"Khusus buat lo gak bisa megang puspita," Heaven memberi ultimatum.

"Iya tahu, Mutia udah baca baca tadi. Lagi hamil gak boleh deket deket sama hewan," jawabnya.

"Bagus," Heaven tersenyum simpul. Melihat Mutia perlahan menerima kehamilannya dia pun tidak khawatir lagi.

"Den ada yang nganter mobil?" Sholeh tiba tiba memberitahu, membuat Heaven dan Mutia yang tengah hampir ciuman langsung mengurungkan niatnya.

"Sialan!" gumam Heaven tersentak pelan.

"Mobil siapa!?"

"Bentaran dulu, Yang. Ntar dilanjut lagi dikamar," Heaven berbisik lalu beranjak meninggalkannya.

Mutia juga jadi salah tingkah sendiri, padahal lagi pengin dicium, tapi malah gagal.

Lalu cowok itu pun beranjak dari sofa, mengecek yang diadukan supirnya tadi.

"Tesla den," ucap supirnya.

"Tesla?" Heaven terheran. Padahal dia sama sekali tidak memesan mobil. Apa lagi mobil mahal yang harganya bermiliyar miliyar, mending untuk biaya persalinan sang istri dari pada foya foya.

"Gue gak pesen mobil, salah alamat mungkin."

"Betul ini atas nama Den Heaven."

"Siapa yang ngirim ?" dahinya berkerut. Rokoknya diapit kebibir sembari mengecek kertas bukti terima dari dealer.

"Kak,"

"Hmm," gumamnya.

"Jauh jauh bentar, gue ngeroko," ucap cowok itu saat dipanggil.

"Oma nelpon," beritahunya.

Heaven tersenyum simpul. Jelas oma yang membelikan mobil baru.

"Yang, sering sering hamil biar dapet harta dari Oma," ucapnya diringi tawa.

"Halo ma?" jawab Heaven.

"Udah nerima mobilnya?" kata oma diseberang sana. Lalu wanita berumur 73 tahun itu pun langsung menawari segalanya.

"Udah, makasih."

"Jangan lupa bikin yang banyak."

Mutia yang mendengarnya menggidik ngeri. Jadi yang memotivasi Heaven adalah oma nya. Pantesan banget minta terus tiap malam. Dasar bocah prik si Heaven.

Heaven

Niatnya hendak mengerjakan tugas, cowok itu tersentak saat Mutia berlari kekamar mandi.

Didalam, Mutia berulang kali memuntahkan isi perutnya. Padahal seperti sudah keluar semua, tapi masih saja mual. Bahkan sampai hanya air yang memuntahkan.

Heaven yang berada dibelakangnya pun segera memijit lehernya dengan gerakan pelan. Satu tangannya merapihkan rambut Mutia yang menutupi wajah.

"Aku gak papa," ucapnya seraya menegapkan tubuhnya. Namun setelah mengatakan itu dia langsung limbung, untung saja Heaven cepat menangkapnya, jika tidak sudah dipastikan jatuh kelantai.

Cowok itu segera membopong tubuhnya menuju ranjang.

"Kalimat gak papa nya lo bikin gue takut," Heaven menyelimuti sebatas dada. Melihat wajah Mutia yang pucat pasi, dia sebenernya panik bukan main, tapi wajah tegasnya bisa menutupi, "Jangan kemanapun. Tunggu gue balik bawa air hangat,"

Mutia yang sudah lemas hanya pasrah. Dengan lemah ia mengangguk. Begini sekali jadi perempuan hamil, rasanya mual dan sering sekali lemas.

"Kak?" panggil Mutia saat Heaven kembali kekamar.

HEAVENOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz