16

1.2K 157 44
                                    

Setelah bangun tidur, alvaro terus minta pulang dan wira akhirnya menyetujui permintaannya karena dokter juga mengijinkannya pulang. Wira bahkan masih ngantuk saat mengantar alvaro pulang karena masih jam enam pagi. Tadinya wira mau membawa alvaro pulang ke rumahnya, tapi alvaro menolak dan minta di antar pulang ke rumah Atma saja.

Sampainya di rumah, alvaro di temani wira masuk dan langsung ke kamar. Rumah masih sepi dan sepertinya masih di kamar masing-masing.

"Hati-hati" kata wira pada alvaro yang duduk di tempat tidur.

"Tenang aja om, aku nggak apa-apa, kok" sahut alvaro dan wira mengangguk percaya.

"Om langsung pulang ya, mau mandi, terus siap-siap kerja" pamit wira.

"Iya, om. Hati-hati ya, makasih udah bawa aku ke rumah sakit dan anterin aku pulang" sahut alvaro.

"Jangan di ulangi lagi melakukan hal bodoh kayak gitu! Apa yang sebenarnya kamu pikirkan saat melakukan hal bodoh itu?" Tanya wira.

"Sebenarnya aku nggak mau mati, aku cuma mau masalahku selesai aja, om" jawab alvaro dengan sendu.

"Mati nggak akan menyelesaikan masalah, tapi malah membuat masalah baru buat yang masih hidup"  wira memberi nasehat dan alvaro mengangguk mengerti.

"Ya udah, om pulang dulu" pamitnya dan pergi setelah mendapat jawaban.

Wira menuruni tangga dengan menunduk karena ngantuk, niat hati mau buru-buru pulang, tapi terhalang karena suara seseorang.

"Ngapain kamu di sini pagi-pagi?" Tanya atma yang baru masuk rumah, sepertinya ia tak pulang semalam.

"Nganterin Al" jawab wira santai dan melangkah pergi, tapi tangannya di tahan saat berada di samping atma.

"Kamu bilang dia hampir mati, tapi kayaknya dia baik-baik aja" Atma sengaja bicara seperti itu agar tau keadaan alvaro darinya.

Wira melihat atma malas di sertai helaan nafas.

"Kamu tanya aja sama Tuhan! Kenapa anak mu nggak mati!" Jawabnya membuat atma mengepalkam tangan menahan emosi.

"Lagian kamu juga nggak perduli kan, kak? Kamu aja nggak nyariin dia, malah baru pulang, mana bau alkohol lagi" lanjut wira, kemudian berdiri di depan atma.

"Mau sampai kapan kak kayak gini? Merasa paling benar, egois, keras kepala, sampai nggak perduli sama anak" tegur wira.

"Kenapa? Iri ya karena aku punya segalanya, sementara kamu nggak" sahut atma membuat wira tertawa getir.

"Bangga banget kamu punya segalanya, padahal kamu dapet semua dengan cara yang licik. Bermuka dua agar selalu menjadi kebanggaan ayah sampai ayah memberikan semua warisan padamu.

"Aku diem bukan karena aku takut, tapi aku emang nggak gila harta. Jadi nikmati aja semua yang kamu punya selagi bisa" kata wira membuat atma melihatnya dengan sinis.

"Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?" Tanyanya kesal.

"Selama ini kamu selalu meremehkan ku dengan mengatakan' apa yang bisa ku lakukan untuk membalas sakit hati ku, kan?" Wira merapikan kerah baju atma sebelum melanjutkan ucapannya.

"Tunggu aja, kak. Suatu saat aku akan membalas semua perbuatanmu dan
saat itu terjadi, kamu akan minta maaf dan menyesali semuanya, bahkan kamu juga akan memohon sambil menangis saat melakukan itu.

"Aku punya senjata yang bisa membuat mu sangat menyesal, tapi aku akan gunakan senjata itu di saat yang tepat" lanjutnya, tapi atma malah melihatnya dengan ekspresi ejek.

"Lakukan aja sesukamu, tapi aku tidak akan minta maaf seperti harapan mu itu. Minta maaf, tcih, omong kosong" ejek atma.

"Lihat aja nanti, apa kamu benar-benar tidak akan minta maaf, atau malah sebaliknya" ejek wira balik.

The Truth Untold ✅Where stories live. Discover now