6| Samuel

562 85 2
                                    


Hari ini Tila akan bertemu klien sesuai dengan janjinya. Ini tepat setelah satu minggu pertemuan  antara Tila dan Adam. Hubungan keduanya masih jalan di tempat dan tidak ada kemajuan berarti. Tila dengan kesibukkannya, begitu juga dengan Adam.

Usai bertemu dengan klien, Tila tidak langsung kembali ke kantor. Wanita itu memutuskan untuk duduk sejenak di restoran sambil menikmati sajian musik dan hidangan yang berada di depannya.

Gawai Tila berdering menandakan panggilan telepon masuk. Tila segera mengangkat panggilan telepon yang ternyata berasal dari Samuel, sahabatnya.

"Kamu di mana, La?"

"Restoran. Kenapa?" sahut dan tanya Tila.

"Berarti aku enggak salah lihat."

Sambungan telepon langsung dimatikan Sam membuat Tila menatap gawainya bingung. Tidak mau memusingkan tingkah Sam yang memang selalu aneh dan sok misterius, Tila mengangkat bahunya dan meletakkan kembali gawainya di atas meja.

Suara lonceng pertanda pintu terbuka tidak membuat Tila yang berada di pojok ruangan menoleh. Baginya ini tempat umum dan siapa pun bisa berada di sini. Namun, Tila tidak pernah menyangka jika pengunjung yang datang adalah orang yang tak ingin ia temui. Orang yang saat ini berdiri di hadapannya dengan meja sebagai pemisah.

"Ada apa?"  tanya Tila datar. Matanya menatap datar Adam Tirtando yang berdiri menjulang tinggi di seberang mejanya.

"Memangnya kenapa?"  tanya Adam balik. "Ini bukannya tempat umum? Jadi, terserah kalau aku ada di sini." Adam berkata datar membalas tatapan Tila dengan tatapan tenangnya.

Pria 28 tahun itu mengambil posisi duduk di hadapan Tila tanpa dipersilakan. Adam memanggil pelayan dan memesan menu makan siangnya kali ini.

Tila sendiri tidak merespons lagi. Wanita itu fokus pada berkas di hadapannya dan merapikannya untuk dimasukkan ke dalam tas kerjanya

"Tila."

Nama Tila yang di panggil namun Adam yang bukan pemilik nama ikut menoleh dan menemukan seorang pria dengan wajah setengah bule dan outfit mahal berdiri tak jauh dari meja.

Terlihat berdiri di dekat meja ada sosok Samuel dengan setelan jas formal hitam yang menjadi kebiasaannya. Berapa kalipun  Lula Arasya--istri Samuel--meminta suaminya untuk mengganti setelan kerja mrnjadi warna lain, Samuel akan tetap kembali pada warna hitam.

"Oh, hai, Sam. Kamu di sini juga?" Tila tersenyum menyapa ayah dua orang anak itu. Tidak ia sangka jika Sam akan ada di sini meskipun ia cukup tahu dunia tidak selebar daun kelor.

"Aku baru selesai bertemu klien di restoran sebelah." Sam melirik Adam kemudian bertanya pada Tila, "kamu masih ada pertemuan?"

Tila menggeleng. "Sudah selesai sejak tadi."

"Bagus kalau begitu."

"Kenapa?"

"Aku mau ajak kamu ke toko perhiasan cari cincin." Sam memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

"Aku sudah selesai. Ayo."

Kebetulan yang sangat menyenangkan untuk Tila dengan kehadiran Sam. Tila sudah tidak kuat berada dalam suasana akward saat bertemu dengan Adam.

"Permisi,"  ucapnya pada Adam. Setelah itu Tila berlalu pergi bersama Sam meninggalkan Adam seorang diri.

Langkahnya yang pasti dan dengan kepala terangkat membuatnya tampak percaya diri. Ditambah dengan outfit yang ia kenakan hari ini membuatnya tampak cantik memukau khas wanita kantoran.

"Dia, laki-laki itu?"

Sesampainya di dalam mobil, Sam langsung menodongkan  pertanyaan yang sebenarnya sangat dihindari oleh Tila. Inginnya untuk mengelak, tapi sayangnya tidak bisa ia lakukan karena tatapan mata Sam membuatnya tidak bisa berkutik.

"Tila?" Panggilan Sam membuat Tila dengan berat hati menoleh membalas tatapan matanya.

Tila menarik napas berat sebelum akhirnya ia menghembuskannya perlahan. Tila mengangguk dua kali sebagai tanggapannya.

"Dia yang dulu dan dia yang sekarang adalah calon suami yang dipilihkan ayah,"  ungkap Tila lirih.

Tangan  Sam mencengkeram setir mobil sementara rahangnya mengeras menatap lurus pemandangan di luar. Sam  tahu dengan pasti masalalu Tila. Masalalu kelam  yang pernah dialami sahabatnya itu tidak akan pernah sanggup dihadapi orang lain.

"Kenapa kamu enggak menolaknya?" Sam memutar kepalanya menatap  Tila yang terlihat memandang lurus ke depan.  Terlihat raut mendung pada wajah sahabatnya dan ini benar-benar membuat Sam tidak tega.

"Aku bisa apa? Dulu, aku membuat ulah hingga membuat ayah, ibu, dan kakakku kecewa. Apa sekarang aku akan mengecewakan mereka untuk yang kedua kalinya?"

"Tapi, kamu pasti kamu akan terluka, Tila." Sam menekan kalimatnya dalam-dalam sementara tatapan matanya menghunus tajam manik mata Tila yang membalas tatapannya dengan sendu.

Tila menyungging senyum kemudian menepuk pundak sahabatnya itu. "Orang yang masih terluka dan ingat dengan masalalu adalah orang yang tidak bisa bangkit menghadapi ketakutan. Sementara aku?" Tila menepuk dadanya. "Wanita kuat ini enggak akan ada yang bisa menyakitinya lagi. Dulu, aku disakiti karena enggak ada dukungan dan masih terlalu naif. Sekarang, Tila yang dulu sudah mati dan lahilah Tila yang baru."

Sam menggenggam kedua tangan Tila dan menatap manik teduh sahabatnya dengan tatapan penuh arti. Perlahan tapi pasti Sam menyungging senyumnya.
"Aku tahu kamu kuat. Sahabatku, Tila, adalah perempuan hebat."  Sam mengeratkan genggaman tangan Tila. "Tapi, sekuat apapun kamu, aku sebagai sahabat enggak akan pernah meninggalkan kamu. Aku akan tetap berdiri paling di depan saat kamu terluka."

Tila membalas  genggaman tangan Sam dan tersenyum tulus.
"Terima kasih, Sam."

Ada yang bilang tidak ada persahabatan yang abadi antara perempuan dan laki-laki. Tapi, Tila dan Sam mampu membuktikannya. Sejak  awal pertemuan hingga dekat dan akhirnya menjadi sahabat, mereka murni bersahabat. Tidak ada yang menyukai atau saling jatuh cinta di antara mereka.






TERNYATA JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang