Tapi kali ini, Danisha tidak akan menunda kepulangannya hanya karena dua orang itu. Jadilah Danisha melanjutkan langkahnya kecil-kecil dan mendempet ke sudut agar jalannya tidak selurus dengan posisi dua pemeran itu berdiri. Danisha tidak ingin takdirnya dengan dua pemeran itu berpapasan.
"Kalau gitu tunggu sebentar ya, Dema. Aku cuma mau ngambil cat air ku yang ketinggalan diruang kesenian." Ucap Aisha yang sayup-sayup dapat Danisha dengar.
"Okey, hati-hati. Aku tunggu disini." Balas Demantara.
Aisha berlalu dengan berlari kecil menuju ruang kesenian, sedangkan Demantara menunggu tepat dibawah pohon rindang dengan bunga bewarna kuning terang. Danisha akhirnya menghentikan langkahnya, memilih berdiri beberapa langkah di belakang Demantara yang tersembunyi oleh pilar, tidakkah Danisha terlihat seperti penguntit? Sedari tadi dia terus bersembunyi dan menjadi penguping. Tapi hey, bukan kemauan Danisha, salahkan para pemeran utama itu yang selalu saja berlakon didepannya, Danisha hanya tak ingin mengganggu atau menginterupsi dialog mesra mereka, sehingga Danisha lebih memilih untuk menjeda langkahnya dan menyembunyikan wujudnya agar tidak muncul diantara getaran asmara dua pemeran itu yang nantinya dapat merusak scene romantis antara Demantara dan Aisha. Ouch, lihat betapa baiknya Danisha.
Selang dua menit setelah Aisha pergi, Luvena datang. Danisha tetap diam disana dan menunggu.
Setelah melihat ekspresi janggal Demantara beberapa waktu lalu, Danisha tak munafik jika dia penasaran tentang apa yang sebenarnya pemuda itu pikirkan, bukan tertarik pada Demantara nya, tapi lebih ke penasaran seperti apa alur cerita ini sebenarnya. Tidak salahkan jika Danisha mengamati hal tersebut, meskipun dengan yakin dia tau bahwa Gladis--pemeran yang saat ini ia pinjam raganya akan mati tepat dihari ulang tahun nya sendiri.
Ironi.
"Dema." Dari arah samping Luvena berseru antusias, membuat punggung lebar Demantara berbalik sehingga kini Danisha bisa melihat ekspresi wajah Demantara. Pemuda itu tersenyum ramah membuat Luvena yang mabuk akan Demantara terus merasa candu akan senyum itu. Seolah senyum Demantara adalah ramuan sihir dengan kandungan adiktif tinggi yang membuat Luvena kian ketergantungan.
Lain lagi dengan Danisha, senyum ramah Demantara terlihat penuh dengan kepalsuan. Entah itu senyum yang ia berikan kepada Luvena, atau Aisha sekalipun. Danisha tidak tau apa yang salah dengan penglihatannya, hanya saja, Demantara...terlalu abu-abu untuk ia tebak seperti apa pola pikirnya.
"Ayo kita berangkat sekarang, mama bilang dia udah nunggu kita." Ungkap Luvena tidak sabar, dia mengembang senyum riang membuat wajahnya lebih cerah. Sejenak, Luvena terlihat lebih baik dengan ekspresi itu, namun raut itu tak bertahan lama karena Demantara hanya memberinya senyum tak enak alih-alih menyambut ajakan Luvena dengan sama antusiasnya.
"Kenapa?" Tanya Luvena peka setelah melihat ekspresi Demantara.
"I'm sorry Luve, tadi Aisha bilang dia ada urusan sama aku." Ungkap Demantara dengan nada suara menyesal.
*Luve baca Luv
Wajah Luvena kembali keras dan bergambar antagonis dengan mata menyipit sinis dan bibir terlipat kesal.
"Kapan?"
"Barusan." Balas Demantara.
Luvena berdecih dalam hati, Aisha ternyata ingin mengambil Demantara darinya, padahal dia duluan yang mengajak Demantara pergi, tapi berani-rani nya Aisha itu muncul dan terus mengganggunya. Aisha memang selalu jadi hama menyusahkan yang ingin segera Luvena basmi. Tapi sungguh sial, para laki-laki di sekeliling Aisha selalu saja menjadi penjaga dan melindungi Aisha seperti mereka melindungi hewan langka. Hewan? Ya, Luvena memang se-jahat itu menyamakan Aisha dengan hewan.
ВЫ ЧИТАЕТЕ
The Plot Twist
ЧиклитPlot Twist ; an unexpected shit Danisha ; the plot twist itself _________________________________________________ Danisha Mahiswa, Bussines Woman yang memiliki zero experience dalam hal percintaan karena terhalang prinsip 'money comes first, men com...
Part 22
Начните с самого начала
