BAB 1 - AWAL BERTEMU

29 2 0
                                    

Hari itu dimana aku melihatmu dan tanpa sadar sedikit peduli padamu. Dan pada akhirnya Tuhan memaksa ku untuk peduli padamu pada hari selanjutnya...

*****HAPPY READING*****

Setelah bertemu dengan seorang penulis cerita wattpad yang karya nya akan naik cetak aku memutuskan pergi ke kafe yang bisa dibilang tempat favoritku selama ini. Saat memasuki kafe aku disambut ramah dengan karyawan disana yang notabene sudah mengenalku maybe karena terlalu seringnya aku disini.

Aku segera duduk di tempat belakang pojok dekat kaca, tempat dimana aku bisa melihat berbagai para pengunjung dengan sifatnya masing-masing. Aku suka sekali melihat orang-orang dari sini. Dari sini aku melihat mereka yang sedang tertawa bersama temanya, bertengkar dengan pacarnya, sampai seorang perempuan yang sedang duduk sendiri menunduk seraya mengusap air matanya.

"Hallo mbak Tari, ini pesanan yang seperti biasanya. Sudah lama gak datang kesini, pulang kampung ke jepang ya mbak."ucap seorang karyawan kafe bernama Lala.

"Hai La, kangen banget ya sama aku. Butuh duit banyak buat pulkam kesana La, beberapa bulan terakhir ini banyak banget penulis online yang sedang naik cetak La. Jadi, ya begitu aku harus ekstra fokus buat lihat-lihat naskah mereka." Ujarku seraya menyesap matcha pesanan ku.

"Tak kirain pulkam kesana mbak, hehehe. Banyak tahu yang kangen sama mbak bukan cuma saya aja lo. Si boss juga sering nanyain kenapa mbak kok lama gak mampir."

Aku hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala mendengar pernyataan Lala.

"Eh ya sudah ya mbak, sudah dilihatin bos itu takut dikira makan gaji buta karena keenakan ngobrol sama mbak gak kerja-kerja. Selamat menikmati matcha dan kuenya mbak Gantari. Permisi" Aku pun mengangguk dan Lala pergi kembali ke tempat semula melayani pengunjung yang lain.

Aku mengalihkan pandanganku keluar kafe, sekarang cuaca sedang tidak menentu. Mungkin sudah memasuki musim penghujan, saat pagi sampai siang sangat panas tapi tiba-tiba akan turun hujan. Seperti saat ini diluar sudah terlihat awan menghitam dan siap memuntahkan airnya.

Tak lama kemudian sesuai dugaan ku awan pun memuntahkan amunisinya, orang-orang pun berlarian agar segera sampai ke tempat yang mereka tuju. Para pemotor yang berhenti di pinggir jalan untuk memakai jas hujan mereka, pengendara mobil yang abai dan terus membelah jalan yang tidak terlalu ramai tanpa terusik akan hujan.

Seperti kebanyakan orang bilang "penyuka hujan pun pada saatnya juga akan berteduh" seperti mereka. Terkadang aku suka dengan hujan tapi terkadang aku juga tidak suka. Aku suka melihat rintikan hujan di balik kaca, tapi terkadang aku juga suka berjalan di bawah hujan menikmati butir-butir hujan menabrak wajahku disaat aku ingin mengeluarkan air mata.

Pandanganku tertuju pada seorang pria yang duduk di taman yang berada diseberang kafe. Aku berfikir apakah dia si penyuka hujan sesungguhnya atau seseorang yang sedang menyembunyikan kesakitannya.

"Hallo Tari" Aku mengalihkan pandanganku ketika ada seseorang yang memanggilku.

"Eh hai Nadeo" Aku tersenyum melihat orang yang memanggilku tadi yang ternyata pemilik kafe ini sekaligus sahabatku ku sejak SMA dulu. Nadeo Waradana namanya.

"Apa kabar, udah lama gak kesini lo. Gue boleh duduk disini? Ganggu gak?"

"Kabar aku baik. Duduk aja kali Deo, lagi free aja aku."

"Oke thanks." Nadeo menarik kursi di depanku dan mulai duduk dengan santai.

"Kenapa sih Deo, gak kamu gak karyawan kamu sama nanyanya. Apa aku terlalu lama menghilang atau kalian aja yang kangen sama aku. Hehehe"

"Maybe gue kangen sama lo. Tapi bisa juga khawatir sama lo karena gue nge-WA lo dan berujung cuma menjadi centang biru tanpa balasan alias cuma di read doang." Deo tersenyum menunjukkan dua lubang pada pipinya itu yang membuattnya bertambah manis dan ganteng berkali-kali lipat.

"Oke-oke aku minta maaf kalau aku gak bales WA kamu, beberapa terakhir ini tugas aku banyak banget karena banyak banget penulis yang naik cetak. Jadi, ya intinya begitu."

"Beneran cuman masalah pekerjaan aja Tar? Bukan karena masalah keluarga lo juga kan?"

"Suer deh Deo ini bener-bener masalah kerjaan aja." Ku tunjukkan jari ku yang berbentuk huruf V itu agar Nadeo benar-benar pecaya.

"Syukurlah kalo gitu, gue cuma kawatir sama lo yang gak ada kabar takut hal kaya dulu terulang lagi."

"Hahaha gak Deo, tenang aja oke. Sekarang aku masih stabil dan masih rutin minum obatnya kok." Aku tersenyum kecut mengingat apa yang terjadi pada diriku dahulu.

"By the way, si Bumil gak lagi ngintilin kamu ke kafe Deo?"

"Hufttt, dia lagi marah sama gue karena gue gak nurutin keinginan anehnya." Dengus Nadeo.

"Lah kamu mau anak mu ileran karena kamu gak nurutin emaknya ngidam, iya kalau satu yang ileran kalau dua gimana tuh."

"Amit-amit jabang bayi, doa lo jelek amat." Nadeo menggetok kepalanya lirih lalu mengetukan ke meja dan berganti pada perutnya.

"Gini ya Tari, gue sebenarnya mau mau aja nurutin ngidamnya si Safira. Apapun ngidamnya gue jabanin deh, tapi ini bener-bener gak masul di akal. Bayangin ya masa gue disuruh potong rambut kaya si Upin, masih mendingan kaya si Ipin botaklah sekalian lah ini kaya upin bayangin woii suruh nyisain rambut seutas. Ya Tuhan." Sambungnya.

Aku hanya tertawa mendengar acara ngidamnya si Safira, merunkan reputasi kegantengan si Nadeo ini mah. Aku yakin ini hanya alibi si Safira doang yang aslinya cemburu sama cewek-cewek yang liat kegantengan Nadeo sampai mau netes air liurnya.

"Tawa aja terus Tar, tawa aja. Seneng banget lo liat gue teraniaya." Sungut Nadeo.

Aku melanjutkan sesi mengobrol dengan Nadeo sampai tidak terasa sudah menghabiskan waktu selama 30 menit. Mungkin jika tidak ada intruksi panggilan telepon dari HP Nadeo kami masih asyik menghabiskan waktu. Setelah dia mengangkat telponnya, Nadeo pamit pulang karena istrinya Safira memintanya segera pulang. Nadeo mengajakku pulang bersama, namun aku tolak karena aku masih ingin disini sedikit lagi.

Setelah aku menghabiskan kue dan matcha ku sampai tak tersisa, aku meninggalkan meja dan berjalan menuju kasir. Sambil berbincang sebentar dengan karyawan di sana dan akhirnya berpamitan pulang.

Aku mencoba berjalan-jalan sebentar di taman seberang kafe sambil menghirup udara selesai hujan yang membuat suasana sedikit segar dan sejuk. Tak jauh dari tangkapan mata aku menatap seorang pria yang aku ingat dia adalah pria yang sedari tadi menikmati turunnya hujan, duduknya tidak bergeser sama sekali masih sama seperti yang aku lihat sebelumnya.

Ada sedikit kekhawatiran jangan-jangan dia meninggal, tapi setelah aku amati perutnya masih bergerak guna menghirup oksigen. Tanpa sadar aku mendesah lega dan berjalan melewatinya begitu saja.

*****TBC*****

16.02.22

Hai minnasan aku datang kembali di tahun yg baru dgn cerita baru. Semoga ceritaku ini lebih baik dari cerita sebelumnya. Enjoy minnasan semoga suka, jangan lupa tambah ke favorit, vote, comment. Oke 👍😊

GANTARI [ON GOING]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora