6. Mendadak Penulis

5 4 0
                                    

Memang Sasmaya bukan seorang penulis. Belum pernah menghasilkan suatu karya yang merupakan inisialisasi sebuah ide darinya. Ia hanya seorang editor. Yang membantu seorang penulis untuk menyusun ide-ide tersebut. Sehingga merepresentasikan ide tersebut tepat. Siap publikasi.

Penulis dan editor bekerja sama saling bahu membahu. Penulis berperan utama sebagai pemrakarsa. Sementara dirinya, punya peran sekunder. Tapi tidak boleh dihilangkan. Apalagi dikesampingkan. Bahkan menjadi komponen dasar yang tak terpisahkan.

Lantas, ia ditunjuk untuk menulis biografi Sofyan Putra. Yang notabene atasannya. Pemilik perusahaan Putra Group. Di mana perusahaan tersebut bergerak di bidang penerbitan dan percetakan, serta hotel dan resort.

Sejauh ini, itu yang diketahuinya.

Perusahaan penerbitan dan percetakannya sendiri sudah berdiri jauh sebelum tahun kelahirannya. Meliputi Gama Pustaka Press yang menerbitkan buku fiksi dan non fiksi. Lalu, magazine and newspaper. Dan terakhir retail book store yang membuka cabang di kota-kota besar. Perusahaan penerbitan ini dipimpin anak keduanya. Yang tak lain dan tak bukan suami Widiya.

Sementara hotel dan resort yang ia ketahui bernama Zoon Hotel dibangun di Belanda melalui kerja sama 2 negara yang investornya memang berasal dari negara yang pernah menjajah Indonesia tersebut. Sedangkan di tanah air Zoon Hotel dibangun di Jakarta dan Bandung. Yang mana yang menjadi pemimpinnya adalah anak pertama dari Sofyan Putra.

Ini gila sih.

Mengapa Widiya memilihnya?

Bahkan di luar sana, banyak penulis biografi terkenal. Berkompeten. Pengalaman menulis biografi para tokoh. Baik pahlawan, pejabat, pengusaha, artis, atlet dan lain sebagainya.
Mengapa ia yang hanya seorang editor. Tidak berpengalaman. Tidak terkenal. Dipilih untuk menjadi penulis biografi dari Sofyan Putra. Seorang pengusaha sukses. Inspirator dan motivator. Wartawan senior sekaligus anak sastrawan di angkatan kemerdekaan.

Jawaban Widiya singkat. "Karena kamu pantas. Pantas tidak harus terkenal. Pantas tidak harus berpengalaman menjadi seorang penulis biografi. Dengan pengalaman kamu menjadi editor 10 tahun. Dengan hasil buku-buku yang kamu hasilkan selama itu. Kamu layak."

Pantatnya terhempas kasar di kursi kerjanya. Seusai dari ruangan Widiya. Ia menghadap Pak Weka. Melaporkan hasil pekerjaannya. Lalu bertukar pikiran mengenai beban kerja baru yang dilimpahkan padanya.

Kata Pak Weka, "Selamat."

Lha kok, malah diberi ucapan selamat.

"Kamu layak."

Kompak. Satu suara dengan Widiya.

"Ada masukan, Pak?" tanyanya. Sering berinteraksi dengan Pak Weka, ia terbiasa bertukar pendapat. Terbuka. Namun sebatas pekerjaan.

"Limpahkan sebagian tugas kamu ke Sinta. Kasih tahu ke penulis yang naskahnya kamu tangani kalau sementara kamu tidak menangani naskah mereka," sahut Weka.

"Itu saja, Pak," selaknya heran.

Weka juga menatapnya heran. "Kamu maunya seperti apa?" balik bertanya.

Ia pikir akan diberi nasihat atau masukan soal apa saja yang perlu dipersiapkan menjadi seorang penulis biografi. Atau membantunya menjadi penyambung lidah bahwa ia sebenarnya tidak layak untuk menempati posisi itu. Barangkali penunjukan atas dirinya bisa direvisi.

Tentu suara Pak Weka punya pengaruh.

"Laksanakan tugas baru kamu, Sas."
Tidak ada lagi kalimat yang keluar dari atasannya tersebut.

Sasmaya bertopang dagu. Kedua manik matanya memang menatap layar laptop. Tanpa pikirannya tak berada di sana. Bisa jadi jiwanya juga melalang entah di mana-mana.
Berapa kali ia bertemu dengan Pak Sofyan Putra?

Blind DateWhere stories live. Discover now