Part 7. Riak Ombak Pertama

3 2 0
                                    

... Dengan perlengkapan seadanya, perahu kecil kita mulai berlayar membelah lautan luas, menuju pulau impian. Tak kupikirkan ombak atau hujan badai yang bisa saja menerjang. Aku mempercayaimu sepenuhnya ....

Menikah ternyata tidak seindah yang dibayangkan Khafa. Berharap mereka tidak akan terpisahkan lagi, yang terjadi malah sebaliknya.

Beberapa minggu setelah menikah, masih dalam suasana pengantin baru, Bayu ditugaskan ke luar kota oleh kantornya untuk waktu yang belum bisa ditentukan.

Khafa yang ingin ikut, tidak diperbolehkan oleh Mama karena dia sedang hamil muda. Sedang hebat-hebatnya pusing dan mual.

Dengan sedih dan terpaksa, Khafa melepas kepergian Bayu. Hari-hari Khafa pun sepi.

Dia juga sudah tidak kuliah lagi, meski ketika akan menikah Papa sempat menawarkan apakah ia ingin tetap melanjutkan kuliahnya lagi semester depan. Khafa hanya mengangguk. Tetapi dia tidak mau lagi menaruh harap. Takut kecewa lagi.

Bayu pulang sebulan sekali. Itu pun hanya untuk sehari dua hari saja. Untungnya saat kelahiran putra pertama mereka beberapa bulan kemudian, Bayu sedang ada di rumah sehingga dapat mendampingi Khafa melahirkan.

Mereka menamakan bayi laki-laki itu Altan. Bayi yang lucu dan menggemaskan.

***

Sebuah rumah tangga, apalagi pasangan muda, pasti ada saja permasalahannya. Begitu juga dengan rumah tangga Khafa dan Bayu.

Perjalanan rumah tangga mereka dari awal sudah tidak mulus. Ada saja hal-hal yang membuat mereka bertengkar. Terutama mengenai masalah tempat tinggal dan pekerjaan.

Bayu menginginkan mereka pindah saja ke rumah orang tuanya yang memang lebih besar dari rumah orang tua Khafa, sebab ternyata dia kurang cocok dengan sifat Mama dan kebiasaan di rumah Khafa.

Sedangkan Khafa ingin mereka mandiri, mengontrak rumah dan tinggal terpisah saja kalau memang Bayu tidak kerasan di rumah Khafa. Namun, Bayu tidak setuju dengan alasan dia masih sering ditugaskan ke luar kota.

Mengenai pekerjaan, Khafa merasa keberatan dengan pekerjaan Bayu yang mengharuskannya sering pergi ke luar kota, meninggalkan dirinya dan Altan selama berminggu-minggu, tak jarang sampai berbulan-bulan. Bayu bahkan sering tidak ada disaat momen-momen penting putra semata wayangnya itu.

Yang paling membuat Khafa jengkel, gaji Bayu seringkali terlambat diterimanya dari kantor. Itupun seringkali tidak utuh.

Namun, saran Khafa agar Bayu mencari pekerjaan kantoran lain yang tidak mengharuskannya bepergian ke luar kota, tidak ditanggapi oleh Bayu. Alasannya, dia tidak suka bekerja di dalam ruangan. Pekerjaan Bayu memang pekerjaan lapangan.

Ketika Altan mulai masuk Taman Kanak-kanak, Khafa memutuskan untuk bekerja. Kebetulan ada lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh kerabatnya di sebuah perusahaan retail.

Khafa mendapatkan posisi yang cukup bagus meski hanya mengandalkan ijazah SMAnya. Sebab seperti yang sudah diduganya, janji Papa untuk melanjutkan kuliah dan kursusnya dulu hanya tinggal janji.

Namun, seiring dengan itu, nafkah yang diberikan Bayu juga semakin tidak jelas. Karena tidak ingin berburuk sangka terhadap suaminya, Khafa diam-diam menghubungi kantor Bayu untuk menanyakan hal itu, dan ternyata memang kantor mereka sedang kesulitan dana hingga gaji sering terlambat diberikan.

Pada tahun ke-empat Khafa bekerja, Mak berpulang. Nenek tercintanya yang selama setahun terakhir ini menderita sakit parah, akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Segala usaha yang dilakukan Khafa, Mama, dan kedua pamannya untuk kesembuhan Mak tidak berhasil.

Khafa benar-benar merasa kehilangan. Mak, bukan cuma sekedar nenek baginya, tetapi sudah seperti Ibu baginya. Dia dan Kenzo lebih banyak diasuh oleh Mak, besar di tangan Mak, karena Mama harus bekerja. Mak, adalah guru kehidupannya.

***

Setahun setelah kepergian Mak, Khafa mengandung anak keduanya. Dia pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, karena merasa khawatir fisiknya tidak akan kuat untuk menempuh perjalanan jauh dari rumah ke kantor dalam keadaan hamil.

Sembilan bulan kemudian bayi mereka yang kedua lahir. Seorang bayi perempuan cantik yang mereka beri nama Wulan.

Kehidupan mereka seharusnya terasa lengkap dengan hadirnya putra putri yang manis dan lucu, seperti impian Khafa selama ini. Nyatanya, hidup tak seindah impian.

Tak lama setelah Wulan lahir, Bayu kembali berangkat ke luar kota seperti biasa. Kali ini tujuannya adalah daerah timur Indonesia. Semula semua berjalan lancar, meski gaji masih sering terlambat datang. Namun setelah itu, tiba-tiba saja gaji Bayu benar-benar macet.

Berbulan-bulan Khafa tidak mendapat kiriman gaji suaminya dari kantor. Bahkan untuk pulang pun, Bayu tidak bisa. Dia tertahan di sana. Proyek macet dan pekerja hanya mengandalkan uang operasional yang masih ada untuk bertahan.

Khafa panik. Kebutuhan anak-anaknya tak bisa ditunda. Terlebih si kecil Wulan yang sedang kuat-kuatnya menyusu. Dia tidak punya barang berharga di rumah untuk dijual.

Akhirnya, dengan terpaksa Khafa meminta bantuan pada Papa setiap bulan untuk kebutuhan sehari-hari.

Hati Khafa menangis. Dia tidak menginginkan ini lagi. Cukup sudah sepanjang masa kecil dan remajanya dia tersiksa harus menadahkan tangan pada Papa. Dia ingin kembali bekerja, tetapi tak tega meninggalkan Wulan yang masih membutuhkan air susunya.

Tak terasa hampir setahun Bayu tertahan di sana. Menjelang putrinya berusia dua tahun, akhirnya lelaki itu pulang. Mirisnya, Wulan malah takut dan tidak mengenali ayahnya sendiri. Gadis kecil itu menghambur dan bersembunyi di pelukan Khafa. Seketika Khafa teringat masa kecilnya dulu saat Papa datang ke rumah.

Dalam hati, Khafa merasa sedih. Meski tidak semalang dirinya dulu, tetapi keadaan anak-anaknya sekarang hampir tak beda dengan masa kecilnya. Tetap saja seperti tak punya Ayah. Karena Bayu, hampir tak pernah ada untuk anak-anaknya.

***

Siang itu, saat Bayu dan Altan sedang salat Jumat di Mesjid. Khafa yang sedang merapikan meja riasnya melihat ponsel Bayu tergeletak.

Entah kenapa, tiba-tiba saja timbul keinginan untuk melihat-lihat isi ponsel suaminya itu. Padahal selama ini dia tidak pernah ingin tahu isi ponsel Bayu.

Dia meraih ponsel itu dan duduk di atas ranjang sambil melihat-lihat. Iseng, dia membuka pesan SMS, dan jantungnya mendadak berdebar kencang.

Di salah satu pesan tanpa nama, dia membaca chat mesra antara suaminya dengan seorang perempuan! Dunia Khafa seperti berputar. Tangannya gemetar dan dadanya bergemuruh. Pandangannya nanar seketika.

Astaghfirullah ..., benarkah ini? Bisik hatinya perih. Seperti ada sesuatu yang menikam jantungmya. Pikiran Khafa mendadak kosong. Beberapa saat dia hanya terdiam, seolah tak percaya.

Bayu? Bayu-nya? Lelaki yang selalu bersikap lembut padanya? Lelaki dengan sejuta puisi yang selalu membuat angannya melambung? Allah ...!

Khafa meraba dadanya yang terasa sakit. Kisah klasik rumah tangga yang sering dia dengar ternyata harus dialaminya juga pada tahun ke dua belas pernikahan mereka!

Sekali lagi Khafa mengucap istighfar. Hatinya terasa demikian sakit dan sesak. Entah bagaimana dia saat berhadapan dengan Bayu nanti.

Bagaimanapun, Mama dan Altan tidak boleh mengetahui hal ini. Terutama Altan, yang sedang menempuh ujian akhir SMP-nya. Apapun yang akan dibicarakan, bahkan diputuskannya nanti pada Bayu, tidak boleh sampai mengganggu konsentrasi putra sulungnya itu.

Perlahan, diletakkannya kembali ponsel Bayu di tempatnya semula.

***

Perempuan Bernama KhafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang