05 [ ikut kerja ]

5.5K 350 3
                                    

"Imam!"

Sang empunya nama menghentikan langkah saat ada seseorang yang memanggilnya. Imam menoleh dan menemukan Aisyah sedang berlari kecil menghampirinya.

"Ada apa, aisyah?"

"Mau kemana?"

"Kan tadi saya sudah pamit untuk pergi ke kantor karena ada masalah di sana. Kenapa memangnya? Masih ada yang kamu ragukan dari saya dan ingin bertanya?" tanya Imam membuat Aisyah langsung mengangguk.

"Boleh ikut nggak?"

Imam mengerutkan keningnya, "Ikut saya?"

Aisyah mengangguk, "Ada yang mau dibicarakan. Ini tentang kita."

"Sudah izin sama ayah, bunda, Abi dan Umi?" tanya Imam.

"Sudah kok.."

Karena Imam tak punya banyak waktu untuk berlama-lama di sini, akhirnya Imam mengizinkan Aisyah ikut dengannya ke kantor.

Setelah memasuki mobil, Imam langsung menancap gas menuju kantornya berada. Dan selama di perjalanan, Aisyah membuka suara.

"Imam.."

"Ya?"

"Kata bunda, aku di suruh minta maaf karena tiga hari kemarin sudah kabur saat kamu jemput. Bunda bilang, aku nggak boleh begitu lagi."

Diam-diam Imam menyungging senyum, "Jadi kamu minta maaf karena disuruh bunda? Bukan dari lubuk hatimu sendiri?"

"Tapi kan memang bunda yang menyuruh aku untuk minta maaf. Apa aku salah?" tanya Aisyah sambil menoleh ke arah Imam dan menatapnya dengan sewot.

"Nggak, kamu nggak salah, Aisyah."

Aisyah tersenyum kemenangan sambil menganggukkan kepala dan meluruskan kembali pandangannya.

"Terus bunda juga bilang, katanya usia kamu tiga tahun lebih tua dariku. Aku nggak diizinin sama bunda untuk manggil kamu langsung dengan nama. Jadi aku harus manggil kamu apa?"

Imam mengangkat bahunya.

"Bagaimana dengan Om?"

"Memangnya saya setua itu?"

Aisyah kembali berpikir. "Kakak? Abang? Ah, nggak mungkin. Nanti kita malah terlihat seperti saudara kandung. Terus aku harus panggil apa? Bantu cari tau dong, supaya aku nggak diomelin bunda terus.."

"Karena cuma beda tiga tahun, saya nggak masalah kok dipanggil langsung nama."

"Nanti diomelin bunda!"

"Nanti saya yang bicara sama bunda."

Aisyah hanya mengangguk setuju. Lalu mengikuti Imam untuk turun setelah sampai di kantor yang lumayan besar.

Dalam pikirnya saat ini masih bertanya-tanya, apa benar kantor ini milik Imam pribadi? Kalau memang iya, sebanyak apa harta yang Imam miliki?

"Saya titip anak ini, ya. Bawa dia ke ruangan saya dan beri apapun yang dia inginkan," ucap Imam pada karyawan di hadapannya. Sedang Aisyah yang tak sengaja mendengar itu malah mengerutkan kening saat Imam hendak meninggalkannya.

"Imam mau kemana?"

"Saya ada urusan. Kamu ikut dengannya, ya," ucap Imam sambil menunjuk karyawan tadi. "Saya pergi dulu. Kamu jangan nakal. Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam."

Aisyah menatap kepergian Imam dengan sedikit kesal. Sebelum akhirnya ia mengikuti karyawan untuk pergi ke ruang kerja Imam.

Sesampainya di sana, Aisyah di persilahkan masuk. "Kalau ada sesuatu tinggal telepon, ya, Kak. Teleponnya ada di sebelah sana," ucap karyawan tadi sambil menunjuk ke arah meja kerja.

Aisyah hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu melangkah lebih dalam lagi untuk menyusuri ruangan ini. Sedangkan karyawan tadi pergi meninggalkannya.

**

Sudah dua jam kemudian, tapi Imam belum kembali menemuinya. Yang Aisyah lakukan sejak tadi hanya bermain ponsel, rebahan, keliling ruangan, dan begitu seterusnya. Sampai-sampai Aisyah bosan dan memutuskan untuk pergi diam-diam.

Sebenarnya Aisyah masih banyak yang ingin ditanyakan pada Imam. Tapi kalau harus menunggu selama ini, Aisyah tidak sanggup.

Saat Aisyah membuka pintu, karyawan yang tadi mengantarnya datang lagi sambil membawa senampan makanan.

"Mau kemana, Kak?" tanya karyawan tadi dengan bingung.

"Oh? Itu.." Aisyah nampak bingung harus mengatakan apa.

"Katakan saja kalau butuh sesuatu."

"Nggak kok. Cuma mau tanya, kira-kira Imam masih lama nggak kerjanya? Saya bosan nunggu di sini."

Belum lama Aisyah menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba Imam muncul dengan jaz yang bergantung di lengan.

"Saya sudah selesai kerjanya. Maaf menunggu lama dan membuat kamu bosan," ucap Imam setelah berdiri di hadapan Aisyah. "Kamu mau kemana?"

"Mau kabur."

Imam hanya menggelengkan kepala tak heran. Mungkin kabur memang sudah menjadi hobi Aisyah sejak dulu.

"Mbak, makanannya untuk kamu saja. Nanti Aisyah biar makan di luar sama saya. Terima kasih ya sudah temani dia selama saya kerja," ucap Imam pada karyawan tadi.

"Iya, Pak, sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu, ya."

Saat karyawan tadi pergi, Aisyah menatapnya dengan kesal dan mengadu pada Imam dengan berkata, "Dia nggak temenin aku. Dia nggak tau ada di mana sejak tadi. Aku di sini sendirian, bosen, kayak bocah pongo. Ngapain kamu berterimakasih?" 

"Sutt.. Jangan marah-marah. Kamu sudah sholat zuhur belum?"

"Halangan."

"Ya sudah, sekarang cari makan dulu, ya, sebelum pulang. Sekalian tadi katanya ada yang mau dibicarakan."

Aisyah hanya mengangkat alisnya. Lalu berjalan lebih dulu untuk pergi ke lift dan sampai di basement. Setelah memasuki mobil, mereka langsung pergi untuk mencari makan.

"Kamu mau makan apa?"

Aisyah menunjuk ke arah gerobak mie ayam.

"Mie ayam?"

Aisyah mengangguk. "Kenapa? Orang kaya kayak kamu nggak biasa, ya, makan mie ayam gerobak gitu?"

Imam menggeleng. "Saya suka kok. Ayo turun, kita makan mie ayam."

Setelah turun dari mobil dan memesan dua porsi mie ayam, Aisyah mulai menumpahkan beberapa pertanyaan pada Imam. Salah satunya, "Kalau nanti aku melakukan kesalahan, kira-kira kamu bakal marahin atau pukul aku nggak?"

Imam menjawab, "Selagi saya bisa memberitahu kamu dengan pelan, saya akan lakukan itu. Lagian saya bukan laki-laki kasar pada perempuan. Jadi kamu tenang saja. Sesuai janji, saya akan menjaga kamu."

"Aku juga nggak jago masak. Kamu masalah nggak?"

Imam menggeleng. "Wajar kalau pertama-tama belum jago masak. Nanti kalau sudah terbiasa pasti bisa kok. Saya akan terus membimbing kamu."

"Aku juga suka kabur-kaburan."

"Nanti kalau sudah menikah dengan saya, kamu nggak bisa kabur lagi. Karena setiap kamu ingin keluar harus dengan izin saya. Atau kalau saya bisa temani kamu, setiap kamu keluar, akan saya yang dampingi."

"Aku jelek lho.."

"Saya menikahi kamu, bukan kecantikan mu, Aisyah."

Aisyah memutarkan bola matanya malas. Lalu tak lama setelah itu mie ayan pesanan mereka datang.

"Jangan lupa berdoa." Imam memperingati.

"Bawel."









— to be continued —

Kira-kira visualisasi Aisyah yang cocok siapa, ya?

[✓] IMAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang