B A G I AN 8 : Alasan

64 14 0
                                    

•••

Kedua gadis itu kini duduk dibawah pohon rindang di taman sekolah. Udaranya sangat sejuk karena semalam turun hujan, tak ada satupun yang bergeming hanya suara desiran dedaunan tergesek karena angin.

Yongsun menundukkan wajahnya dengan mata yang sembab, sudah sekitar sepuluh menit mereka duduk disini dan tak ada yang memulai percakapan.

Moonbyul hanya sesekali melirik kearah Yongsun yang sedang memainkan kuku jarinya, sambil sesekali menghela nafas pelan lalu mendongak memejamkan matanya menikmati angin sejuk.



Alasan



"Yong, apa kau haus?" Tanya Moonbyul memecah kesunyian diantara mereka.

Yongsun hanya menggelengkan kepalanya sambil terus memainkan kuku jarinya. Moonbyul menggeser posisinya mendekati Yongsun yang masih terbawa suasana sedih.


"Hey, it's okay." Moonbyul merangkul Yongsun dan mengusap bahunya perlahan.

"Maafkan aku Byul, aku tidak bisa menerima tawaranmu." Akhirnya sang gadis chubby mau membuka suaranya, membuat Moonbyul merasa lega dan tersenyum.

"Mau cerita?"

Yongsun menoleh ke arah Moonbyul dengan mata yang sembab, sambil sesekali mengusap hidungnya yang memerah. Moonbyul mengusap-usap bahu rekannya ini sambil menatapnya dengan lembut.

Yongsun mendongkak dan menatap langit yang berawan, memikirkan hal-hal yang tidak perlu ia pikirkan. Angin berhembus menerpa wajah chubby-nya ia memejamkan mata menikmati hembusan angin tersebut.


"Sejak kecil aku suka menyanyi, nenekku selalu suka mendengar aku bernyanyi saat natal."

"Dulu.. Nenekku selalu membawaku ke tempat penuh orang tua, aku bisa bernyanyi seharian untuk orang-orang tua di sana."

Moonbyul memfokuskan pandangannya pada wajah Yongsun, ia sangat fokus mendengar cerita tersebut. Tangan Moonbyul berhenti mengusap bahu rekannya ini dan melepas rangkulannya.


"Saat masih kecil aku sangat terobsesi dengan menyanyi, sepanjang hari aku bisa bernyanyi saat itu ayah dan ibuku berkerja, mereka pergi keluar negeri beberapa bulan dan nenek tinggal di rumahku."

"Suatu hari ayah dan ibu pulang, mereka tau hobiku bernyanyi dan saat itu nilaiku kurang bagus."

Yongsun mengulang kembali momen saat dirinya masih bisa bebas bernyanyi sambil berlari-lari di tangga dan neneknya akan bertepuk tangan ketika mendengar Yongsun bernyanyi.



"Ayah marah saat tau nilaiku buruk, ibu bilang semua karena aku suka bernyanyi. Ibu juga menyalahkan nenek karena tidak melarangku bernyanyi."

Moonbyul mengerutkan keningnya sambil mendengarkan cerita Yongsun.


"Sejak saat itu, nenek jarang mengunjungku karena ibu selalu menghalanginya. Aku juga dilarang bernyanyi, aku diam-diam ikut paduan suara di sekolah dan ibu memarahiku dan meminta guruku untuk mengeluarkan aku dari grup."

Yongsun melirik kearah Moonbyul yang wajahnya kini sangat fokus pada dirinya. Moonbyul mengangguk menandakan ia paham akan cerita Yongsun.


"Dan? Kau tidak pernah bernyanyi lagi?"

Yongsun mengangguk mengiyakan, hanya café tempat ia bekerjalah satu-satunya tempat dimana Yongsun bisa menjadi diri sendiri.

"Saat SMP ibuku menamparku karena pulang telat, waktu itu aku diam-diam ikut paduan suara dan guruku memberitahu ibu kalau aku akan bernyanyi untuk acara seni."

Moonbyul sedikit kesal dan geram mendengar semua ini, ia tak percaya akan apa yang Yongsun alami. Moonbyul yang secara langsung sudah pernah mendengar suara indah Yongsun merasa sangat menyayangkan sikap orang tua Yongsun.


"Yong, penolakan itu memang menyakitkan." Moonbyul mengambil tangan Yongsun dan menggenggamnya.

"Tapi kau harus bisa menjadi dirimu sendiri, saat kau ingin memulai hal baru dan membangun sesuatu yang lebih baik–"

"Kau harus menghancurkan tembok yang menghalangimu terlebih dahulu."

Yongsun menatap Moonbyul ia merasa pandangan Moonbyul begitu dalam mengarah ke matanya, hatinya berdebar dan tidak percaya kalau Moonbyul lah yang mengatakan semua ini kepadanya.

Tidak pernah ada yang sepeduli ini terhadap hal yang disukai Yongsun, kini ia merasa seseorang telah menerima dirinya sebagai Yongsun yang ia inginkan.



"Kau harus bisa memulainya, tidak ada yang bisa menjatuhkanmu meski itu adalah keluargamu"

"Suaramu indah aku sendiri yang mendengarnya." Puji Moonbyul sembari tersenyum dan mengusap punggung tangan Yongsun perlahan.

..

Suasana yang terasa begitu damai dan sejuk membuat kepala kedua gadis ini terasa ringan, dan obrolan yang tak disangka-sangka menjadi terlalu dalam.

"Menjadi diri sendiri itu sulit, aku tinggal seorang diri di rumah. Kedua orang tua ku berpisah, sulit sekali hidup sendirian." Kini fokus cerita berpindah pada masa lalu si gadis berambut kecoklatan.

Yongsun yang awalnya tersenyum perlahan menurunkan kedua sudut bibirnya, dan fokus mendengarkan cerita Moonbyul.

Moonbyul menundukkan pandangan sembari mengusap punggung tangan Yongsun.


"Awalnya aku anak yang sangat manja, segala sesuatu yang aku inginkan pasti aku dapatkan. Suatu hari perusahaan ayahku bangkrut ibuku kesal dan ya, begitulah."

Moonbyul mengangkat bahunya sekilas, ia melirik Yongsun dan tersenyum tipis. Yongsun berbalik menggenggam tangan Moonbyul dan mengusap punggung tangannya.


"Akhirnya ayah pergi ke Jepang membawa adikku, ibu pergi entah kemana–"

"Aku tinggal di rumah sendirian, ayah kadang mengirimku uang untuk biaya hidup."

Yongsun mengangguk pelan sambil terus mengusap-usap punggung tangan Moonbyul.


"Kau tahu? Aku masuk ke sekolah ini karena beasiswa." Moonbyul menatap Yongsun dan tersenyum.

"Itu kenapa sekarang aku sangat aktif di sekolah, menjadi ketua OSIS, mengikuti lomba ini dan itu. Orang-orang menyeganiku, mereka pikir hidupku sempurna, nyatanya aku yang paling kesepian." Suara Moonbyul melemas dibagian akhir diiringi kepalanya yang menunduk.

Moonbyul melirik Yongsun, dan tersenyum tipis. Pandangan mereka bertemu dan sangat lembut satu sama lain, ini adalah obrolan paling dalam yang pernah mereka lakukan. Jujur saja Yongsun tidak pernah bercerita seperti ini selain pada Chorong.



"Hey, aku hanya menceritakan ini kepadamu jadi jangan ejek aku nanti ya." Canda Moonbyul memecah keheningan yang berada diantara mereka sembari mencubit pipi chubby Yongsun.

Mengetahui hal itu pipi Yongsun sedikit memanas, ia merasa mulai mendapat tempat spesial di hidup Moonbyul. Mereka saling menatap satu sama lain selama beberapa menit, Moonbyul sesekali memperlihatkan senyuman miringnya karena mengetahui bahwa pipi Yongsun memerah.

"Hey, Pipimu memerah lagi." ucap Moonbyul sembari mengusap pipi Yongsun menggunakan ibu jarinya. Yongsun yang tersadar segera menepis lengan Moonbyul.


"Tidak! Tidak merah!" Yongsun segera berdiri dan berjalan menjauhi Moonbyul.

Moonbyul memperhatikan langkah Yongsun keheranan dengan tingkah temannya ini.



"Tidak merah dia bilang" sudut bibir Moonbyul terangkat perlahan, ia menggelengkan kepalanya dan segera bangkit dan mengejar sahabat barunya ini lalu merangkul pundaknya dengan cepat.








-
-
-
To be continued...

Can you see me? | MOONSUN's StoryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant