✧ BAB 08 ✧

226 25 11
                                    

Hari ke empat pencarian Kezia.

Langit sore tampak kelabu. Namun ketiga gadis cantik itu masih belum menyerah karena Kezia belum juga kembali bersekolah terhitung sudah seminggu. Mereka kembali ke rumah mewah itu untuk mendapat alamat pasti kediaman Kezia.

“Kalian lagi,” ujar pak satpam seraya melengos.

“Tolong kasih tahu kita pak di mana Kezia sebenarnya,” ucap Shella seraya menyatukan kedua tangan, memohon. “Bapak bisa percaya sama kita, kita beneran temannya Kezia. Kita khawatir karena Kezia nggak masuk sekolah udah nyaris seminggu.”

“Maaf nggak bisa, dek.” Pak satpam masih kukuh.

Chelsea mengacak rambutnya frustasi. “Gimana caranya biar dia percaya sama kita?” tanyanya lemah.

“Mari kita buat ini lebih mudah.” Abelle merogoh sakunya hendak meraih sesuatu, namun tangan seseorang menghentikannya.

Shella menggeleng pelan saat menatapnya. Mata besarnya lalu beralih menatap pak satpam. “Pak, kita mohon. Tolong bantu kita, ya?”

Sang satpam menggeleng. “Lebih baik kalian pulang karena sebentar lagi akan turun hujan.”

Ketiga gadis itu refleks mendongak menatap langit yang mendung. Bahkan setelah sejauh ini mereka belum juga mendapat jawaban mengenai dimana keberadaan Kezia.

Sebenarnya pengkhianatan macam apa yang telah dilakukan 'teman' Kezia sehingga gadis itu menyimpan trust issue sebegitu kuatnya terhadap jalinan pertemanan.

Sedetik kemudian bayangan Kezia di gedung belakang sekolah dan apa yang hendak dilakukannya saat itu terlintas di benak Shella membuat perut gadis itu terasa seperti ditonjok.

Bagaimana kalau Kezia ....

“Nggak.” Shella refleks menggeleng. “Kezia pasti bertahan,” gumamnya meyakinkan diri meski rasa khawatir menyelimuti hampir seluruh dirinya. Shella tak mau kehilangan seseorang lagi.

“Ci Shella barusan ngomong apa?” tanya Chelsea.

Shella tersenyum lantas menggeleng. “Ini ... mendung,” katanya berbohong, tak ingin membuat adik kelasnya khawatir.

Tes!

Tes!

Tes!

“Kalian ngapain masih di sana? Hujan mulai turun.” Suara pak satpam dari dalam pos.

Abelle menggeleng. Mata elangnya menatap lurus pak satpam dengan sorot tegas. “Saya janji nggak akan pergi dari sini sebelum anda memberitahukan dimana Kezia,” katanya dengan suara penuh keyakinan. Abelle tak pernah main-main dengan ucapannya.

Chelsea sontak menoleh ke arah kakak kelasnya itu. Ia dapat merasakan aura Abelle bertambah kuat berkali-kali lipat. Ini sama seperti Abelle yang disegani satu sekolah, tapi terdapat sedikit perbedaan. Kini Abelle berbicara seperti itu bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk seseorang. Kezia. Temannya.

“Jangan gila! Nanti kalian sakit, merepotkan orang tua,” tukas pak satpam terdengar sewot.

“Seorang teman bisa melakukan apapun untuk temannya, bahkan hal gila sekalipun,” balas Abelle tak gentar bahkan bola matanya tak lepas sedikit pun dari objek yang sejak tadi dipandang.

Abelle mundur beberapa langkah menjauhi pos satpam. Detik berikutnya gadis itu menjatuhkan lututnya di aspal. Membiarkan rintik hujan mulai membasahi tubuhnya secara bebas. Kepala Abelle mendongak menatap Shella dan Chelsea yang juga tengah menatap ke arahya dengan raut yang sulit diartikan. “Lo berdua kalo mau duluan gapapa, mumpung belum deras. Gue akan urus ini.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 20, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FRAGILE || StarBe✧Where stories live. Discover now