03 [ Kabur ]

6.1K 345 16
                                    

Kembali ke rutinitas sebagai anak kuliahan, Aisyah menuruni anak tangga untuk menemui bundanya di dapur.

Tapi saat Aisyah baru menapakkan kakinya di anak tangga terakhir, pandangannya sudah tertuju pada sosok laki-laki yang kini menyandang status sebagai calon suaminya.

"Ngapain di sini?" tanya Aisyah dengan nada sewot.

"Saya mau antar kamu ke kampus."

"Pasti di suruh bunda, ya?"

Imam menggelengkan kepala. "Di suruh atau nggak, secepatnya kamu akan jadi tanggungjawab saya. Nanti kalau sudah menikah, biar saya yang antar jemput kamu setiap harinya."

Aisyah tertawa kecil. "Kita itu bukan jodoh yang sesungguhnya, kita nggak saling kenal, apalagi mencintai. Kita dipersatukan hanya karena paksaan. Jadi jangan anggap serius semua ini. Bersikap biasa saja."

"Seperti yang sudah dijelaskan dalam surah Ar-Rum ayat 21, Allah menerangkan tentang salah satu tanda-tanda kebesaranNya. Tanda kebesaran berupa rasa kasih dan sayang yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan pernikahan. Begitu juga dengan kita. Walaupun ditakdirkan dalam perjodohan, tapi saya akan tetap melakukan tugas saya nantinya sebagai seorang suami yang mengasihi istrinya. Sampai sini kamu paham?"

Aisyah memutarkan bola matanya malas.

Lalu bunda datang menepuk bahu Aisyah sambil berkata, "Bunda setuju sama apa yang dikatakan Imam. Ternyata ayah nggak salah pilih calon untuk kamu, ya."

Aisyah menatap bundanya dengan kesal. "Kalian semua tuh sama aja, nggak pernah ngertiin perasaan Aisyah. Aisyah tuh belum siap menikah.." Lalu setelah itu Aisyah lebih dulu pergi menuju ruang makan.

Bunda menggelengkan kepala sambil menatap kepergian Aisyah. "Aisyah aslinya baik kok. Dia belum bisa beradaptasi dengan keadaan aja. Jadi kamu sabar-sabar ya, Imam.."

"Iya, Bunda.."

"Ya sudah, ayo sarapan sama-sama," ajak bunda sambil menepuk bahu Imam pelan. Kemudian mereka sampai di ruang makan dan menemukan Aisyah sedang menyantap sarapannya dengan ekspresi kesal.

Imam yang melihat Aisyah bersikap seperti anak kecil hanya bisa menggelengkan kepala sambil menunduk. Kemudian ia ikut menyantap sarapan sambil berbincang kencil dengan bunda.

Beberapa menit mereka sarapan, kini waktunya Aisyah berangkat ke kampus.

"Bun, Aisyah berangkat, ya," ucap Aisyah saat bunda masih sibuk berbincang pada Imam. Aisyah sengaja buru-buru supaya Imam tidak jadi mengantarnya ke kampus. Tapi Aisyah tetap kalah, karena Imam segera berlari menuju mobilnya terparkir dan menyuruh Aisyah untuk masuk.

Awalnya Aisyah menolak dengan mengatakan sudah memesan ojek online. Tapi Imam tak peduli. Imam terus menyuruh Aisyah untuk masuk dan duduk di kursi sebelahnya.

Selama di perjalanan, tidak ada yang membuka suara untuk memecahkan keheningan. Keduanya kalut dengan pemikiran masing-masing.

Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka sampai di depan kampus Aisyah.

Aisyah melepaskan seatbelt miliknya, kemudian bergegas keluar dari mobil.

"Aisyah.."

"Imam.."

Mereka saling memanggil di detik yang sama.

"Aisyah duluan," ucap Imam mempersilahkan.

"Tolong untuk Imam yang terhormat, jangan repot-repot jemput aku lagi. Karena aku bisa pulang pergi sendiri. Daripada anter jemput, lebih baik kamu kerja deh. Katanya mau nikahin aku? Aku nggak mau ya nikah modal duit orang tua."

"Iyaa, saya akan nikahi kamu. Saya juga akan menafkahi kamu dari hasil kerja saya sendiri. Kamu tenang aja. Kapan-kapan saya ajak kamu ke kantor dan pesantren saya, ya. Mau kan?"

Sepertinya Aisyah salah berucap.

Aisyah pikir Imam pengangguran yang masih memanfaatkan uang orang tua. Tapi ternyata tidak.

Aisyah tersenyum kikuk mendapati ajakan Imam tadi. Alih-alih menjawab, Aisyah malah berpamitan, lalu berlari seperti anak kecil.

Imam yang melihat itu tertawa kecil sambil terus menggelengkan kepala.

**

"Aisyah!"

Sang empunya nama menolehkan kepala saat seseorang memanggil. Saat Aisyah menoleh, ternyata ada Caca sedang berlari ke arahnya.

"Ada apa, Ca?"

"Mau ikut nggak ke cafe yang baru buka dekat sini. Katanya di sana lagi ada promo dan banyak cowok ganteng. Lumayan buat cuci mata," ucap Caca sambil menyenggol lengan Aisyah.

Sementara Aisyah saat ini malah memikirkan perintah ayah kemarin untuk tidak kegenitan dengan pria lain. Karena saat ini status Aisyah adalah calon istri orang.

Caca yang merasa tak dapat respon dari Aisyah, lantas menyenggol kembali membuat lamunan Aisyah buyar. "Biasanya kalau soal cowok ganteng kamu mau, Syah. Lagian kamu belum sepenuhnya move on dari Fano, kan? Nah, bisa nih liat-liat cowok ganteng untuk mengalihkan perasaan kamu dari Fano."

Aisyah tersenyum tipis. "Tapi kayaknya untuk saat ini dan seterusnya aku nggak bisa, Ca."

"Lah kenapa?"

Belum sempat Aisyah menjawab, tak sengaja Aisyah melihat ke belakang Caca yang terdapat Imam sedang berdiri tepat di depan mobilnya.

Aisyah membulatkan mata dan mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

"Kenapa si, Syah?" tanya Caca setelah melihat pergerakan aneh Aisyah. Caca juga melihat sekeliling, tapi tidak mengerti apa-apa. "Ada apaan si?"

"Ca, kayaknya aku harus pergi duluan, maaf, ya," ucap Aisyah tanpa menatap mata Caca. Caca yang merasa Aisyah tambah aneh hanya bisa mengerutkan keningnya bingung.

Saat Aisyah hendak melangkah, tiba-tiba Imam memanggilnya, membuat Aisyah cepat berlari menghindari Imam yang semakin mendekat ke arahnya.

"Aisyah ingin kemana!" pekik Imam membuat Caca yang masih diam di tempat menoleh ke arah Imam.

"Wah.. Kenal sama Aisyah?" Caca terkejut sampai menutup mulutnya. Tapi Imam tak menggubris, melainkan pergi kembali ke mobil dan berniat mengejar Aisyah.

Sudah setengah perjalanan, Imam belum menemukan di mana keberadaan Aisyah. Imam juga tidak punya nomor ponsel Aisyah untuk menanyakan di mana keberadaan anak itu.

Tanpa Imam tahu, Aisyah sedang mengumpat di semak-semak dekat kampus. Setelah melihat mobil Imam pergi, Aisyah keluar kembali.

"Dibilang jangan jemput ngeyel," ucap Aisyah sambil membersihkan pakaiannya menggunakan tangan.

"Aisyah!"

Aisyah menoleh menemukan Caca lagi.

"Cowok tadi siapa? Kok dia tau nama kamu? Ternyata kamu cepet banget move on nya."

Aisyah menghela napasnya sejenak. "Kemarin aku udah cerita sama kamu, kan, kalau aku mau dijodohin? Nah, itu dia cowoknya."

Caca membulatkan matanya. "Cowok seganteng dia kamu hindari?"

"Dia nggak ganteng."

"Itu ganteng, Aisyah.."

"Kamu nggak tau dia."

"Kalau kamu nggak mau dijodohin sama dia, lebih baik kasih ke aku aja. Aku siap lahir batin kok," ucap Caca dengan mata berbinar.

"Kalau mau coba aja ambil," ucap Aisyah menantang. Lalu setalah itu Aisyah meninggalkan Caca sendirian.






— to be continued —

hai!
mau kasih tau, aku akan kasih spoiler setiap chapter (In Sya Allah) di akun TikTok aku @adyaazhrn. jadi bagi yang penasaran, langsung lihat aja ya..
terima kasih! <3

[✓] IMAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang