Distorted Eden

29 3 2
                                    

Distorted Eden

Oleh T.F.Z

"Hai, pagi ini mau sarapan apa?"

"Sup jagung dan roti canai." senyum yang selalu menerangi hari-hariku tersungging manis di wajahnya. Aku membalas dirinya dengan senyuman terbaikku, tentu saja. Hatiku terasa hangat selalu menjalani kehidupan seperti ini. "Baik, aku juga suka sup jagung dan roti canai! Kita makan bersama, ya!"

Aku segera turun ke dapur dan menyiapkan menu yang dimintanya. Sedikit bersenandung sambil menguleni adonan, betapa terlihat bahagianya aku pagi ini. Mau bagaimana lagi, melihatnya senang membuat aku senang juga. Setelah membentuk adonan bagai pusaran air, aku melompat ke tahapan makanan lain, yaitu mencampur jagung yang sudah halus dengan susu tawar. Aah, aku tak boleh membuat dia menunggu lama.

✧✧✧

"Hai lagi, hehe. Aku sudah bawa sarapan, nih! Ayo makan bersama!" seruku bersemangat. Aku menaruh nampan berisi tiga gelas air bening, tiga mangkuk sup jagung, dan tiga piring berisi dua roti canai sebesar telapak tanganku.

"Ayo berdoa!" aku mengajaknya berdoa kepada Tuhan yang telah memberikan makanan enak setiap hari... ah, juga memberikan kalian yang selalu mengisi hari-hariku. Diam-diam, aku mengintip dirinya yang berdoa sangat khusyuk dari balik tangkupan kedua tanganku. Aku menahan senyumku geli karena dia terlihat bagai orang suci di tempat ibadah nun jauh di sana.

Setelah hening beberapa saat, kami mulai makan dengan tenang. "Bagaimana baju yang kuberikan kemarin? Cocok? Kainnya tidak gatal kan? Yah, itu.... aku tak sengaja menemukannya di dalam kotak pakaian di loteng. Kainnya masih bagus, kok!" tanyaku ditengah makan. Dia hanya tersenyum sambil menempatkan telunjuknya di depan bibir keringnya. Aku menggaruk tengkuk belakangku canggung dan kembali makan dengan tenang.

Selesai makan, kubereskan gelas-gelas, piring-piring dan mangkuk-mangkuk kosong dengan nampan tadi. "Hei..." panggilnya. Oooh!! Ia mengeluarkan suara merdunya! Dia hanya mengeluarkan suara berharganya jika kutanya. Aku senang dia memulai percakapan, "Ya?" jawabku dengan senyuman selebar bunga matahari.

"Sudah cukup, kan? Ini... sudah enam bulan..."

Ctas...

Serasa ada sesuatu yang putus di kepalaku. Dia bicara apa, sih. Aku... tidak mengerti... "Apa maksudmu?" aku tidak menyuruhnya mencari makanan, aku tidak menyuruhnya membersihkan rumah, aku tidak menyuruhnya memasak, aku tidak menyuruhnya keluar demi mencari informasi, kenapa?

"Kamu bercandanya lucu juga..." balasku dengan senyuman walau sebenarnya aku sangat ketakutan.

"Aku tidak bercanda. Kamu bilang sendiri akan diperpanjang tiga bulan lagi!" balasnya mulai marah.

"Iya benar. Tapi kupikir, kamu butuh tiga bulan lagi... tak apa, aku orang yang sabar..." balasku sambil menghela nafas. Aku takut... tapi tak ada cara lain lagi.

"Kamu gila?! Aku tak mau tahu lagi, pokoknya keluarkan aku dari sini! Aku sudah muak main rumah-rumahan denganmu!" teriaknya kencang padaku.

Aku tertegun. Bisa-bisanya dia bilang aku gila... aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku bersamanya, selalu disapa senyuman bagai matahari terbit, dan ditutup senyuman pula bagai matahari terbenam. Apa salahnya ingin bahagia di taman kecil ini.

"Cukup! Aku mau pergi!" ia berlari keluar kamar bagai anak burung yang mencoba keluar dari sangkar untuk pertama kalinya. Aku segera mengejarnya, khawatir jika ia terpeleset jatuh dari tangga. Aku tidak mau kehilangan siapapun, demi kewarasanku sendiri.

Ia terdiam di depan pintu keluar. Ia tak bisa  membukanya, tentu saja. Kunci pintu keluar kusembunyikan di tempat rahasia. Pintu kembar jati itu juga tidak mudah untuk didobrak.

Distorted EdenTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon