13 [ cucu ]

5K 285 5
                                    

Saat ini Imam dan Aisyah berpencar. Karena tadi Abi minta bicara berdua dengan Imam, akhirnya Aisyah pergi ke dapur pesantren untuk membantu di sana dan berkenalan dengan yang lainnya.

"Ning cantik banget, MasyaAllah.." Lagi-lagi Aisyah mendapat pujian dari santri lain yang juga ada di dapur.

"MasyaAllah, Aamiin.. Kalian juga cantik kok," balas Aisyah sambil memberi senyuman. Lalu ia memfokuskan diri untuk memotong bawang daun lagi.

"Ning sering-sering main kesini, ya," pint santri lainnnya.

"Insyaallah, ya. Aisyah masih lanjut kuliah soalnya. Sudah semester empat. Jadi lagi sibuk sama tugas."

"Oh.. Ning masih kuliah? Hebat banget.."

"Kalian juga hebat bisa betah di sini. Sedangkan Aisyah kalau di rumah suka bosen," ucap Aisyah sambil terkekeh. "Maka dari itu suka kabur," sambung Aisyah dalam hati.

"Iya, Ning. Di sini enak kok, nyaman. Temen-temennya juga ramah. Jadi kita betah- betah aja hehehe.."

Aisyah mengangguk, "Syukur deh."

Lain sisi, Imam dan Abi sedang berbincang hal lumayan serius. Kata Abi, ini masa depan Imam dan Aisyah.

"Kamu sudah melakukan hak dan kewajibanmu sebagai seorang suami?" tanya Abi yang dibalas gelengan kepala oleh Imam. "Sudah hampir seminggu kalian menikah, tapi kamu belum menyentuh Aisyah? Bagaimana bisa kamu tidak tergoda saat tidur seranjang dengan istrimu sendiri? Oh, atau mungkin kalian pisah ranjang?"

"Nggak, Abi. Aku dan Aisyah tidur satu ranjang kok. Hanya saja aku takut Aisyah belum siap. Apa lagi perjalanan kuliah Aisyah masih panjang. Bagaimana kalau nanti dia hamil?"

"Kan bisa ambil cuti."

Imam terdiam. Ada benarnya juga yang Abi katakan.

"Usia Abi dan Umi terus berkurang setiap tahunnya, Nak. Nggak ada yang tahu siapa yang lebih dulu dipanggil. Apa kamu nggak ada niatan untuk memberi kami cucu?"

Imam menundukkan kepalanya sejenak. Kemudian mengangguk, "Imam mau, Bi. Tapi untuk sekarang, Imam perlu bicara dulu sama Aisyah."

Abi mengangguk, "Silakan. Mana tau Aisyah sebenarnya juga menanti haknya juga, kan? Tapi kamu yang nggak pernah mancing gairah dia."

Imam tersenyum tipis, "Iya, akan Imam lakukan nanti."

Abi menepuk bahu Imam, "Ini demi kebaikanmu dan Aisyah juga, Nak."

"Iya, Abi, Imam paham.."

"Syukurlah."

"Kalau begitu Imam pamit, ya, Bi. Kasian Aisyah selepas kuliah langsung kesini, belum istirahat."

Abi mengangguk, "Ingat perkataan Abi, ya."

"Iya, Bi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam."

Imam meninggalkan Abi dan pergi ke dapur tempat Aisyah berada. Saat Imam sampai di sana, pandangannya tak lepas dari Aisyah yang sedang membantu masak sambil berbincang kecil.

Namun sedetik kemudian Aisyah menyadari sedang diperhatikan. Ia menoleh menemukan Imam di ambang pintu. "Eh? Mas udah selesai ngobrol sama Abi?"

Imam mengangguk sambil tersenyum. Ia melangkah mendekat dan menggenggam tangan Aisyah membuat santri di sana seketika bisik-bisik. "Ayo pulang. Selepas kuliah kamu belum istirahat."

"Tapi ini belum selesai, Mas.."

"Nggak apa-apa, Ning. Ini masih ada para santri yang bantuin kok," ucap ibu penanggungjawab dapur. "Terima kasih, ya, Ning sudah bantuin."

[✓] IMAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang