Bab 4 Semangat yang Pernah Padam

8 1 0
                                    

Kala menghela napas. Benar juga. Ini bisa dibilang pertemuan kedua setelah pertemuan pertama di taman tadi.


Tawa Benta semakin menjadi. Ia juga ingat dengan perkataan Kala saat itu.

"Jadi gimana, La?"

Tangan Kala sibuk merapihkan rambutnya yang basah. Pertemuan kedua yang aneh. Ia pun tersenyum kaku, masih ingat, pertanyaan Alif yang belum sempat ia jawab di taman. Sejak kapan Kala menderita poliomyelitis?

Sejak Kala merasa kedua kakinya sulit menyangga tubuhnya. Waktu itu Kala berumur lima tahun, tepat dua minggu setelah ulang tahunnya, ia tidak lagi bisa berjalan. Virus polio yang meyerangnya pada tahun 2005, virus yang menyerang banyak balita dan Kala yang menjadi salah satunya. Kala mengalami kelumpuhan permanen sejak itu, sulit disembuhkan, bahkan bisa saja keadaannya semakin memburuk.

Kala mengusap embun pada jendela mobil di sampingnya, kemudian meniupnya lagi, dan mengusapnya lagi.

Alif sudah sedari tadi memperlambat laju mobilnya, demi fokus sambil mendengarkan yang Kala sampaikan.

"Aku terpuruk selama itu..."

"Semangatku kembali pulih di awal usiaku yang ke delapan belas. Keterpurukan-ku yang lama itu, ternyata tidak membuatku kembali berjalan. Waktuku hanya terbuang sia-sia, aku tidak suka memakai kursi roda dan tidak ingin beranjak sama sekali, tempat tidurku saja sedih melihatku, memeluk aku sepanjang hari.."

".. Dan, semakin hari seharusnya aku semakin mengerti, bahwa ini tidak bisa disembuhkan, yang tersisa sebenarnya hanyalah semangat dan rasa bersyukur-ku untuk hidup."

Kala mengakhiri ceritanya. Bahkan ia merasa sesak membayangkan keadaannya terdahulu, hanya Ibu dan Benta yang selalu membujuknya untuk terus tersenyum meski sedikit saja, hingga ia bisa tertawa lepas kembali.

Benta memandang Alif yang berada di depan, kentara sekali ekspresi pemuda di depannya itu. Takut-takut kalau Alif jadi tidak fokus mengemudi, ia pun segera mengusap pundak Alif dengan kasar. "Santai, bro, santai!"

Pemuda di depannya itu tertawa kecil, sedangkan Kala semakin asik dengan embun di kaca jendela mobil. Benta tau pasti, perasaan Kala yang itu sedang menyerang lagi.

"Di pertigaan belok kemana, nih?" tanya Alif yang melihat pertigaan di depannya.

"Belok kiri."

"Ok." Alif memutar kemudinya ke sebelah kiri, "Btw, Kala, dari kecil suka ngelukis juga?"

Kala menjawabnya dengan satu anggukan.

Benta tertawa kecil sebelum ia bilang berhenti. Beberapa meter lagi mereka sampai di depan rumah Kala. Hujan pun sudah reda, menyisakan jalanan becek dan daun daun yang basah.

"Nah, di sini, Lif. Thank's, ya."

Benta segera keluar dan mengeluarkan kursi roda milik Kala.

"Pamit, ya. Sesekali nanti mampir kesini. Boleh, kan, Kala?"

Kala tidak menjawab, juga tidak menganggukkan kepala.

Rupanya, Benta yang menjawab sambil menggiring kursi roda dengan Kala yang duduk nyaman di atasnya, "Boleh, asalkan bawa croffle rasa matcha."


Alif mengacungkan jari jempolnya tanda mengerti, lalu mulai melaju untuk meninggalkan komplek.


***


Rumah Kala sepi seperti biasa. Ibunya bekerja sebagai guru di sekolah dasar.


Benta menghentikan kursi roda tepat di depan sofa, lalu ia berjalan ka arah dapur. "Mau minum apa, mbak?"

Kala berdecak, menanggapi pertanyaan Benta, "Dih, memangnya di sini siapa yang tuan rumah!"

Pemuda itu tertawa sambil membuka kulkas yang hanya ada beberapa botol besar air mineral dan stok sayur-sayuran. "La! Goreng pisang, yuk."

"Emang ada pisangnya?"

"Ada tuh, meskipun cuma dua."

Kala mengangguk semangat, kebetulan ia memang ingin cemilan. Pisang goreng dan susu kan lumayan juga.

Ia memutar roda kursinya untuk menghampiri Benta. Lalu, mengambil alih pisang di tangan Benta dan mengupasnya.

Benta mengisi wajan dengan minyak kelapa, kemudian memanaskannya di atas kompor. Sambil menunggu minyak panas, akhirnya Benta membagi dua pisang yang Kala berikan barusan.

"La..."

"Hm?"

"Jangan gampang ngasih hati ke orang yang baru kamu kenal, ya. Boleh, kok, jatuh cinta. Tapi ya harus hati-hati."

Kala mengangguk. "Eh, bajuku kan tadi agak basah ya. Sekarang malah udah kering."

"Eh iya ya. Aku juga, nih."

Gadis itu tau persis apa yang dimaksud Benta. Bagaimanapun ia harus menjaga hati.

Sudah pukul satu, sebentar lagi Ibunya akan pulang. Namun, ternyata Ibu sudah ada di depan pintu. Tersenyum dan mengucap salam, lalu menghampiri mereka.

"Ibu bersih-bersih dulu. Kamu keramas, ya, kayaknya habis kehujanan," ucap Ibunya sambil mengusap lembut rambut Kala. Ibu selalu tersenyum, dan Kala suka itu.

"Padahal Kala baru keramas, dong."





CMIIW 🙆‍♀️


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 20, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TAJUK (on going) Where stories live. Discover now