48. dive ends bleed

Mulai dari awal
                                    

Cowok dengan kaos rumahan biasa berwana coklat polos serta celana jeans biru terang seketika mengalihkan seluruh atensi semua orang, para pendatang yang tadinya sibuk berbicara ataupun mengerjakan pekerjaan mereka.

Rupanya keluarga lengkap gadis populer bernama Callista, dia si mencuri ciuman pertamanya juga hadir di sana di tengah-tengah para bapak-bapak dan ibu-ibu yang hobi membandingkan anak mereka, salah satunya pun diketahui adalah ibunya. Marnia, sosoknya bersinar paling berwibawa di antara tamu lain.

Tatapannya lantas beralih ke arah seorang gadis dikenalinya tengah memainkan ponsel sibuk sendiri di antara keramaian, balasnya menatap sekilas.

"Itu anaknya Bapak Alta, kan?" tanya pria berjas hitam rapih.

"Iya, Pah. Ganteng kan?" respon Callista yang didengar sampai ke telinga gadisnya.

Tiara menampakkan senyum lebar membanggakan anak laki-laki itu sementara Marnia sebagai orang tua kandung Nachandra justru malah tak berniat menegur anaknya sama sekali sibuk memainkan ponsel menunggu pesan dari para klien.

Farhan di pojokkan menguyah permen di atas meja mengikuti arah pandang mereka yang sedang menatap kagum kepada anak didikannya, sebab selain tampan rupanya reputasi di sekolah patut diacungi jempol, peringkat nilainya tidak pernah anjlok barang sekali.

Siapapun juga akan berdecak kagum begitu sadar bertapa pantas diandalkannya sosok anak polos, aneh, bin ajaib ini. Jikalau dibandingkan kelakuan minusnya bahkan tak sedikit pun mengurangi image luar biasanya di mata para wanita.

Seperti halnya Callista, justru makin menyukainya setelah mengetahui sifat aktif si lelaki. Tak masalah sedikit introvert.

"Duduk sini! Jangan jadi model," cerosos Farhan cekikikan geli mempersilahkan anak itu duduk di samping.

Ia berkata begitu oleh karena cara berjalan Nachandra memang terkesan bak model-model pria di layar kaca, lagi. Sebenarnya doi tidak berniat begitu kemudian Farhan beralih mempersilahkan Naraya terduduk di samping Tiara.

Tiara dan Najrul mengapit Yura di tengah-tengah mereka. Dalam hati anak perempuan ini sedang menertawakan kekalahan Naraya meskipun ternyata orang yang difokuskan tak tepat sasaran alias benar-benar tidak peduli.

Sebentar Naraya sengaja menampakkan smirk lalu malah memilih mendaratkan pantatnya di samping Nachandra kemudian menyunggingkan senyum puas ke arah Yura yang mulai merasa ketar-ketir kepanasan.

"Nah, jadi begini ... Dalam waktu dekat ini saya akan mengadakan acara pernikahan." Semua mata langsung tertuju ke arah si pembicara.

Perlahan kedua tangan Naraya mengepal berusaha keras menahan amarah meletup-letup dalam dirinya sejak jauh-jauh hari. Jika hal ini benar-benar terjadi di kemudian hari seharusnya hari ini adalah puncaknya.

Mulanya mereka berbeda keyakinan melawan hukum alam. Pihak lelaki ini memutuskan pindah keyakinan, tidak ada kendala lagi mereka sangat bisa bersatu menghancurkan hidupnya. Entahlah, berpegang teguh harapan satu-satunya semoga ada keajaiban Tuhan, atau paling tidak semoga Najrul bukan orang jahat.

Kepalan tangan digenggam erat oleh seseorang tentu sudah ia duga siapa empunya sedang menampilkan senyum cerah mengikis sedikit beban hati dan pikiran.

"Kamu yakin, Ra?" tanya Farhan tiba-tiba langsung mendapatkan tatapan tak enak dari pihak keluarga calon suami.

"Ah, begini lo maksud saya. Memangnya kamu sudah yakin mau menikah lagi?" paparnya dengan ekspresi serius.

Naraya tertunduk pening mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya guna membatalkan rencana pernikahan sama sekali tak diinginkan.

"Bagaimana bisa saya main-main dalam memutuskan hal seserius ini Farhan," bantahnya, suara lantang mengisi ruangan.

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang