Pak David tertawa ringan mendengar unggapan penuh tekad itu. Tanpa terasa mendaratkan telapak tangannya dipuncak kepala Danisha dan mengusaknya lembut. Membuat Danisha kini benar-benar tertegun--kembali merasakan sentuhan yang hampir ia lupa rasanya dari lawan jenis adalah suatu hal yang...sulit di jelaskan.

"Intinya bapak senang dengan perubahan Gladis, tetap memperbaiki diri meski tidak akan bisa jadi terbaik versi orang lain, cukup untuk diri sendiri." Ditambah kalimat itu, benar-benar menyejukkan dan berhasil menyentuh Danisha. Danisha benar-benar berharap Gladis yang sesungguhnya mendengar hal itu.

Semoga jiwa Gladis mendengar.

"Pasti orang tua Gladis akan selalu bangga pada Gladis." Tapi ungkapan terakhir sang guru membuat perasaan Danisha runtuh. Hal yang sulit. Gladis tak mungkin bisa mendapatkan itu. Sayang sekali.

Danisha menatap punggung sang guru yang perlahan menjauh. Dalam hati, Danisha ingin berterimah kasih secara pribadi sebagai Danisha, karena sudah menempatkan Gladis pada posisi yang layak. Seorang siswi yang membutuhkan dukungan moril dari gurunya.

Terimakasih pak guru.

***

Danisha menaiki tangga dan sampai di perpustakaan tepat di lantai tiga. Dia harus mengucapkan syukur karena perpustakaan benar-benar sepi sesuai harapannya. Tidak ada manusia, pun penjaga perpus yang entah kemana, Danisha tak peduli dan itu lebih bagus.

Ditilik nya jajaran rak panjang yang tersusun sedemikian rupa pun dengan buku yang juga tersusun sesuai kategorinya, sungguh hal yang memanjakan mata bagi para pecandu buku.

Dihidupinya dalam-dalam aroma buku yang menguar dari rak-rak yang berjejer rapi, menghantarkan perasaan tersendiri  yang sudah lama Danisha rindu.

Kedamaian

Dan aroma buku

Tampa pikir panjang diambilnya sebuah buku yang lumayan tebal dengan sampul hitam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Tampa pikir panjang diambilnya sebuah buku yang lumayan tebal dengan sampul hitam. Didekapnya lalu melangkah pada deretan bangku paling belakang.

Sepi, hening, tidak ada siapapun dan nuansa ruangan perpus yang sedikit temaram--karena diluar tengah mendung, tak membuat Danisha takut dan berpikir macam-macam. Lain halnya jika itu Tanisha, adik Danisha, sudah pasti otaknya dengan otomatis merancang adengan macam-macam  seperti adegan horor dimana seorang wanita berbaju putih penuh darah berdiri memperhatikannya di pojok rak buku atau adegan pembunuhan dimana tiba-tiba ada murid tak dikenal membunuhnya di tengah perpustakaan yang sepi dan berakhir menjadi hantu gentayangan yang akan menunggu perpustakaan.

Kadang Danisha bingung kenapa remaja seperti adiknya sangat kreatif membuat khayalan, tapi jika ditanya soal mimpi, tujuan, dan cita-citanya malah bilang belum kepikiran atau malah menjawab tidak tau. Dasar.

Jedarrr!!

Tiba-tiba petir terdengar. Membuat Danisha refleks mengalihkan pandingan dari buku ke jendela lebar yang langsung memperlihatkan pemandangan lapangan sekolah dan langit kelabu yang siap memuntahkan air nya.

Dan ya benar saja, hujan turun.

Danisha tersenyum, sungguh suka suasana hari ini.

Perpustakaan, buku, dan hujan. Kurang satu hal, kopi.

Saat akan mengalihkan pandangan dari lapangan yang sudah basah diterpa hujan, manik Danisha terpaku pada dua anak manusia yang tengah berbincang di koridor, tepat di utara lapangan. Disana nampak Aisha dan Takshaka. Danisha mendengkus, kesal sendiri karena matanya melihat objek-objek menjengkelkan itu. Hendak beralih tapi satu kejadiann membuat kepala Danisha tertahan.

Takshaka terlihat melepas jaketnya, memakaikannya pada Aisha, lantas mereka berlari di tengah hujan dengan tangan  Takhska yang merakul bahu Aisha ditengah tepakan lari mereka dan jaket yang hampir menutupi Aisha sepenuhnya sedangkan Takshaka merelakan diri untuk kehujanan.

Sungguh Romantis!

Ya, bagi anak-anak yang tengah menatap adengan telenova itu dengan iri.

Tapi bagi Danisha yang lebih mengedepankan logika, melihat adegan tadi malah membuatnya tertawa terbahak. Perempuan itu bahkan menutup bukunya dan kian tertawa saat melihat Aisha dan Takshaka malah basah kuyub.

"Kenapa?" Sebuah tanya mengudara ditengah gelak tawa Danisha. Danisha yang masih merasa lucu terlihat tak memperhatikan siapa gerangan penanya tadi. Dia masih dengan kekehan ringan menjelaskan sebab tawanya.

"Lihat. Dua orang itu konyol. Kenapa mereka malah lari-larian ditengah lapangan yang lagi di guyur hujan dengan sebuah jaket yang nggak bakalan bisa ngelindungin mereka dari hujan sederas ini," Danisha menggeleng, "Mereka mau main film India? Hahaha gue bahkan bisa bayangin adegan tadi di iringin musik India, coba habis ini mereka juga nari, suruh anak-anak yang nonton di samping koridor buat jadi backup dance nya, pasti seru."

Danisha memproyeksikan khayalannya tadi didalam kepala dan kembali merasa lucu jika Aisha dan Takshaka benar-benar menari India dibawah guyuran hujam. Dan lagi, Danisha memuntahkan tawanya.

"Apa yang buat mereka lucu," tanya kedua datang.

Dann Danisha kembali mengacuhkan siapa orang yang bertanya itu, dia kemudian menunjuk ke arah sisi timur dari lapangan, "Lo liat disebelah sana, ada koridor yang menghubung ke koridor utara dan koridor lainnya, dan tersambung ke tiap kelas, kalau mereka mau kembali ke kelas kenapa nggak lewat koridor itu aja, kenapa harus nyebrangi lapangan yang jelas-jelas lagi diguyur hujan besar kayak gini. Nggak kah lo pikir mereka bego?" Kali ini Danisha menggeleng, menyangkan tindakan Takshaka tadi.

Menurutnya, daripada menutupi kepala Aisha dengan jaketnya, berlarian di tengah hujan dan akhirnya tetap basah, jauh lebih baik Takshaka mengajak Aisha berjalan berdampingan menyusuri koridor. Takshaka memang  selalu kurang tepat menggunakan akalnya. Cibir Danisha dengan bibir mencibik, yang tanpa disangka memunculkan kekehan ringan dari seseorang.

Hah?!

Astaga Danisha baru sadar jika sedari tadi dia sudah tidak sendirian!

"Hem, kamu bener, ternyata mereka bodoh. Daripada lari-larian di tengah hujan, duduk berdua di perpustakaan sepi, jauh lebih romantis bukan?"

Danisha yang mendengar balasan itu lantas menoleh kesumber suara, kemudian membolakan mata saat sadar siapa yang baru saja mengajak nya berbicara.

TBC

***

Semoga sukaa🤗
Jangan lupa Vote dan komen yang banyak ya♥️

Owh ya, mau ngasih tau kalok aku publish cerita baru, yang penasaran dan mau ketemu para tokoh imajinasi ku yang lain langsung cek di profil ya🙏

👇Gambaran singkat👇

Confused

Semua akan terasa membingungkan saat tak bisa menentukan kepada siapa rasa itu ditujukan.

Sering pula, keliru membuat kita menjatuhkan sesuatu pada pilihan yang salah.
_____________________________________

Namanya, Pradana Chandra Yudhistira.Teman-temannya  bilang Chandra adalah cowok yang maruk. Tau mengapa? Itu karena di samping kiri-kanan nya, Chandra di dampingi oleh dua perempuan cantik. Di satu sisi ada pacar nya dan di sisi lain ada kembarannya.

Dia protektif pada pacarnya juga possesive pada saudarinya.

Selain itu,  Chandra kerap kali keliru  antara bersikap sebagai saudara dan pacar kepada dua perempuan tersebut.

Tak ayal hal itu pula yang membuat teman-teman Chandra ikutan bingung. Sebenarnya, kepada siapa rasa Chandra di tuju?

The Plot TwistWhere stories live. Discover now