CHAPTER 27

156 11 0
                                    

Keesokan harinya, pukul 9 pagi, aku sudah berada di Shiawasena Ko, bermain dengan anak-anak. Kali ini aku membawakan mereka beberapa snack yang dikirim langsung oleh kedua orang tuaku untuk mereka. Sebenarnya sejak pagi tadi aku sudah mengirim pesan kepada Yuki apakah dia bisa datang ke sini sesuai dengan janjinya kemarin, namun pria itu belum membalas satu pun pesanku dan aku tak mau mengganggunya.

Aku masih mengingat dengan jelas apa yang dikatakan Fumi semalam dan aku masih belum menanyakan atau meminta penjelasan dari Yuki, aku ingin pria itu mengatakannya sendiri dengan inisiatifnya sendiri. Aku pikir mungkin Yuki belum sepenuhnya percaya padaku dan menjadikanku tempatnya bercerita keluh kesahnya, dan aku pun akan dengan sabar menunggunya untuk siap.

Saat sedang bermain dengan anak-anak, aku kembali bertemu dengan Ryu, secara tak sengaja. Sepertinya pria itu sejak tadi berada di yayasan namun tak berani untuk menyapaku lebih dulu. Sebenarnya cerita kami berdua belum sepenuhnya selesai setelah aku menghilang secara tiba-tiba karena handphoneku yang rusak.

Aku pun berinisiatif menghampirinya. Aku tersenyum kepadanya saat dia baru saja selesai membersihkan gudang di belakang dengan beberapa sukarelawan lainnya. Gudang itu akan direnovasi menjadi tempat bermain anak-anak.

"Woah.. gudangnya sudah sangat bersih"ujarku menyapanya.

Dia menoleh melihatku "Ah.. begitulah"jawabnya canggung.

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan dengan gudang ini?"

"Aku akan membuat beberapa wahana mainan seperti luncuran, ayunan, dan yang lainnya bersama sukarelawan lainnya"jawabnya dengan tangannya yang sibuk menjelaskan padaku. Pria itu lalu menghela dan kembali menoleh padaku "Apa kamu marah padaku?"tanyanya.

"Marah kenapa?"

"Soal... aku mengatakan kepada teman-temanku kalau kita akan segera pacaran padahal kita baru bertemu pertama kali"

"Kenapa aku harus marah? Bukankah kamu mengatakan itu hanya bercanda?"tanyaku lagi.

Badan pria itu pun menghadapku "Tapi kenapa kamu tak bisa dihubungi sampai sekarang?"tanyanya.

"Ahh.. maafkan aku, handphoneku jatuh dan rusak"jawabku menyesali.

Ryu hanya diam memandangiku.

"Jadi karena itu kamu tak mau menyapaku sejak tadi?"tanyaku

Ryu meringis malu "Begitulah. Aku takut akan membuatmu tak nyaman. Tapi aku senang melihatmu disini"lanjutnya akhirnya tersenyum.

"Aku juga"

Kami berdua pun berjalan dengan langkah yang sama menuju halaman untuk duduk melihat anak-anak sedang bermain "Aku dengar kamu sudah masuk kuliah di Tokyo University. Selamat ya. Bagaimana rasanya jadi mahasiswa magister?"

Aku tertawa kecil "Terima kasih. Hmm.. rasanya.. cukup menyenangkan, namun akhir-akhir ini aku harus memikirkan tugas akhirku"jawabku "Ngomong-ngomong, tidak terasa kita tidak bertemu sudah selama setahun"ucapku tak sangka kalau pertemuan pertama dan terakhirku dengan Ryu sudah setahun yang lalu, dan setahun yang lalu itu pun aku menangisi Yuki.

"Benar juga, tak terasa" Ryu menunduk sambil melihat kedua tangannya. Entah apa yang ada di pikiran pria itu sekarang dan aku pun hanya memilih diam tak ingin lanjut bertanya.

"Kamu... sudah punya pacar?" akhirnya apa yang ada di pikiran Ryu pun dikeluarkannya.

Sejenak aku terdiam namun akhirnya aku mengangguk.

Terlihat jelas reaksi Ryu yang tampak kecewa dengan jawabanku "Ah.. aku sebenarnya sudah menduga wanita baik sepertimu akan memiliki pacar"lanjutnya.

An Each Year With Yuki (Indonesian)Where stories live. Discover now