7: Hari sial tiba

469 77 3
                                    

Bab 7: Hari sial tiba


Tidak terasa waktu yang telah ditentukan akhirnya tiba di mana pernikahan antara Adam dan Tila dipercepat.

Semua berjalan lancar dan batin Tila bertanya-tanya mengapa tidak ada halangan sama sekali. Dari tadi malam Tila bahkan hingga kini mereka berdiri di atas pelaminan, Tila tidak berhenti berdoa agar pernikahan yang tengah terlaksana seperti sekarang ini bisa batal dan menemui halangan.

Tapi, Tuhan berkehendak lain. Sepertinya Tuhan tidak akan mendatangkan masalah besar yang bisa menggagalkan pernikahannya.

"Dia di mana?" Tila menatap Sam yang berdiri di pelaminan seorang diri tanpa kehadiran Lula di sisinya. Tentu saja hal itu membuat Tila bertanya-tanya dimana keberadaan wanita cerewet yang menjadi istri sahabatnya ini.

"Dia masuk rumah sakit kemarin sore. Pendarahan kecil dan dokter menyarankan untuk bedrest total." Sam menjawab lirih. "Sebelum aku datang kesini, dia sempat memaksa untuk ikut, tapi aku menghalanginya. Sekarang, dia tengah merajuk."

"Astaga." Tila menutup mulutnya, kemudian menggeleng pelan. "Besok aku akan berkunjung ke rumah sakit. Kamu kirim saja alamatnya lewat WA," katanya.

"Yakin kamu mau datang? Kamu pasti lelah 'kan? Aku enggak mau kamu terlalu lelah dan jatuh sakit,"  kata  Sam penuh perhatian.

"Terima kasih. Aku pasti baik-baik saja." Tila tersenyum menatap Sam. Tila bahkan tanpa sungkan menepuk pundak Sam di samping Adam yang juga asyik berbincang dengan temannya.

"Kalau begitu aku turun dulu." Sam berpamitan pada Tila dan turun dari pelaminan.

"Ya,  bro. Salam buat istri kamu di rumah." Adam menepuk pundak temannya dan tersenyum. Setelah temannya berlalu pergi, Adam kemudian melirik sinis Tila yang kini mendudukkan dirinya di kursi pelaminan.

"Senang ya habis bertemu dengan kekasih,"  sarkas Adam yang ditujukan untuk Tila.

Bukannya merespons, Tila justru tanpa malu mengorek telinganya. "Seperti ada suara nyamuk,"  ujar Tila pada dirinya sendiri.

"Perempuan tidak benar."

"Ah, suara gaungan nyamuk semakin keras terdengar." Lagi, Tila menepuk telinga kanannya. Hal yang membuat Adam mendengkus dan menampilkan ekspresi jijiknya.

Tamu undangan silih berganti menyalami keduanya dan mengucapkan selamat. Bahkan, karyawan kantor tempat Tila bekerja turut hadir. Apa lagi dengan kehadiran para karyawan perusahaan Tirtando juga relai bisnis mereka cukup banyak yang hadir.

"Akhirnya ya sampah bisa naik daun juga dari sampah busuk ke sampah organik yang bisa di olah."  Sindiran keras dan tatapan tak suka diarahkan Winar pada Tila usai acara berlangsung dan mereka kini bersiap pulang ke rumah. Gedung acara yang dipakai hanya terasa para pekerjanya saja yang hadir. Sementara tamu undangan dan keluarga Tila sudah pulang sejak sepuluh menit yang lalu..

"Iya, Ma. Si sampah pasti bahagia banget akhirnya bisa masuk ke dalam keluarga kita. Keluarga banyak uang dan berduit. Jadinya, si sampah bisa kecipratan uang kita juga," timpal Eddel ikut mengompori mamanya.

Tila diam dengan kedua tangan mengepal erat di kedua sisi tubuhnya. Wanita itu harus bisa menahan diri agar tidak meledak saat ini. Apalagi di sini ada Aris Tirtando yang merupakan mertuanya. Pria paruh baya itu cukup menyambutnya dengan baik dan hal tersebut membuat Tila berpikir masih ada sedikit sisi positif ia berada di keluarga ini.

"Kalian bisa diam?" tegur Aris pada akhirnya. "Kalian menyebutkan sampah. Bukankah  kata-kata kalian adalah sampah?" Tatapan matanya menatap nyalang sosok istri dan anaknya.

"Lho, kok papa yang marah? Kita hanya mengatakan hal-hal biasa saja." Winar menatap suaminya tak setuju. Tidak mau ia berpikir jika suaminya saat ini tengah membela Tila. Namun, kenyataan Aris Tirtando memang membela Tila.

"Pa, sudah malam. Lebih baik kita pulang. Kita semua pasti lelah karena acara ini," sela Adam lebih dulu. Adam tidak ingin ada pertengkaran di depan banyak pekerja. Dia tidak ingin keluarganya di cap jelek oleh orang lain.

Aris menghela napas berat dan menghembuskannya.
"Ya sudah, ayo, kita pulang," ajaknya.

Eddel dan Winar pulang bersama bersama Aris. Sementara Tila dan Adam naik mobil berbeda yang di sopiri sopir keluarga.

Setibanya di kediaman Aris Tirtando, mereka semua turun dari mobil, begitu juga dengan Tila dan Adam.

Tila turun dari mobil menatap halaman depan rumah yang mengingatkannya dengan kenangan buruk masalalu. Tangan Tila mengepal di kedua sisi tubuhnya saat sebuah ingatan menyusup masuk ke dalam ingatannya di mana tubuh kecilnya di seret dan di lempar hingga keluar dari rumah. Cacian dan makian bersahutan masuk ke dalam gendang telinganya dan berasal dari dua orang yang sudah melangkah masuk lebih dulu ke dalam rumah.

"Ayo, Nak." Adam Tirtando mempersilakan Tila masuk dan menunggunya di depan pintu.

"Terima kasih, Pa,"  ucapnya.

Tila melangkah masuk dan menatap lurus ke depan. Senyum dingin tersungging di sudut bibir wanita itu.

Dulu, ia pernah di caci maki di rumah ini. Apa yang ia lakukan? Hanya diam dan menangis meratap pada penghuni rumah untuk berhenti mencaci maki dirinya. Tapi, apa yang ia dapat? Semakin pedas dan semakin menyakitkan segala caci maki yang masuk ke dalam telinganya.

Kali ini ia melangkah masuk dengan status yang baru dan jiwa yang baru. Dimana kedua hal yang ada pada dirinya tiran akan pernah mau tinggal diam ketika mendapat hujatan dan cacian.

"Selamat datang di neraka,"  gumam Tila pada dirinya sendiri.






TERNYATA JODOHWhere stories live. Discover now