𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 22 : 𝐆𝐫𝐚𝐩𝐩𝐢𝐠

41 4 2
                                    

(lucu)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(lucu)

Jika katanya yang terindah kadang hanya bisa dilihat tanpa dimiliki, maka izinkan akulah yang menjadi sebab ia tersenyum.

***

Setelah menjelaskan ini-itu kepada Sesa, Aydan, dan Ibnu. Kini entah syaraf otak sebelah mana yang putus hingga Raiden menuruti perkataan Aydan untuk mengajak Zenita makan berdua. Ya, sebenarnya Aydan bilang yang penting pergi berdua, tetapi karena tak mungkin Rai tiba-tiba mengajak jalan-jalan atau yang lainnya, jadi dia memilih makan saja. Toh, mereka berdua memang lapar.

Selesai memesan makan dan membicarakan sedikit rencana untuk pertemuan mereka ke anak-anak jalanan yang menjadi project mereka, makanan sudah datang, dan ternyata kwetiau yang mereka berdua pesan lumayan pedas walaupun rasanya dalam menu 'original'.

"Jangan dimakan kalau ga suka."

Zenita menggelengkan kepala lalu mengambil piring berisi kwetiau yang sudah Raiden tarik baru saja. "Nggak, ah. Sayang. Masa nggak dimakan baru aja jadi."

"Pedes. Lo bisa makan itu?" Meskipun Raiden mengenal Zenita baru sebentar, ya dia lumayan peka kalo gadis itu memang tidak begitu menyukai pedas.

"Ini lagi nyoba." Laki-laki itu melihat Zenita yang sudah mengunyah kwetiau yang baru saja datang. Baru beberapa kunyahan mata perempuan itu sudah sedikit berair. Kok Raiden jadi kasihan?

"Pedes itu, heh."

"Eh, nggak terlalu kok, Rai. Coba, deh punya kamu."

"Nggak gue males kepedesan."

Dengan mata berair dan gelak tawa tipis Zenita meledek laki-laki di depannya. "Kamu ga berani, ya?"

Lah, nantangin? Raiden mengangkat alis. "Ngapain ga berani?" jawab laki-laki itu tak terima.

"Karena ini pedes?" Zenita memasukkan kwetiau miliknya lagi. Sekarang wajahnya sudah merona merah jika dilihat dari dekat.

"Berani, cuma MALES."

Satu piring sudah hampir habis, Raiden yang sudah pesan nasi liwet beberapa kali melirik kondisi Zenita.

Ketika perempuan itu akan memakan kwetiaunya lagi, Raiden langsung merebutnya. "Tuh, kan! Meler ingus lo. Sini-sini gue tisuin. Udah lah makannya. Muka lo dah kek tomat."

Zenita menolak dengan menjelaskan sesuatu mengenai kemubaziran, tetapi jujur saat itu Raiden tak peduli. "Sini. Geser deketan ke gue elah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Silent In The Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang