Chap 28

2.6K 366 11
                                    

🐟Happy Reading🐟

Alunan musik terdengar merdu. Permainannya yang begitu pro, dan jari jemari yang lihai dalam penekanan tuts piano. Lagu Oh My Mind-Elephants Everywhere mengalun indah bercampur hawa dingin yang menusuk tulang. Membuat sebuah suasana ruang musik menjadi lebih pekat.

Reane terperangah, menatap takjub pemandangan didepannya. Saat ini Roni sedang memainkan alat musik piano dengan jemarinya yang lihai.

Sepuluh menit yang lalu, Roni menawarkan permainan piano. Reane yang mengira Roni akan menyalakan lagu dari ponselnya hanya menyetujuinya. Tapi siapa sangka, ternyata Roni sendiri yang akan memainan alat musik tersebut.

Kilat menyambar, membuat ruangan yang awalnya gelap, terang seketika. Menambah kesan untuk permainan menakjubkan yang Roni tampilkan.

'Didalam komik tidak pernah dijelaskan..'

Musik terhenti. Roni mengalihkan pandangannya pada Reane yang sedang sibuk bergelut dengan alam pikirannya. Ia tersenyum miring.

"Di zaman sekarang, semuanya bisa dibeli dengan uang." Celetuk Roni tiba-tiba. Reane sontak beralih menatapnya. Reane menggeleng tidak setuju. Roni mengerutkan keningnya.

"Tidak semuanya." Ucap Reane datar. Wajahnya beralih menatap jendela yang cukup jauh darinya. Ia tersenyum tulus, disaat bersamaan kilat menyambar. Membuat wajah Reane terpampang jelas.

Mata Reane terpejam. Ia menghembuskan nafasnya pelan.

"Bukankah kebahagiaan tidak bisa dibeli?" Tanya Reane melirik Roni dari sudut matanya. Bisa dilihat olehnya. Roni yang terkejut dengan perkataannya. Reane tersenyum miring. Ia tahu segalanya.

Ia tahu tentang kehidupan Roni yang begitu dipenuhi luka, yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Membuatnya menjadi seperti sekarang.

Roni terkekeh merdu, Reane memiringkan kepalanya.

"Mungkin benar, mungkin juga salah." Ujar Roni dengan senyuman yang selalu terpantri di bibirnya.

"Bagaimana permainanku?" Tanya Roni mengalihkan pembicaraan, seraya bangkit dari duduknya. Berjalan mendekati sofa Reane. Reane memasang posisi waspada kala Roni duduk disampingnya. Keringat dingin mengucur dipelipisnya.

"Lumayan." Reane menjawab dengan cuek, tidak menatap Roni sama sekali. Hawa dingin terus menggerogoti tubuhnya. Reane memeluk tubuhnya sendiri, berharap itu akan mengurangi kedinginan.

Kilat lagi-lagi menyambar, dengan sigap, Reane menutup telinganya. Tidak ingin mendengar suara petir yang begitu keras dan menyeramkan.

"Dingin?" Tanya Roni masih duduk disamping Reane. Tak ada sama sekali keinginan untuk beranjak dari sana.

'Ya iyalah goblok!! Malah tambah merinding karena ada kau..!'

Reane mengangguk menjawabnya. Ia tak mungkin mengatakan uneg-unegnya, bisa jadi mayad dia.

Reane beringsut, kala Roni mendekatkan dirinya. Roni mengerutkan dahinya. Ia mendekat lagi, dan Reane memberikan jarak lagi. Roni terus mendekat, sampai tubuh Reane sudah mencapai pembatas sofa.

Reane menoleh dengan alis bertaut, matanya menyorot tajam wajah Roni yang sedang tersenyum padanya. Reane bangkit dari duduknya, lalu duduk disofa yang Roni duduki sebelumnya.

"Jangan mendekat lagi!" Peringat Reane saat Roni sudah bersiap bangkit dari duduknya, ingin menghampirinya. Tangan Reane mengepal erat, dia sudah mempersiapkan tinjunya jika sampai Roni bersikap macam-macam.

Roni mengangkat kedua tangannya dengan tersenyum tanpa dosa.

"Kamu bilang sedang kedinginan, aku hanya ingin membantu." Ujar Roni enteng. Reane menggeleng kuat saat Roni berdiri dari tempatnya. Roni mulai berjalan, Reane semakin mengepalkan tangannya. Wajahnya menunjukkan kepanikkan yang sangat kentara.

Masuk Kedalam Komik BL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang