Sepertinya Jehan harus lebih bersabar lagi agar istrinya mau membuka mulut dan menceritakan kejadian sebenarnya dari kematian orang tuanya.

"Lo ngga percaya sama gue?"

"GUE BILANG ORANG TUA GUE MATI KARNA KECELAKAAN, JEHAN." bentak Rasel dengan napas yang menggebu.

Bentakan yang berhasil mengejutkan lainnya karena masih berada di sekitar lowongan, dan tentunya juga membuat Jehan sendiri terkejut. Bukan terkejut karena mendengar bentakan, tapi terkejut karena baru kali ini ia mendengar Rasel membentaknya.

Jehan memandangi wajah istrinya yang merah padam dipenuhi emosi, otaknya bergelut keras memikirkan alasan apa yang membuat Rasel tetap menutup mulutnya.

"Gue pulang pake taksi aja." Masih dengan napas yang tidak beraturan, Rasel berlalu dari hadapan suaminya sendiri. Tidak mau mendengar apapun lagi.

"Gue punya alesannya sekarang" celetuk Jehan berhasil membuat Rasel menghentikan langkah kakinya yang hendak pergi.

Rasel membalikkan tubuhnya, "Maksud lo?"

Jehan juga membalikkan tubuhnya sehingga kini mereka saling berhadapan seperti semula. Jari tangan kirinya mengetuk-ngetuk meja sebelum berkata,

"Sebelum kita nikah gue bilang kan kalo gue harus cari alesan buat pertahanin pernikahan ini. Gue udah nemu alesan itu sekarang, Sel"

Rasel langsung dibuat terdiam mematung. Satu hal yang tidak pernah ia duga akan secepat ini, belum genap tiga bulan menikah tetapi Jehan berhasil menemukan alasan itu? Bahkan Rasel tidak menduga alasan tersebut ditemukan, malah ia berpikir pernikahan ini tidak akan bertahan lama.

Ah tapi sepertinya itu tidak benar.

"Kalo ini cuma akal-akalan lo doang, gue ngga tertarik" ujar Rasel hendak membalikkan badan namun dengan cepat Jehan menyekal salah satu tangan, mencegahnya agar tidak pergi.

"What should I say to earn your trust?" tanya Jehan dengan sendu.

Sebelumnya Jehan melihat mereka yang sedang menyaksikan dari lawang pintu lalu memberikan kode dengan sebuah gelengan yang sangat amat tipis kepada mereka untuk tidak masuk dulu dan membantu meyakinkan istrinya.

Kayanya bentakan Rasel tadi berhasil membuat mereka berenam kembali untuk memeriksa keadaan.

"Lo mau ngelak berapa kali, hm? Percuma, gue udah tau semuanya, Rasel" kata Jehan dengan intonasi yang lembut.

"Tau apa lo? Harus--"

"Disini posisinya lo yang bohong sama gue-- Ah engga,"

"Yang bener lo bohong sama diri lo sendiri" cela Jehan memotong omongan Rasel yang langsung dibuat mematung, lagi.

Ada dua kemungkinan yang terlintas di kepala Jehan sebenarnya.

Pertama, Rasel memang tidak ingat kejadian 12 tahun silam yang mengambil nyawa kedua orang tuanya dengan cara yang sangat mengenaskan untuk seorang remaja.

Kedua, Rasel berpura-pura lupa peristiwa tersebut dan sengaja bersikeras tentang kematian orang tuanya karena kecelakaan agar tidak membahas kejadian mengenaskan tersebut.

"Gue tau itu memori buruk buat lo karna itu memori buruk bagi gue juga. Tapi bohong sama diri sendiri ngga akan bikin memori buruk itu ilang dari pikiran lo," jelasnya secara lembut.

Kelembutan Jehan membuat keenam yang dari tadi masih setia menyaksikan kedua insan itu saling bertukar tatap dengan ekspresi terkejut. Terkejut karena ternyata seorang Jehan bisa bersikap lembut juga, sudah lebih dari 3 tahun mengenalnya tetapi belum pernah sekali pun melihat sisi lembut Jehan seperti tadi.

The Fate of Us | JaerosèWhere stories live. Discover now