Prolog.

24 1 0
                                    

Krinting.... Krinting.... Kringting...

Suara lonceng tergantung di tengah pintu balkon menggiring angin masuk, berhembus pelan menerpa wajah seorang lelaki dengan senyum yang terus mengambang.

Di lantai bawah semua orang sedang berkumpul setiap kali bulan dan tanggal ini tiba. Dan lelaki ini, tidak pernah mau ikut berkumpul. Lebih suka menghabiskan waktunya di depan pintu balkon, duduk manis, minum kopi menunggu matahari yang mengintip untuk berpisah pada siang.

Langit mulai redup, cahaya jingga menyelinap masuk lewat pintu balkon. Lelaki ini tersenyum. Ia mulai menutup lembar terakhir yang kosong pada buku di pangkuannya. Namun, pergerakannya terhenti ketika sebuah tangan menahan dirinya untuk menutup buku tua itu.

Lelaki ini tersenyum lebar menatap pelaku. “Kamu datang sampai ke sini?” ia kembali duduk memangku buku terbuka, memperlihatkan lembar terakhir yang kosong.

Sebuah pelukan hangat ia rasakan. Wangi stroberi semakin menyengat. “Kita akan mengisi lembar terakhir yang kosong hari ini?” ia meraih gelas kopi di atas meja yang warnah lebih pekat dari sebelumnya.

Tersenyum senang ketika mendapat anggukkan dari seorang yang semakin erat memeluknya. Napas lelaki itu mulai sesak, kopi di tangannya semakin pekat.

“Aku sudah menunggu agar buku ini cepat tertutup dan lebih dari itu aku juga sudah sangat merindukanmu." Lelaki ini memejamkan matanya. Nyaman dengan pelukan serta wangi stroberi yang semakin kuat. “Hari ini janji itu lunas, kita bersama selamanya.”

Pejaman lelaki itu samakin erat. Pelukan semakin kencang. Wangi stroberi kian menguar. Kopi di gelas putih kian pekat. Matahari masih mengintip sedikit.

Prang!!!

🍃🍃🍃

Sebenarnya ini cerita ke dua aku. Tapi karena dulu aku masih SMP jadi bahasa dan ceritanya menggelikan banget. Maka aku putuskan untuk merombaknya dengan alur yang tetap sama.

Satu lagi, jangan terlalu terpaku pada prolog. Prolog bisa mengecoh ending cerita:) jadi jangan baca prolog aja terus berasumsi asal-asalan soal endingnya.

Kenapa cerita ini tetap mau aku publis? Padahal udah aku repost beberapa kali, bahkan Hiatus beberapa kali.
Jawabannya, karena cerita ini itu lebih bermakna aja dari yang lainnya dan imajinasi soal cerita ini itu selalu ada di otak aku tanpa tahu alasannya.

Lembaran TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang