11. Gara-Gara Contekan

Start from the beginning
                                    

     Sekarang aku mengerti, kenapa orang-orang fokus sekali di pembelajaran kali ini. Rupanya mereka sedang mengerjakan latihan soal matematika sejak tadi, lalu aku biarkan waktu itu terbuang percuma.

     "Hei!" tegur Pak Lim seraya memukul keras tongkat rotan ke atas mejaku lagi.

     "Palli! Teman-temanmu juga ingin tahu jawabanmu untuk menyelesaikan soal itu."

      Aku menggerutu dalam hati. Mengepal telapak tangan. Melirik sekilas ke arahnya. Pak Lim sedang menanti-nanti, kemudian berjalan menuju papan tulis, lalu mengetuk-ngetuk papan tulis tepat di soal latihan pertama dengan menggunakan tongkat rotannya. Aku menghela napas gusar, memaksakan diri untuk maju ke depan. Sambil meraih kapur, Pak Lim yang berada di sebelahku membisikkan sesuatu.

      "Tunjukkan kepada saya, apa kau mampu menjawabnya atau kau hanya seorang pecundang." Sesaat kemudian dia tersenyum remeh, memilin kumis tebalnya.

     Baiklah. Itu berarti Pak Lim sedang menantangku. Aku tidak terima disebut sebagai pecundang apalagi memandangku sebelah mata, maka untuk membalasnya kuterima saja tantangan tersebut dengan senang hati.

     Kuarahkan sebatang kapur ke papan tulis. Dua detik, tiga detik, empat detik, kapur di genggaman masih mengambang di udara. Mata tetap terpaku pada deretan angka dan huruf tersebut. Otak turut bekerja dan memacunya untuk mendapat penyelesaian. Sial! Aku sama sekali tidak menyimak materi yang sudah diterangkan sebelumnya. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Ah, kenapa kau tertidur tadi, Seungbin!

     Melirik sekilas, Pak Lim yang berada di sebelahku, mengetuk-ngetuk tongkat rotannya ke soal latihan berikutnya.

     "Selagi menunggu Seungbin menjawab soal pertama, siapa di antara kalian yang bisa menjawab soal kedua?"

     Gawat. Kalau sampai aku tidak bisa menjawab soal satu ini, Pak Lim akan terus-terusan menunggu. Meskipun orang-orang sudah bergiliran menjawab soal latihan.

     "Saya, Pak!" seru seseorang dari belakang.

     Aku lantas berbalik badan, dan menemukan seorang gadis yang tak asing lagi sedang mengangkat sebelah tangan ke udara.

     "Bagus sekali, Jihye. Silakan maju ke depan," ujar Pak Lim sambil memilin kumisnya.

     Jihye hanya balas menolehku lalu menoleh ke arah Pak Lim dengan yakin kemudian beranjak dari mejanya menuju kemari, dan kini tengah berdiri di sebelah kiriku seraya meraih sebatang kapur lain di tatakan kapur pada papan tulis. Aku hanya mendengus, kembali melanjutkan mencari jawaban. Kudengar, Pak Lim sekarang meminta seluruh murid untuk mengumpulkan latihan kepadanya setelah ini.

     Secara spontan Jihye menyelipkan gulungan kertas kecil ke dalam telapak tangan kiriku lalu berkata dengan suara mengecil, "Ini. Ambil lah. Kulihat kau sejak tadi agak kesusahan menjawab soal. Makanya kusempatkan untuk membuatkanmu ini."

     "Apa ini?" bisikku.

     "Kau benar-benar dungu atau bagaimana? Buka saja, sebelum Pak Gongyeong melihat!" sungutnya tanpa basa-basi.

     Sesaat kemudian beralih terpaku pada papan tulis. Jari-jari lentiknya lincah menggores kapur hingga serbuk-serbuk kapur itu bertaburan kemana-mana. Aku terpukau sejenak melihatnya.

    Di belakang kami, Pak Lim tampak berjalan dari meja ke meja murid untuk menagih latihan yang sudah dikerjakan sebelumnya. Dengan cekatan, aku membuka gulungan kertas kecil ini lalu menyalin penyelesaian dari Jihye ke papan tulis. Jari-jariku seketika bergerak cepat, menggores-gores kapur sampai menyapu ke sebagian papan tulis yang kosong.

We Come And GoWhere stories live. Discover now