Bab 1 Be Imperfect

13 2 0
                                    


“Semakin hari semakin berat saja gadisku ini.”

Wanita paruh baya mendudukkan seorang gadis dengan seksama. Terlihat rambut diikat sembarangan, dengan potongan daster berwarna biru ketuaan. Sambil menghadap jendela, tangannya menyemai rambut ikal milik putri semata wayangnya.

Gadis itu menikmati jemari sang Ibu, memainkan rambutnya yang terurai melebihi bahu, kulitnya eksotis ciri khas bangsa Indonesia. Ia duduk terlihat anggun di bangku yang menghadap jendela, yang kemudian tersenyum dan berkata, “Maaf selalu merepotkan…”

“Tidak apa-apa, Ibu siapkan makan ya. Kala tunggu disini saja,” jawabnya tulus.

Kala tersenyum menunjukkan kerapihan giginya. “Memangnya aku bisa kemana tanpa kursi roda, jelas aku akan di sini menunggu Ibu kembali.”

Ibunya memandang Kala lebih intens. Gadis itu, putrinya yang istimewa, satu-satunya keistimewaan. Dengan keterbatasan yang tidak biasa, putrinya tidak bisa bebas melangkah. Kala adalah putri semata wayangnya, mereka tinggal berdua di salah satu komplek. Ayah Kala meninggalkan mereka berdua, sampai saat ini Kala belum tau apa penyebabnya.

Kelumpuhan pada salah satu saraf tubuhnya menjadikan Kala tidak bisa menggerakkan kakinya dengan sempurna. Ia menderita penyakit poliomyelitis sejak balita. Tidak ada yang menjamin kesembuhan baginya, ia hanya bisa menjalani terapi setiap bulan dan menjaga kestabilan tubuhnya agar keadaannya tidak memburuk.

“Ayo Ibu, kenapa bengong? putrimu ini sepertinya lapar sekali,” ujar Kala sambil terkekeh.

Ibu mengacak rambut Kala yang sudah ia sisir rapih sebelumnya, lalu melenggang meninggalkan Kala seorang. Biarkan dipertegas lagi—sungguh Kala adalah gadis yang istimewa, ia selalu ceria dengan rasa iri yang tersirat. Bukan mustahil ia juga ingin berjalan seperti gadis pada umumnya, bermain ke taman atau sekadar pergi berlibur ke luar kota. Namun, ia tidak mempersulit rasa itu. Dia yakni satu dari setiap kelebihan yang berbeda.

“Pemandangan ini tidak pernah lebih indah dari apa yang aku lihat di luar,” gumamnya sambil menatap ke luar kaca. Duduk menghadap jendela, melihat hamparan komplek didominasi rerumputan hijau di setiap halamannya—itulah yang menjadi tempat favorit baginya, bagi Kala Sasmaya.

TAJUK (on going) Where stories live. Discover now