duduk, ada Lula dan juga Sam tengah menatap ke arah mereka.

"Satu minggu menghilang, bukannya kasih kabar, ini justru enakkan di kantin,"  sindir Lula.

Kakinya melangkah mendekati meja tempat Randy dan Tila berada. Tanpa sungkan, Lula duduk di samping Tila. Sementara Sam sendiri duduk disamping Randy.

Lula masih cukup waras untuk membuat suaminya cemburu karena duduk tepat di samping pria lain. 

"Aku sudah memberitahu kalian melalui pesan di ponsel. Apa lagi?" Tila menatap Lula. Queen drama satu ini tidak berhenti merecokinya untuk menanyakan kabarnya di setiap hari. Padahal Tila hanya terkurung di dalam rumah dan tidak diizinkan keluar oleh Adam.

"Tapi melalui ponsel kurang puas, Mbak." Lula bersungut menatap cemberut  pada Tila. "Enakkan seperti ini. Face to face."

"Hm." Tila menyahut datar. Malas berdebat dengan Lula yang tidak akan pernah bisa menemukan akhir.

"Bagaimana dengan kandunganmu? Baik-baik saja?" Tila mengalihkan topik pembicaraan agar pembahasan mereka tidak melulu tentang menghilangnya Tila dari hadapan Lula.

"Kandunganku baik-baik saja. Semua ini berkat suami tercinta." Lula menatap Sam dengan tatapan memuja, membuat Randy dan juga Tila memutar bola mata mereka.

"Bagaimana kabarmu, Ran? Hatimu masih utuh atau sudah hancur berkeping-keping?" Sam tersenyum miring menatap temannya yang memiliki status sebagai Playboy sejati. Pantas saja Tila tidak pernah mau dengan pria ini, pikir Sam dalam hati.

"Cukup hancur hingga berkeping-keping." Randy menyahut santai. "Kalau kamu ada rekomendasi wanita yang memiliki sifat seperti Tila, hubungi aku."

"Untuk apa?" Kali ini, Lula yang bertanya pada Randy.

"Tentu saja untuk dijadikan istriku. Tila sudah tidak sendiri lagi. Jadi, aku tidak bisa terus menggodanya."

"Wanita yang memiliki sifat seperti Mbak Tila? Aku ada rekomendasi untukmu."

"Oh, siapa itu?" Randy tertarik dengan ucapan Lula.

"Ibunya mbak Tila. Kan, sifat mereka sama."

"Astaga, Lula." Randy menekan dadanya menatap Lula yang masih menampilkan ekspresi polosnya. "Kamu mengajarkan aku untuk menjadi pebinor." Randy menggeleng kepalanya dramatis.

"Siapa suruh mau cari calon istri yang sifatnya seperti Mbak Tila."

Kali ini Lula menampilkan ekspresi polos yang sungguh membuat Sam gemas. Terkadang, Lula memang menyebalkan dengan sifat polosnya.




TERNYATA JODOHWhere stories live. Discover now