5. Berubah pikiran

15.2K 577 11
                                    

"Om," gumam Vio tidak enak pada Dias yang sudah berdiri di hadapannya. Pria itu tampak diam, tak mengatakan apapun sejak ia datang dan menginjakkan kaki di kos Vio. Matanya menjelajah, meneliti keadaan Vio dari atas hingga bawah.

Vio menggigit bibir, gugup sekaligus tegang diperhatikan Dias seperti itu. "Maaf, aku udah repotin Om malam-malam," ucapnya pelan.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Dias mengabaikan ucapan Vio.

"I-iya, aku-"

"Kenapa kamu belum bayar kos?"

"Aku-"

"Sekali lagi jangan seperti ini. Hubungi saya kalau kamu ada masalah."

Vio terdiam, tak tau harus mengatakan apa. Setiap kali ia membuka mulut, Dias selalu menyelanya.

"Kenapa diam?" tanya pria itu terlihat protes. Vio menghela nafas.

"Aku kan gak punya kontak Om, terus gimana caranya aku hubungin Om?"

Lalu sedetik setelah mengucapkan itu, Vio segera membelalak saat menyadari kesalahan pengucapannya. Bukankah itu seperti ia berharap Dias memberikan nomornya? Astagaa... Vio meringis, menggigit bibirnya gemas.

"Mak-maksud aku-"

"Mana HP kamu."

"Hah?!"

"Hp kamu."

Vio melihat tangan Dias yang terulur bergerak, seakan meminta ia memberikan hp-nya. Pun Vio meraih benda itu di tas kemudian memberikannya pada Dias.

"Ini, Om."

Dias mengambil hp Vio, membukanya kemudian mengetikkan sesuatu di sana. Vio menunggu sambil harap-harap cemas. Hingga beberapa saat kemudian, suara dering panggilan terdengar, tapi bukan dari hp Vio, melainkan hp Dias. Rupanya pria itu memanggil nomornya dari hp Vio.

"Ini hp kamu. Saya sudah save nomor saya di sana," ucap Dias sambil memberikan hp Vio kembali. Pun Vio menerimanya dengan ekspresi bingung. Tak menyangka Dias akan benar-benar memberikan nomornya.

Jadi, apakah pria itu serius ingin dihubungi jika Vio dalam masalah? Kenapa terdengar sangat....

"Maaf Om, aku udah repotin malam-malam. Dan makasih karna Om udah mau jemput aku," ucap Vio kembali mengutarakan penyesalannya, tapi Dias kembali mengabaikannya.

Pria itu malah menarik tangan Vio, menuntunnya keluar sambil membawa koper Vio dengan sebelah tangannya lagi. Vio mengikuti langkah Dias dengan kebingungan. Hingga mereka tiba di depan mobil Dias dan pria itu membukakan pintu untuknya, barulah Vio tersadar.

"Om, gimana Om bisa tau aku belum bayar kos tadi?" tanya Vio heran.

Cleo saja belum ia beritahu, lalu bagaimana Dias bisa tau?

Dias yang ditanya seperti itupun terdiam kemudian menatap Vio tenang. "Kamu pikir bagaimana saya bisa masuk ke kos-kosan putri kalau tidak ijin dengan Ibu kos kamu dulu?"

"Ja-jadi Om tau dari Ibu Kos?"

"Hm, beliau juga meminta saya membayar uang kos kamu yang menunggak tiga bulan."

Mata Vio membelalak seketika. Astaga... Betapa memalukannya! Selain menyusahkan Dias hingga terpaksa menjemputnya malam-malam seperti ini, Vio juga harus membuat pria itu membayar uang sewanya. Sungguh Vio sudah berutang banyak pada Dias.

"Om," Vio menyapukan bibirnya dengan lidah, panik.

"Ak-aku pasti bakal ganti uang Om, secepatnya. Aku janji."

Dias menatap Vio santai, lalu mengangkat sebelah sudut bibirnya. Menarik tubuh Vio, membuatnya menempel dengan sisi mobil kemudian mengurungnya dengan sebelah tangan.

"Ganti dengan apa?" tanya Dias seduktif.

Vio terdiam, meneguk salivanya kasar. Seketika neuron sensorik di dalam tubuhnya gagal menghantarkan pesan ke saraf pusat hingga membuatnya mematung, persis seperti tiang listrik bertegangan tinggi.

Posisi wajah Dias yang sangat dekat dengan wajahnya, juga tubuh pria itu yang merapat padanya, membuat Vio seketika flashback pada kejadian malam itu. Ia tergugu.

"O-Om..."

"Jawab saya," bisik Dias di telinganya. "Kamu mau ganti dengan apa?"

"Ak-aku...."

Dasar tubuh sialan! Vio ingin mengumpat saat menyadari betapa payahnya ia bereaksi setiap kali berhadapan dengan pria ini. Betapa bodohnya ia sampai tak tau bagaimana cara merespon yang benar.

Vio tak ingin Dias menganggapnya terlalu murah hanya karna diam saja saat diperlakukan tak wajar oleh pria itu, tapi ia juga tak bisa menolak semua tindakan Dias. Vio menyukainya.

"Aku masuk duluan," ucap Vio sambil mendorong tubuh Dias cepat, kemudian masuk ke dalam mobil.

Dias terkekeh geli melihat tingkah gadis itu. Ia lalu memutar, memasukkan koper Vio ke dalam bagasi, kemudian menyusul gadis itu ke dalam.

Sepanjang perjalanan, hanya ada keheningan. Dua manusia beda jenis kelamin itu sibuk dengan pikirannya masing-masing. Vio yang tampak diam menatap ke luar jendela kaca. Sementara Dias fokus mengendara dengan tenang.

Hingga beberapa lama kemudian, mereka tiba di kediaman Dias. Pria itu membunyikan klakson, membuat satpam yang berjaga di gerbang segera melakukan tugasnya membuka pagar.

Setelah Vio keluar dari mobil, ia langsung disambut Cleo yang langsung berlari memeluk tubuhnya. Rupanya sedari tadi gadis itu sudah menunggu di depan teras.

"Huaaa... Viooo..," teriak Cleo heboh. "Gue khawatir banget sama lo tau nggak? Lo nggak kenapa-napa kan?"

Vio tersenyum, kemudian mengangguk. "Gue nggak papa kok," ucapnya sambil melepaskan diri dari pelukan Cleo.

Cleo mencebik, menatap Vio dengan sebal. "Kok lo ada masalah nggak cerita-cerita sih? Kenapa lo bisa diusir dari kosan?"

"Nanti aja yah gue ceritanya," ucap Vio terlihat lelah, membuat Cleo menganggk setuju. Lalu tak lama kemudian, Dias datang sambil membawa koper Vio.

"Kalian masuklah, di luar dingin," perintah pria itu membuat kedua gadis dihadapannya menurut. Mereka pun masuk beriringan ke dalam rumah.

___

Vio duduk di ranjang, di samping Cleo yang sudah tertidur pulas sambil menatap layar hp-nya. Ada banyak notifikasi dari WA. Grup kampus, grup ia, Cleo dan Nia. Pesan dari nomor tak dikenal, juga pesan dari Vina yang bertanya apakah ia sudah berubah pikiran atau belum.

Vio memilih untuk membalas pesan Vina terlebih dahulu. Meskipun ia yakin perempuan itu sudah tidur, tapi setidaknya besok Vina akan membaca pesannya.

Dan yah, Vio berubah pikiran. Ia benar-benar butuh uang. Tak ada alasan lagi untuk berpikir ulang. Bagaimanapun ia tak ingin ketinggalan ujian, dan ia juga tak mungkin menumpang lama di rumah Cleo.

Vio masih punya harga diri. Meskipun Cleo sahabatnya, tapi ini rumah Dias. Vio tak bisa tinggal seatap lama-lama dengan pria itu, atau otaknya akan melampaui batas kewarasan dan mengabaikan norma-norma yang ada.

Menjadi sugar baby adalah jalan satu-satunya. Vio tau resiko yang harus ia tanggung, tapi ia bersedia menerima akibat dari keputusannya. Lagipula Vio sudah dewasa, ia juga bukan gadis konservatif yang berpikiran kuno. Meski agak tidak suka dengan gagasan sex after married, tapi Vio tak pernah berjanji untuk tak melakukannya. Sebab ia memang tak pernah berencana untuk menikah.

Jadi, untuk siapa ia harus mempertahankan keperawanannya kelak? Bukankah terlalu naif bila ia tak memanfaatkan kelebihan yang ia punya untuk mendapatkan uang?

Besok kasi tau gue gimana caranya. √
01.55





____

MSD (My Sugar Daddy)Where stories live. Discover now