Beberapa menit di perjalanan, mereka sampai di tempat yang dituju, Ryan menghetikan mobilnya. Selama itu juga, Ryan menahan diri untuk mengeluarkan perkataannya.

"Tante Ju dirawat di sini juga?"

Belum sempat membukakan pintu mobil untuk Shaina, gadis itu turun terlebih dahulu dengan langkah cepat. Ryan pun hanya bisa mengangkat sudut bibirnya dengan paksa--mencoba bersabar.

Sesaat Ryan baru duduk kembali di kemudinya, Shaina yang telah melangkah tiga langkah dari tempat sebelumnya, tiba-tiba memutar arah ke mobil Ryan dan mengetuk-ngetuk kaca mobil hingga terbuka.

"Kenapa? Mau ditemenin, Princess? Sekalian gue nengokin temen baru gue."

Shaina enggan memikirkan apa yang dimaksud Ryan. Dia menyeringai dan berkata, "Gue lupa kasih tahu lo. Pak Diman itu sopir pribadi gue."

Ryan sama sekali tidak marah kepada gadis itu, dia tertawa keras seraya memperhatikan langkah Shaina hingga masuk pintu lobi.

"Oh, sopir dia namanya Pak Diman." Dia terkekeh geli. "Anjir, gue disamain sama sopir itu," gumamnya meninggalkan pelataran rumah sakit.

Setelah memasuki gedung rumah sakit, Shaina mengedarkan pandangan, mencari keberadaan laki-laki menjengkelkan itu. Tidak butuh waktu lama, Melvin terlihat di antara orang-orang yang duduk di kursi panjang di dekat meja informasi. Laki-laki yang masih berseragam itu menunduk, menggerakkan jarinya di layar ponsel.

Dari dekat pintu lobi ini, Shaina bisa melihat Melvin. Orang yang ditatap belum sadar akan kehadirannya hingga laki-laki itu mulai berdiri.

Beberapa saat, dentingan terdengar dari ponsel Shaina.

Melvin

[Gue pergi.]

Shaina seketika mengangkat satu sudut bibirnya. Dia Menekan tombol hijau, menghubungi Melvin. Perlu beberapa detik untuk panggilan itu tersambung.

"Arah jam enam."

Melvin menoleh ke belakang, menghela napas ringan setelah melihat
Shaina melambaikan tangan, lalu menghampirinya. Kemudian, panggilan itu diputuskan sepihak oleh laki-laki itu.

Setelah berdiri di depan Melvin, Shaina langsung menarik lengan Melvin menuju pintu lift. "Ke ruang Mama gue langsung."

Pintu elevator terbuka. Beberapa orang yang di dalam berhamburan keluar. Kini giliran mereka berdua untuk menggunakannya.

Melvin melepaskan cekalan tangan gadis itu dari lengannya. Menggeser tubuhnya setengah langkah dari Shaina, laki-laki itu menjaga jarak. Melvin enggan membuat Shaina salah paham dan mengira dirinya sudah membuat ruang untuk Shaina lebih dekat dengannya.

"Iya, gue maafin." Suara lembut sekaligus tegas itu mengisi keheningan.

Shaina yang sedang menekan nomor lantai yang dituju pun mengerutkan dahi, memicingkan mata kepada orang di sampingnya. Dia menaikkan alis, merasa heran.

Melvin yang mendapat tatapan mata tajam seperti itu pun terlihat biasa saja. Menerawang lurus ke depan, meskipun hanya ada ruangan kosong dibatasi pintu besi.

"Saat lo bikin kesalahan sama orang, lo harus minta maaf."

"Gue?"

"Lo bikin gue nunggu di sini selama hampir empat puluh lima menit. Tiga puluh menit seharusnya cukup dari sekolah ke sini."

Sweet and WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang