#44

66 44 507
                                    

Cuitan burung pagi itu membuat mataku terbuka lebar. Semilir angin dari ventilasi membuat udara kamar menjadi segar alami. Bau tanah seusai hujan tadi malam masih tercium dan ditambah dengan bau harum masakan dari dapur membuat perutku yang kosong meronta minta diisi.

"Selamat pagi."ucapku riang sambil memandang cermin dikamarku.

"Sepertinya ibu memasak masakan yang lezat, aku harus ke dapur sekarang."

Aku buka perlahan gagang pintu dan memunculkan kepalaku sedikit. Bau masakan menyengat dan perut keroncongan, itu yang sedang terjadi saat ini.

"Kau siapa?"ucap seseorang dari arah yang berlawanan.

Aku menatapnya heran, aku sendiri tidak tau siapa yang sedang mengajakku berbicara.

"Wajahmu terlihat bingung, kau siapa?"ucapnya lagi.

"Ah aku Rara, ya namaku Rara. Kau sendiri siapa?"jawabku lalu membuka pintu kamar sedikit lebih lebar.

"Aku Septian, tetangga sebelah."jawabnya kaku.

Aku hanya mengangguk lantas tersenyum. Seketika aku tersadar, aku belum cuci muka.

"Astaga!"pelukku sambil memukul jidat pelan.

"Kenapa?"

Aku menggeleng lalu berlari sekencang mungkin ke arah kamar mandi.

"Rara ada apa?"teriak ibu yang melihatku lari terbirit-birit.

"Tidak."jawabku sambil terus berlari ke arah kamar mandi.

-------

" Silahkan duduk nak."

"Baik bu Lala, terimakasih. Saya kesini cuma mau menyampaikan informasi soal kebun teh yang--"

Ucapan Septian tiba tiba terhenti setelah melihat Rara dengan handuk diatas kepalanya.

Bu Jamila menoleh menatap objek yang membuat Septian menghentikan kata-katanya.

"Rara!" Panggil Jamila.

Rara menoleh lalu tersenyum.

"Ada apa bu?"sambungnya lalu berjalan ke arah ruang tamu.

"Ada tamu."

Rara mendongak menatap Septian datar lalu menundukkan kepalanya.

"Ini anak angkat saya, Rara."jelas Jamila kepada Septian.

"Ehmm baiklah, aku rasa aku sudah melihatnya tadi pagi."jawab Septian.

"Sttt!"sahut Rara tiba tiba. Hal itu sontak membuat Septian dan Jamila menatapnya.

"Bu, dia datang secara tiba tiba tanpa salam. Dia melihat wajahku bangun tidur, ah itu tidak benar."sambung Rara lalu membalikkan badannya ke arah ruang keluarga.

Septian tersenyum kecil.

"Maafkan Rara."ucap Jamila.

"Tidak masalah bu, mari kita lanjutkan pembahasan tadi."jelas Septian.

--------

Rara mendengus kesal lalu merebahkan tubuhnya diatas sofa panjang.

"Aku lapar, tapi aku harus menunggu untuk makan bersama ibu."gumamnya lalu menekan pemutar musik diatas nakas.

Beberapa menit berlalu begitu saja, Jamila dan Septian berjalan beriringan menuju meja makan. Rara yang menyadari hal itu sontak mematikan pemutar musik.

"Ibu?"

Jamila menoleh menatap anaknya.

"Kamu belum makan? Kita makan bersama."ucap Jamila sambil menarik pergelangan tangan Rara ke arah meja makan.

Something worthwhile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang