08. Alasan Tersembunyi

Mulai dari awal
                                    

     Itu adalah masa terpahit yang kujalani. Dimana aku dan anak kelas sebelah itu berkelahi di sebuah lapangan terbuka dan Namhyuck, satu-satunya saksi mata yang melihat kami berkelahi, sehabis pulang sekolah.

     Tabiatku dalam perkelahian itu untuk membalas perbuatan anak kelas sebelah yang berusaha membongkar identitas dari perkumpulan geng motor yang dianggap buruk oleh orang-orang. Ditambah dia juga ingin membeberkan bahwa aku salah satu anggota geng motor itu, kepada keluargaku dan orang-orang di sekolah. Masih adil, karena satu lawan satu. Berbanding terbalik seperti saat ini, hanya satu pihak yang melawan tanpa ada perlawanan balik.

     "Sebenarnya aku tidak punya maksud untuk berkelahi." Aku menarik napas dalam, kemudian meneruskan dengan menunjuk-nunjuk wajahku.

     "Ini ulah dari ketua geng motorku, lantaran aku tidak membayar uang taruhan yang telah kami berdua sepakati dari awal ketika adu balapan!"

     Aku berhasil meluapkan rasa emosiku sehingga membuat Namhyuck melongo, lekas berhenti memoles. Sepertinya, dia sudah selesai melakukannya. Kedua lengan ku hentakkan dengan keras di atas meja. Tak terima fakta tersebut.

     "Aku tahu kau itu anggota geng motor, Seungbin. Tapi bagaimana bisa kau bertaruh dengan boss mu sendiri?"

     Aku menunduk lesu dengan punggung membungkuk rendah lalu berujar, "Karena aku sangat membutuhkan uang. Kalau saja aku memenangkan balapan, aku pasti mendapatkan uang itu darinya. Dia juga sudah mengeluarkanku dari geng dan tak ada yang bisa kuperbuat lagi."

     Tak lama kemudian Namhyuck menepuk punggungku.

     "Jadilah jantan yang kuat, bro! Jangan jadi jantan yang lembek. Kau punya lebih dari satu cara untuk mendapatkan uang tanpa perlu bertaruh seperti itu."

     Namhyuck lantas merangkulku. "Aku punya teman yang bekerja di Myeong-dong, mungkin kau akan mendapatkan uang jika bekerja dengannya. Bagaimana, kau tertarik?"

     Keningku berkerut. "Pekerjaan yang seperti apa?"

     Dia berdeham cukup lama. Mendongak ke langit-langit. Mengerucutkan bibir. Tampak sedang berpikir. Begitu menoleh, kulihat dia memasang raut wajah yang menyebalkan itu lagi di hadapanku.

     "Kurang lebih seperti pengantar makanan. Mungkin pekerjaan itu akan cocok untukmu yang terbiasa naik motor."

     Kali ini dia tersenyum lebar. Lalu menyodorkan semangkuk ramyeon cepat saji padaku yang sedari tadi dibiarkan berlalu usai dia membeli di mini market dan meraciknya sendiri.

     Kepulan uap pada mangkuk semakin menipis. Sebelum mengangkat sumpit, Namhyuck lebih dulu melahap isi mangkuknya. Suara seruputan mi mendominasi keheningan sejenak.

     Aku menimbang-nimbang. Kurasa tawaran menarik ini boleh dicoba setelah apa yang ku alami malam ini. Walau tidak mendapatkan uang segera, dengan berusaha atau bekerja mungkin itu adalah pilihan terbaik untukku.

     "Baiklah. Ngomong-ngomong terima kasih atas semuanya, Namhyuck. Ternyata kau memang kawan yang dapat diandalkan," ujarku sambil tersenyum.

     Jujur saja, aku memang me-respect si tambun ini untuk pertama kalinya meski terkadang dirinya sangat menjengkelkan. Seketika Namhyuck berhenti menyumpit.

     "Astaga, Seungbin. Kau baru menyadarinya setelah apa yang kulakukan padamu selama ini?" Si tambun geleng-geleng kepala.

     "Aku begini, karena aku tahu kalau kau tidak ingin membuat relasi dan mengasingkan diri. Jadi aku berusaha mendekatimu agar kau punya teman. Kalau bukan teman tak mungkin kan sampai membantumu seperti ini?"

We Come And GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang