Midnight

976 98 25
                                    

Friday, 13 November 2020
Martinsville, New York

"Seorang pembunuh berantai kelas berat dikabarkan telah kabur dari penjara bawah tanah dini hari tadi. Diduga pelaku berinisial F tersebut kabur dengan membawa senjata tajam. Info terakhir yang didapat, pelaku mengendarai sebuah mobil--"

Klik

Evelyn mematikan siaran berita tersebut, kemudian melangkah ke sudut ruangan untuk mengembalikan remote TV pada tempatnya.

Gadis itu sedikit meregangkan badannya selagi mencopot celemek yang sudah kotor akibat noda kopi. Hampir 10 jam penuh dia tak sempat melemaskan otot-otot lengannya.

Sejenak pandangan mata Evelyn terpaku memperhatikan butiran-butiran putih di atas langit yang perlahan melaju turun.

Ya, hari ini salju sudah mulai turun di seluruh kota New York, bahkan di daerah pinggiran seperti Martinsville. Entah karena faktor apa, akhir-akhir ini sering terjadi badai salju. Bahkan sore hari tadi hujan salju sempat turun lumayan lebat hingga menutup akses jalan. Untung saja para petugas kebersihan disini selalu sigap membersihkan jalanan dari timbunan salju.

"Mau badai salju kek, hujan salju kek, tapi tetep aja gue gak pernah diliburin. Malahan nih cafe buka terus. Untung aja hari ini sepi pembeli," cibir Evelyn sambil sesekali melirik CCTV yang terpasang di sudut ruangan.

Entahlah... benda yang satu itu masih berfungsi atau tidak, tapi Evelyn berani bertaruh kalau bosnya tidak pernah melakukan pengecekan rutin CCTV di tempat ini.

Netra coklat Evelyn sedikit bergeser mengintip jarum jam yang terus berdetak dari jam dinding di atas lemari pendingin. Sudah pukul 10 malam ternyata. Pantas saja, keadaan di luar sangat sepi.

Fyi, cafe tempat Evelyn bekerja sekarang terletak di daerah Martinsville--sebuah dataran tinggi di pinggiran New York yang lumayan sepi penduduk. Kebanyakan orang-orang kota hanya mengunjungi daerah ini saat liburan saja, sekedar refreshing untuk melihat pemandangan hutan pinus yang begitu luas dan ditemani dengan secangkir kopi hangat.

Sayangnya, semenjak musim salju datang, pengunjung disini terbilang menurun drastis. Hanya ada segelintir orang yang memang bermukim di daerah sini yang sesekali mampir ke cafe untuk sekedar membeli secangkir kopi. Sementara yang lain, lebih memilih mengungsi di tempat yang hangat dan nyaman, yakni di pusat kota.

"Dor!"

Evelyn terjingkat kaget begitu pundaknya tiba-tiba ditepuk oleh seseorang dari belakang.

Ternyata itu Hans. Lelaki bertubuh jangkung dan maskulin, rekan kerja Evelyn selama 6 bulan bekerja di cafe ini.

"Bikin kaget aja, ish!" Evelyn mencebik kesal, lalu menepis tangan Hans dari pundaknya.

Hans tertawa lirih. "Belum pulang? Ngapain ngelamun sendirian?"

"S-Siapa juga yang ngelamun?" Evelyn berkilah dengan sok-sok an melipat celemeknya. "Gaada yang ngelamun. Gue lagi ngelipet celemek nih, tuh liat."

Evelyn menunjukkan bukti celemeknya yang sudah terlipat rapi di atas meja.

Hans hanya bisa menggeleng gemas melihat kelakuan Evelyn. Sedetik kemudian, ia melirik jam tangannya lalu meraih tas kulit selempang yang tersampir di salah satu kursi.

"Yaudah, Eve, gue pulang dulu ya. Area dapur udah gue bersihin, tinggal buang sampah doang. Tolong lo buangin ntar."

Evelyn mengangguk. "Oke."

"Udah dikresekin kok. Tinggal buang aja di belakang."

"Oke.."

"Trus--"

In The Middle of The Night | Oneshot ✔ [COMPLETED]Where stories live. Discover now