Part 7

5 0 1
                                    

Hamparan warna putih kian menutup seluruh permukaan bumi dengan merata–tidak semua juga sih, tapi beberapa kawasan ketika bagian ini sedang berlangsung. Musim dingin sudah memasuki waktu di mana perkiraan suhu berada diangka terendah.

Seminggu berlalu setelah hari terakhir ujian nasional di sekolah Ji Hee. Semua berjalan dengan semestinya, yah meskipun ada beberapa kendala kecil yang terjadi, tapi Ji Hee bersyukur karena tidak ada kejadian-kajadian buruk yang terjadi selama seminggu ini. Apakah Ji Hee boleh berharap untuk ke depannya hari-hari yang Ji Hee lewati seperti ini?

Tidak tertekan akan semua beban dan tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar, tidak tertekan dengan kondisi keluarganya terlebih lagi kondisi ayah Ji Hee, bisa tidur dengan cukup, meskipun masih harus bergantung dengan obat, dan bebas dari pemikiran yang lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Tapi, apakah ini bisa dinamakan dengan menjalani kehidupan? Bukankah kehidupan akan lebih berarti apabila kita memiliki tujuan dan memperjuangkan sesuatu untuk meraihnya?

Bukan berarti Ji Hee tidak bersyukur atas semua hal yang sudah ia jalani dan lewati selama ini, tapi apakah Ji Hee tidak boleh berharap akan suatu hal yang lebih baik dalam hidupnya? Terkadang manusia hanya perlu untuk mengeluh, tapi bukan berarti dia tidak bersyukur, hanya memerlukan waktu untuk berharap hal yang lebih baik dan memikirkan semua hal yang terjadi pada dirinya.

Lamunan Ji Hee terpecahkan karena suara dering ponsel yang ada di saku baju wisudanya, “Oh, Ibu? Ada apa?”

“…”

“Tidak. Tidak masalah. Aku baik-baik saja.” Ucapnya lagi setelah Ji Hee menyapa beberapa temannya yang berlalu lalang.

“…”

“Ohh, Okey. Nanti aku akan pulang lebih cepat. Eum, Ibu hati-hati.” Lanjut Ji Hee kemudian sebelum bunyi bip dari ponselnya terdengar. Ji Hee melambaikan tangannya setelah dirinya melihat satu sosok sahabatnya datang, “Kau itu lama sekali, beruntung saja acaranya belum di mulai.”

“Masih ada sisa waktu berapa menit?” Tanyanya.

“Kurang lebih sepuluh menit. Ayo cari tempat duduk.” Ajak Ji Hee yang berjalan lebih dulu ke area tempat duduk yang sudah disiapkan untuk para siswa.

Nari melambaikan tangan ke arah Ji Hee sebagai tanda untuk duduk di dekat Nari, “Terima kasih, Ri sudah kau carikan tempat duduk. Jimin datang agak terlambat soalnya.”

“Tidak masalah. Untung saja aku mencarikan dua tempat duduk, seharusnya satunya untuk Namjoon, sih. Aku kira Jimin akan duduk dengan teman-teman sekelasnya, kenapa kau ikut duduk di sini?”

Jimin masih menyeimbangkan ritme napasnya yang masih memburu karena harus berlari dari gerbang utama sekolah sampai gedung aula utama sekolah di mana tempat acara wisuda mereka berlangsung, selang tujuh detik Jimin menjawab dengan suara ketusnya, “Memangnya tidak boleh? Tidak ada peraturannya harus duduk di mana, tuh.”

Jawaban yang tidak memiliki korelasinya sama sekali dengan pertanyaan yang Nari ucapakan. Terkadang Nari berpikir kenapa Ji Hee bisa bertahan dengan mahluk seperti Jimin yang super menjengkelkan ini, aduh pusing sekali.

Nari hampir saja meninju pergelangan tangan kanan Jimin sebelum Ji Hee tiba-tiba bertanya, “Memang Namjoon ke mana?” Tanya Ji Hee yang duduk si sebelah kiri Nari.

Masih ada beberapa siswa yang berlalu-lalang untuk mencari tempat duduk. Ada juga para panitia yang masih menyiapkan beberapa keperluan di atas podium sebelum Nari menjawab pertanyaan dari Ji Hee, “Loh? Belum diberi tahu Namjoon?” Tanya balik Nari yang tengah menatap Ji Hee dengan tatapan tidak percaya.

“Namjoon hyung-kan menjadi perwakilan siswa laki-laki untuk lulusan tahun ini yang akan maju ke depan,” Jawab Jimin yang sudah menetralkan napasnya dengan baik dan kini tengah melihat ke arah podium di mana ada seseorang yang sangat tidak asing bagi Jimin.

“Semalam Namjoon hyung memberitahuku, coba cek chat dari Namjoon hyung semalam, Ji.” Imbuh Jimin yang sudah mengalihkan pandangannya ke arah Ji Hee.

“dan karena hal itu sekarang Namjoon masih briefing dengan anak-anak panitia.” Imbuh Nari melengkapi jawaban yang dilontarkan oleh Jimin.

Seingat Ji Hee, semalam dia sempat bermain ponsel sebelum tidur dan Namjoon juga tidak mengiriminya pesan sama sekali. Tapi kenapa dia tidak tahu sama sekali akan Namjoon yang terpilihnya menjadi perwakilan siswa laki-laki untuk kelulusan hari ini?

Ji Hee mencoba mengecek kembali ponselnya, tapi benar ingatan Ji Hee tidak ada pesan sama sekali dari Namjoon semalam, “Tidak ada, Nari tahu dari mana memangnya?” Tanya Ji Hee balik yang kini tengah memasukan ponselnya ke dalam saku baju wisuda yang ia kenakan.

Sempat kecewa karena Namjoon tidak memberitahunya akan perihal ini, tidak biasanya. Apa mungkin karena Namjoon sibuk mempersiapkan berkas-berkas masuk perkuliahan, makanya tidak sempat memberitahu Ji Hee? Tapi, Jimin saja semalam diberitahu. Apakah benar-benar lupa?

“Aku tadi diberi tahu Hyun Na setelah mencari tempat duduk.” Balas Nari singkat.

Tak berselang lama setelah para siswa duduk di tempatnya masing-masing dan acara akan segera dimulai Jimin mengintrupsi Ji Hee, “Itu Namjoon hyung.” Sambil menunjuk ke arah kanan podium.

Namjoon sedang menuju tempat duduk yang sudah dipersiapkan oleh panitia untuk perwakilan siswa. Tepat di barisan paling depan sebelah kanan untuk memudahkan menuju podium, tapi di belakang Namjoon ada seseorang yang sangat asing bagi Ji Hee.

“Go Na Bi?” Celetuk Nari tiba-tiba.

“Go Na Bi?” Suara Ji Hee mengulangi ucapan Nari.

“Nomor empat?” Imbuh Ji Hee kemudian.

Awal semester pertama tahun ketiga, saat mulai memasuki musim panas yang terik bel sekolah berbunyi. Ruang kelas 3-4 sedikit terlambat untuk memulai jam awal pelajaran. Waktunya Pak Jang untuk mengajar mata pelajaran sastra Korea, beliau sedikit terlambat dikarenakan membawa satu siswi pindahan dari Inggris, “Hai, perkenalkan aku Go Na Bi. Salam kenal semuanya.”

Satu hari itu sekolah menjadi sedikit heboh dari biasanya, bagaimana bisa ditahun ketiga ada siswa pindahan, dari Inggris pula. Kala itu semua orang tahu, bahkan Ji Hee juga mengetahui informasinya, tapi memang dia kurang tahu persis bagaimana paras siswi pindahan ini–hanya sebatas mendengar informasinya saja.

Setelah beberapa bulan kepindahannya Go Na Bi ke sekolah, siapa sangka Go Na Bi menjadi salah satu siswa dengan peringkat terbaik diangkatan mereka. Masuk ke dalam peringkat lima besar, tapi satu hal yang membingungkan adalah nilai yang dia dapat tidak pernah naik atau pun turun, selalu diperingkat nomor empat. Meskipun, itu dibilang lebih baik daripada nilai yang semakin menurun–lebih baik mempertahankan. Oleh karena itu, Ji Hee setidaknya tahu nama itu terus bertengger dengan rapi kala nilai ujian diumumkan.

Tapi, sekarang? Wah! Bagiaman bisa dia menjadi perwakilan siswa dihari kelulusan. Ji Hee yakin dia berada diperingkat kedua untuk ujian kelulusan tahun ini, sehingga dijadikan sebagai perwakilan siswa. Ji Hee juga yakin peringkatnya turun untuk ujian kelulusan ini.

“Emm, Go Na Bi, dari kelas 3-4. Sepupu Park Jimin dari kelas 3-3.” Jawab Jimin kemudian.

“Apa?!”

Bersambung...

Hai, apa kanar kalian? Semoga selalu baik dan sehat. Selalu jaga kesehatan dan rutinitas ya semuanya. Jangan lupa pakai masker juga😊

Panjang cerita mulai dari sini akan mulai seperti chapter awalnya, gak terlalu panjang. Yang kemarin chapternya emang panjang, 2x nya ini soalnya. Karena sebagai penembusan aku udah beberapa bulan gak nyentuh cerita aku sendiri. Gitu, semoga suka!😍

Kalau ada kritik atau saran jangan lupa untuk berkomentar, yaaa! Terima kasih🤗

Oh iya!
Visual pemeran Go Na Bi, aku gak ada patokan itu harus siapa. Karena aku buat peran itu soalnya emang perlu dan aku rasa, aku hanya butuh karakter yang sesuai sama penciptaanku sendiri. Jadi, kalain juga bebas mau nentuin itu siapaaa😀

See you next chapter!🌻

Can't Choose 》 PJMWhere stories live. Discover now