62. attraction⚠️

Mulai dari awal
                                    

Ia memperhatikan ke sekeliling ruangan sambil mengikuti dari belakang mengarah ke kamar melihat dia merebahkan badan terpejam berlama-lama, jelas nampak sangat kelelahan. Naraya yang hanya menggunakan tanktop hitam, cardigan ungu muda, dan rok midi sebetis menambah kesan feminim pada gadis tomboy itu. Merinding kedinginan saat AC menyala.

Gemuruh perutnya cerewet minta diisi tak jemu menatap si lelaki sembari memikirkan apa yang harus dilakukan ketimbang beli makanan di waktu kurang mendukung. Sudah lewat setengah tiga, bibirnya kering kehausan pula selesai menyiapkan skripsi.

Sang penghuni hunian masih setia berdiam diri, atau mungkin sudah tertidur lelap sementara di sini perutnya masih mengusik ketenangan. Maka dibandingkan mati kelaparan lebih baik dia mencari sesuatu untuk dimakan, lemari pendingin di sebrang sana menggodanya.

Pintu kamar ditutup rapat sengaja meredam suara derap langkah kakinya dipelankan. Berharap setidaknya ada sesuatu yang bisa dimakan apapun itu karena perutnya mendadak sakit sekarang.

"Yang bener aja? Masa cuma telur sih?" Ah, ayolah seharusnya mulutnya itu mengucapakan syukur alhamdulillah menemukan telur mentahan di dalam kulkas.

"Eum... Nggak papa deh. Yang penting ada nasi," ujarnya melirik Magic Com di sebelahnya dengan seulas senyum tipis tanda syukur.

Ketika kompor dan nasi sudah tersedia, aman sudah. Yang terpenting telur kemudian, jangan lupakan si penyedap rasa, masalah hidupnya pasti bisa diselesaikan baik-baik tinggal menunggu telurnya matang dan, makan.

Barulah tersadar lagi pendinginan ruangan membekukan badannya secara perlahan-lahan, gadis itu mengendus pelan memeluk dirinya, seharusnya tadi ia pakai baju yang sedikit lebih tertutup. Mau gimana lagi? Di jam segini mana kepikiran ganti atasan.

Kepalanya terhantuk-hantuk, dirinya menguap menahan kantuk setengah mati, melirik arloji, dan mengerjapkan mata berkali-kali agar tetap terjaga. Ia hampir merebahkan beban pada singgasananya, sampai menyadari ada sesuatu yang mengganjal.

Detik berikutnya. Kepalanya menoleh cepat ke belakang guna memastikan dan mengakhiri kecurigaan, diiringi helaan napas lega. Sebab dikiranya setan, ternyata si beruang besar sedang mengintip masakannya.

Naraya terkekeh malu terlebih saat tangan-tangan berurat itu melingkari pinggang rampingnya, lalu pipi tembamnya bersembunyi di sela leher si gadis cukup lama terdiam, tak berminat mengeluarkan suara, diam-diam seseorang tersenyum malu-malu tingkahnya begitu merayu mata.

Sang gadis membalikkan badan bersiap menyunggingkan senyuman terbaik. Kini terlihat jelas berbeda tinggi keduanya saat berhadapan sementara lelakinya sedang sibuk mengusir pikiran aneh menggerayangi otaknya.

Malam ini gadisnya terlalu cantik matanya bersinar polos. Hm, agaknya dia belum terlalu mengenal Naraya sejauh ini.

"Kelihatan ngantuk."

"Gue?"

"Ya setan lah, masa elo sih."

Bugh!

"Aarghh aw... Sakit Ra gila." Tendangan maut. Kelewatan ganas, untung bukan minyak goreng panas disiram ke wajah tampannya, tapi kalau dipikir-pikir mengerikan juga pikiran liarnya.

Belum apa-apa si doi sudah menunjukkan sisi lainnya. Ngomong-ngomong soal minyak... gorengan apa kabar?

"Lah gosong HAHAHAHA!" Nachandra mematikan kompor sambil menertawakan gorengannya, Naraya mendengkus sebal ingin menggaruk sesuatu.

Dikira malam ini menciptakan benih-benih momen-momen romantis seperti, ekhem, mulai membayangkan rekaan adegan misalnya makan bersama, nonton TV bersama, main game, paling tidak ya ngobrol sampai pagi. Atau mungkin... Tidur bersama?

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang