3. Moeder Bakery

11 6 5
                                    

Sabtu pagi di beranda depan rumah. Ranti yang usai melakukan jalan pagi di seputar kompleks perumahannya menyapa beberapa tetangga yang juga sengaja melakukan rutinitas yang sama. Terkadang dari beberapa mereka membawa anggota keluarganya.

Seperti Sisca tetangga tepat di sisi kirinya. Pasangan yang baru menempati rumah di sebelahnya 3 tahun lalu. Anaknya masih berumur 1,5 tahun duduk manis di atas sepeda roda 3.

"Hai, Tante Ranti." Sisca menyapanya terlebih dahulu.

"Hai, Sis," balasnya. "Halo Manda!" Bergantian menyapa anak Sisca yang menatapnya sambil tersenyum ramah. Ia mendekati keduanya. "Ikut Oma, yuk!" tangan Ranti terulur. Sementara Manda meronta senang mencoba meraih tangannya.

"Mau jalan dulu, Oma." Sisca yang menjawab. "Sudah berapa putaran Tante? Kayaknya sudah banyak berkeringat ini," imbuhnya.

Ranti yang tadi membungkuk lantas berdiri tegak. "3 putaran," sahutnya.

"Wah ... kami ketinggalan nih. Oke, Tan kami jalan dulu," izin Sisca. Mendorong perlahan sepeda anaknya.

"Oke. Bye ... bye Manda," ia melambaikan tangan. Disambut Manda yang berjingkrak senang saat Sisca mulai mendorong sepedanya.

Ranti memunguti beberapa daun kering yang berjatuhan di lantai teras. Mungkin terbawa hujan angin kemarin sore. Sengaja memetik daun setengah kuning yang masih menempel di dahan. Membersihkan taman yang hanya berukuran kecil di samping carport. Yang hanya bisa ditanami pandan bali. Serta beberapa sampang dara dan lily paries. Sementara rumput gajah mini sengaja ditanam untuk menyelimuti tanahnya.

Tak perlu waktu banyak untuk merawat tanaman di rumahnya. Usai menyiram sebentar. Ranti kembali masuk rumah.

Menapaki tangga demi tangga menuju kamarnya yang juga berada di lantai 2. Melewati kamar Sasmaya yang tak menutup sempurna menyisakan celah. Sehingga bisa terlihat, suasana kamar anaknya redup dengan gorden yang masih tertutup.

Ranti menggeleng. Mendorong perlahan pintu.
"Gimana rezekinya gak dipatok ayam. Anak gadis jam segini masih tidur," protesnya. Menyibak gorden hingga menghasilkan bunyi tarikan yang cukup mengganggu. Disusul cahaya alami serta merta menerobos dinding kaca. Membuat ruangan kamar Sasmaya langsung terang benderang.

Anak gadisnya melenguh panjang. Menarik selimut hingga menutupi kepalanya.

Ranti menukas, "Sas, kalau kamu gak ada kerjaan bantu Mama ke toko, yuk!"

"Ma, aku masih ngantuk. Tadi malam baru tidur jam 3," keluhnya. Menyunting 2 naskah yang telah lolos dari editor akuisisi.

"Oke. Mama kasih waktu kamu melanjutkan tidur. Tapi jam 9 antar Mama ke toko. Si Susan hari ini sama besok izin gak masuk. Pulang ke Bekasi katanya mau jenguk neneknya sakit." Ranti pergi meninggalkan kamarnya.

Ia membuka selimut yang menutupi wajah setelah beberapa saat Ranti keluar kamar. Mencoba memejamkan mata kembali. Apesnya rasa kantuk tetiba menghilang, menguap begitu saja.

Sasmaya menatap langit-langit kamarnya. Cukup lama ia terdiam sampai dering ponsel menggugah pikirannya yang mengembara.
Tanpa bangkit, Sasmaya mengulurkan tangannya. Meraih ponsel di atas meja kecil samping ranjang. Nama 'Yellow ' muncul di layar.

"Ya," sahutnya.

"Mbak Sasmaya, bisakah pertemuan hari minggu besok dimajukan?" tanya Yellow-salah satu penulis yang ditanganinya.

"Em,"

"Pagi. Dimajukan pagi. Tepatnya jam 10. Coz, sore ternyata saya ada keperluan mendadak. Benar-benar urgen," terang Yellow.

Ia masih menimbang-nimbang.

"Gimana?" desak Yellow.

Jam 12 siangnya ia juga sudah membuat janji dengan penulis lain untuk menyerahkan dummy buku. Sekaligus melakukan makan siang bersama.

Blind DateWhere stories live. Discover now