[2] Kabur

49 13 119
                                    

Halo, semoga saat membaca ini, kamu sedang dalam keadaan sehat dan berada dalam lindungan Tuhan.

Salam kenal.

Salam kenal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Sudah tiga jam Talisha berusaha menjaga matanya tetap terbuka. Dia sangat mengantuk. Meski berkali-kali berusaha membangkitkan semangat,  suasana kamar dan indahnya kasur yang tertangkap sudut mata tetap terlihat lebih menggoda. Lagi pula, dari tadi para pembicara dan MC menyebutkan, "Selamat datang di Universitas", tapi kenyataannya Talisha masih duduk di depan laptop, bukan sedang di depan gerbang kampus ataupun di dalam gedung megah yang dipenuhi ribuan mahasiswa. Sungguh ospek online yang membagongkan.

Dengan tetap berusaha menjaga ekspresi di depan kamera, Talisha mulai meraih bungkusan snack cokelat yang sudah disiapkannya di laci meja. Kepalanya mulai menunduk, berpura-pura sibuk mencatat, padahal mulutnya sedang sibuk mengunyah makanan. Sungguh, dia tidak tahan lagi. Kegiatan seperti ini membosankan sekali.

Notifikasi di layar ponsel perlahan mengalihkan perhatian, isinya hanyalah grup maba angkatan 2020. Entah apa yang mereka ributkan sampai ada ratusan pesan yang belum dibaca. Talisha membukanya sambil menggeleng-geleng. Bukannya berisi informasi penting, yang mereka ributkan ternyata sebatas kating--kakak tingkat--yang ganteng dan cantik, wajah dosen yang garang, dan, ya, puluhan lelucon aneh yang kemudian dipenuhi dengan emotikon tertawa sambil guling-gulung. Ada juga yang malah menggunakan emotikon menangis, padahal maksudnya dia sedang tertawa. Manusia zaman sekarang pada antik, ya, gumamnya.

Talisha menghela napas. Tidakkah ada satu hal menarik yang bisa menghilangkan kebosanan ini? Andai saja boleh off camera, rasanya Talisha sudah merebahkan badannya dari tadi. Jiwa magerannya benar-benar mengguncang.

"Woi!" Suara menggelegar itu datang dari pintu yang entah sejak kapan terbuka. Felisha--adiknya--tiba-tiba sudah nongol di sana. "Lo ngambil semua coklat yang ada di kulkas?"

Buru-buru Talisha menyembunyikan bekas bungkusan cokelat yang berserakan di atas meja, lalu menggeleng-geleng. "Coklat yang mana?" tanyanya dengan mulut penuh.

"Yang di pintu kulkas. Bunda bilang udah beliin buat kita bertiga. Tadi gue cek, kok, nggak ada?"

Mampus! Talisha merutuki dirinya sendiri. Dia pikir, semua cokelat itu tidak ada yang punya, makanya dia bawa kabur semuanya. "Gue cuma ambil ti--"

"Tiga?!" Felisha memelotot. "Hei, itu tuh sebenarnya satu buat lo, satu buat gue, satu buat Calisha. Kenapa lo ambil semua? Wah, parah lo, Kak!"

"Eh lo santai dong! Gue lagi ospek ini! Hus, sana! Jangan masuk frame, malu-maluin." Talisha menggeser posisi laptop, berusaha tidak memperlihatkan wajah Felisha di kamera. Anak itu benar-benar tidak mengerti kondisi.

"Dasar!" Felisha berbalik menuju pintu, bersiap menutup, tetapi malah bicara lagi. "Makan mulu, sih, lo. Rakus pula. Pantesan gendut."

"Eh jaga mulut ya lo! Nggak ada hormat-hormatnya sama kakak sendiri, perkara makan doang pake body shaming segala!" Talisha menggebrak meja.

Find Me through Your EarsWhere stories live. Discover now