16

65 5 1
                                    

Yuhuuuuuu, I'm back....

Akhirnya ujian yang sulit dan penuh rintangan selama 2 minggu ini selesai juga.
.
.
.

Budidayakan vote sebelum membaca.
.
.
.
.

Cus klik tombol bintang.

.
.
.

Selamat membaca
🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗

********

Saya mau kamu selalu ada di sisi saya. So, what do you say Zenith?"

- Marvin Brastama.

*******

*Author's POV*

Zenith yang sempat hening sebentar, menarik napas dengan susah payah sebelum merespon ucapan Marvin.

"Bapak sehat?" Atau lebih tepatnya, bapak waras?

Crazy, sycho, loco, michinnom, gila, sinting pangkat tiga. Pasti otak Marvin bergeser sejengkal atau dia salah makan pagi ini.

Ngelantur banget cuy. Apa tadi kepalanya habis ke bentur yah? Atau ke serempet angkot?

Marvin menyukainya? Jujur Zenith masih sulit menerima kenyataan bahwa si Marcifer ternyata suka dengan mahasiswi yang sering ia jadikan babu dan bahan julid.

Mau di lihat dari sudut pandang mana pun, tetap saja ini tidak masuk ke dalam akalnya.

Marvin menyentuh keningnya. Tidak panas. Apa ia kelihatan sakit sampai Zenith menanyakan kesehatannya? Senyum tipis tercetak di wajahnya. Tidak masalah, yang penting si doi mengkhawatirkannya.

"Saya nggak sakit kok. Kenapa? Kamu khawatir yah kalau saya sakit? Perhatian sekali, jadi makin cinta" goda Marvin sambil mengedipkan matanya nakal.

Tidak lupa ia memberikan senyuman menawannya pada Zenith.

Mulai lagi.

Zenith memutar matanya malas. Seandainya Marvin bukan dosennya, sudah dia tendang manusia tidak jelas satu ini ke sungai nil. Mau Marvin berubah sebaik apapun, sikap menyebalkan nya tidak juga hilang.

Iya bukan jasmani bapak yang sakit, tapi jiwa nya.

"Iya nggak sakit, cuman gila. Udah ah pak, nggak usah bercanda sama saya. Sekarang ini bagian dari bab 3 yang kemarin bapak suruh saya perbaiki. Kalau udah oke, saya lanjut kalau nggak saya perbaiki lagi sampai bener" ketus Zenith mengembalikan pembicaraan ke topik yang seharusnya, yaitu skripsiannya.

Padahal orang serius. Udahlah, aku akan berusaha lebih keras lagi selanjutnya. Semangat, Vin!

Bagaimana bisa Zenith berpikir Marvin bercanda di saat dirinya serius? Apa itu hanya pengalihan Zenith dari kenyataan yang sangat mengejutkan ini? Marvin mendengus pasrah dan meraih tablet yang di sodorkan Zenith. Thank god, dia sudah tidak menyinggung soal suka-menyuka dan berpindah fokus ke skripsian Zenith.

"Yang kamu perlu perbaiki dari yang kemarin cuman bagian ini. Selebihnya udah baik dan kamu bisa lanjut"

"Ok pak, kalau begitu saya pamit dulu yah. Makasih pak"

𝕋ℍ𝔼 𝔸ℕℕ𝕆𝕐𝕀ℕ𝔾 𝕃𝔼ℂ𝕋𝕌ℝ𝔼ℝTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang